Kepindahan Sakha

1011 Kata
"Sha, lo dimana?" isi pesan chat Putri yang ia Shasa baca, kemudian jemarinya mengetik pada papan keyboard di layar ponselnya. "Gue masih di sekolah," balas Shasa. Hari ini, Shasa, Putri dan juga Feya memiliki janji untuk ke toko buku bersama. Namun, akibat adanya tugas sekolah yang belum selesai, Shasa terpaksa membatalkan janjinya bersama kedua sahabatnya. "Lo bisa bantuin gue gak?" tanya Sakha yang kini sudah menghampiri Shasa di mejanya, membuat siswi lain menatap tak suka ke arahnya. Shasa mendongak, merasa kesal dengan orang yang di hadapannya itu, "Gue gak bisa, lo minta bantuan aja sama yang lain," sahut Shasa. "Sha pulang bareng gue yuk?" ajak Ramon dan Gilang segera menghampiri mereka. "Enak aja lo ngajak Shasa balik bareng, gak ada-gak ada, Shasa balik bareng gue," protes Gilang, membuat Shasa geleng-geleng, tak habis pikir pada tingkah kedua teman sekelasnya itu. Sementara Ramon dan Gilang tengah berdebat, justru Sakha menarik tangan Shasa dan membawanya pergi. "Lepasin tangan gue, seenaknya aja lo narik-narik! lo pikir lo siapa?" berontak Shasa, Sakha sama sekali tak menghiraukannya, justru ia semakin mempereratkan pegangannya. "Lepasin, sakit tau," protes Shasa meringis, berusaha melepaskan pegangan Shasa dengan tangan sebelahnya. "Lo balik bareng gue," ucap Sakha yang sudah melepaskan tangan Shasa, terlihat pergelangan tangan wanita itu memerah. "Siapa lo, ngajak gue balik? lo liat ni, akibat ulah lo tangan gue sakit," Shasa menunjukkan bekas pegangan Sakha, "Sorry, gue gak maksud," "Oh, ternyata lo bisa bilang maaf, gue kirain gak!" pekik Shasa "Soal kejadian kemaren, gue minta maaf ya? udah jahilin lo," "Gak!" sahut Shasa yang kini sudah pergi, kembali ke kelasnya. Sakha tersenyum, saat melihat kepergian Shasa, dalam benaknya ia akan segera menaklukan gadis emosian itu. "Lo liat aja Sha, gue bakal menangin hati lo, habis tawarannya menggiurkan sih," sarkas Sakha sinis dalam hatinya, seraya tersenyum licik. Shasa berjalan kembali kekelasnya untuk mengambil tas yang masih berada di kelas, akibat ulah Sakha yang sengaja menariknya, membuat wanita itu dongkol. Niat hati ingin menyelesaikan tugasnya, harus gagal karena pikirannya sudah berantakan. Rasanya buat berpikir untuk menjawab soalnya, Shasa tak mampu lagi. "Huh, dasar cowok sinting, mimpi apa gue semalem bisa sekelas sama tu anak?" ucap Shasa mendengus kesal. "Sha, lo balik bareng gue aja, kan lumayan ngirit ongkos," ajak Gilang menawarkan. "Thanks, tapi gue bisa balik sendiri." tolak Shasa. Di lain tempat, Fandi sangat geram saat mendapati sebuah poto yang dikirim oleh seseorang yang ia tidak ketahui namanya, Fandi mengepal tangannya, rasanya ia ingin sekali memukul pria yang sedang bersama istrinya itu. Namun, jarak mereka yang terlalui jauh, sehingga sulit di jangkau Fandi. Apa lagi sekarang keluarga besar istrinya itu pasti sudah sangat membencinya, karena ucapan sang istri yang sudah pasti mengatakan keburukkannya. Entah itu sesuai fakta atau ada yang istrinya lebihkan. Sejujurnya, Fandi juga tak ingin terpuruk seperti ini. Ia juga tak ingin rumah tangganya hancur hanya karena masalah ekonomi. Raisa, sang istri yang berjanji di depan para saksi dan penghulu akan hidup setia dalam suka maupun duka, nyatanya tak menepati janjinya. Ia justru pergi saat Fandi dalam keterpurukkan, bersyukur ada kedua anak perempuannya yang