Papah : Sayang, kamu beneran nabrak tukang cendol? Keren kamu! Lanjutkan, ya! Pokoknya selanjutnya kamu harus lebih heboh! Jadi geng motor, kek. Begal juga boleh!
Papah : Enggak usah khawatir, Papah sudah urus semuanya termasuk ganti rugi ke mereka.
Membaca pesan tersebut, Sultan yang baru duduk di kursi di dalam kelasnya langsung bergumam, “Dasar bapak stres. Bukannya dikasih arahan apa dimarahi, anak bikin onar malah bangga. Ah, SS kasih Mamah biar digeprek tuh si papah ngajarin aku buat sesat!”
Setelah mengirim bukti tangkap layar perihal pesan dari sang papah dan mengirimkannya pada Sasmita sang mamah, Sultan baru menyadari, ada yang tidak beres. Kenapa Leon papahnya sampai mengetahui apa yang terjadi kepadanya?
Papah mengutus mata-mata buat mengawasi aku? Iya, kan? Soalnya yang aku suruh buat urus tukang cendol enthe geng kan bilangnya sorean? pikir Sultan.
Mata tajam Sultan refleks mengerling. Tak ada tanda-tanda aneh selain hingga detik ini dirinya yang sengaja merahasiakan jati dirinya sebagai seorang tuan muda. Yang teman sekolahnya tahu, Sultan hanyalah anak dari keluarga miskin yang kebetulan bekerja di bengkel, hingga Sultan bisa berganti-ganti motor dengan leluasa. Selebihnya, perihal wajah Sultan yang tampan dan juga kulitnya yang putih mulus seperti artis lotion atau sabun pemutih, itu ibarat bonus.
“Mas Sultan, kemarin kamu bilang, resep punya kulit putih mulus dan seksi kayak Mas, apa?” tanya cowok yang duduk di sebelah Sultan.
Sultan langsung menepi dari renungannya. Ia menatap rekan di sebelahnya dengan sesantun mungkin.
“Kalau enggak salah, mereknya jamu-jamu deh kemarin, Mas,” ucap teman Sultan yang bertagname Ricky tersebut.
“Oh ... iya. Jamu ... Jamu Doa Ibu. Mujarab banget, itu. Kamu sayang mamah kamu, kamu bikin mamah kamu happy, mamah kamu pasti jadi happy juga. Dan biasanya kalau mamah sudah happy, rumah kita akan serasa Surga. Masakan sederhana yang akan terasa nikmat, wajah cantik Mamah yang ibarat vitamin, serta kasih sayang papah yang akan menjadi nyawa tambahan dan bikin semuanya makin sempurna. Jangan salah, semua itu bisa bikin kulit putih bersih halus begini. Tapi kalau sudah menyangkut masalah gen, ya maap bukannya rasis nih, wajib sadar diri lah intinya. Yang penting kan kita sudah merawat diri dan menjaga karunia-Nya dengan sebaik mungkin. Oh iya, gini-gini, aku enggak pernah makan ayam, ikan, daging, aku beneran enggak pernah makan yang bernyawa pokoknya. Aku cuma makan sayuran.” Sultan memamerkan kulit indahnya yang akan membuat para wanita iri. Karena sekadar bulu halus saja seolah tidak tega tumbuh di sana.
Ricky terkagum-kagum pada penjelasan Sultan yang sedari awal kenal menolak dipanggil setengah nama. Baik nama depan maupun nama belakang. Justru, Sultan lebih nyaman dipanggil Mas. “Mas Sultan beneran enggak makan daging semacamnya?”
“Enggak,” balas Sultan refleks menggeleng pelan.
“Hah? Memangnya kenapa?” Ricky terheran-heran.
“Ya kasihan, mereka kan punya nyawa. Apalagi kalau lihat sup kepala ayam, tuh. Masih di panci mendidik bluk bluk gitu supnya, astafirulloh haladzim, berasa lihat kepala biksu. Enggak pokoknya, aku enggak tega. Kasihan mereka. Kita ingin hidup, mereka juga ingin hidup!” jelas Sultan.
“Hah? Kok gitu, Mas? Aku jadi merasa menjadi mahluk Tuhan paling durjana kalau begini ceritanya.”
Mendengar balasan dari Ricky, Sultan refleks tertawa. “