maaih setia padanya. Entah karena mereka memang menyayangi ayahnya atau karena kasihan. Fandi tak tahu, yang ia ketahui kedua putrinya ada bersamanya dalam masa sulit seperti ini. "Kau bahkan berani pergi dan mengumbar senyummu pada pria lain, saat status kita masih suami istri," umpatnya sambil menatap nanar pada layar gawainya. Sebuah poto yang memperlihatkan wajah bahagia sang istri bersama teman sekolahnya dahulu dan Fandi cukup tahu, lelaki itu dahulu menaruh hati pada istrinya dan hingga saat ini masih berstatus suami wanita lain. "Shasa pulang," ucap Shasa yang kini sudah menghampiri ayahnya. "Ayah kenapa? kok mukanya merah gitu? ayah sakit ya? mau Sha buatin teh?" tanya Shasa saat melihat wajah ayahnya tak seperti biasanya. "Ayah gak papa kok sayang, kamu udah pulang?" ganti baju gih, ayah udah siapin makan siang buat kamu," sahut Fandi dengan tersenyum. "Ayah yakin gak papa?" "Iya nak, ayah gak papa kok," Shasa lantas tak sepenuhnya percaya dengan ucapan sang ayah, dengan langkah pelan, Shasa berusaha memasuki kamarnya. Namun, dengan hati gelisah, "Ayah kenapa sih? apa tabungan ayah habis ya? Aku harus bantu ayah, tapi apa yang bisa aku lakuin ya" batin Shasa berpikir. Setelah selesai mengganti bajunya, Shasa lantas menuju ruang makan, melihat lauk yang tersedia di meja bersama dengan tudung saji yang menutupinya. Shasa segera menyiduk nasi dengan centongnya, kemudian ia meletakkan pada piringnya dan menyatukannya dengan lauk yang sudah di masak oleh sang ayah. "Emang deh, masakan ayah the best banget," Shasa menilai masakan Fandi yang memang begitu lezat, dengan mengangkat jempolnya ke aeah Fandi. Ayahnya itu langsung tersenyum, melihat reaksi anaknya yang menyantap lahap makanan yang telah ia hidangkan di meja. "Ayah kalau capek, istirahat aja, biar lekas enakkan," ujar Shasa yang sudah menyelesaikan makannya dan menghampiri Fandi yang duduk di kursi sambil membaca koran. "Ayah gak papa kok, kamu istirahat gih, atau kerjain tugas kamu," "Iya yah, tapi Sha ada janji sama Putri, mau kerumah Feya," ucap Shasa berbohong. "Ya udah kamu hati-hati ya?" "Iya yah," Shasa pergi dengan pikiran yang gusar, ia ingin sekali membantu Fandi untuk mendapatkan uang. Namun, bagaimana caranya? ia bahkan masih sekolah dan tak mungkin seseorang akan menerimanya bekerja dengan statusnya sebagai pelajar. "Gue harus gimana ya? kasihan ayah," ucap Shasa pada dirinya sendiri. Shasa berjalan terseret sembari melamun, memikirkan apa yang harus ia lakukan. Namun, seseorang tengah memperhatikan tingkahnya yang terlihat gusar. "Sha, lo kenapa, ngelamun gitu? Ada masalah? siapa tau gue bisa bantu?" tanya Sakha membuat Shasa memutar bola matanya malas, sungguh jengah ia melihat lelaki yang kehadirannya tak ia harapkan. "Bukan urusan lo!" ketus Shasa, yang kembali berjalan dan tak menghiraukan kehadiran Sakha. "Jutek amat mbak," "Lo pikir gue mbak lo, apa?" protes Shasa. "Iih, ni cewek emang bener-bener ya? gak ada manis-manisnya, ngomel.., mulu kayak petasan," "Lo sangka gue iklan air mineral, pake acara ada manis-manisnya? yang ada entar gue di rubungi semut, semut yang modelnya kayak lo, gak bisa liat gue sendiri, langsung nyamperin deh," "Jangan jutek kali gitu sama gue, entar lo naksir loh, kan gue mau," goda Sakha dengan menaik turunkan kedua alisnya, membuat Shasa geleng-geleng kepala.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN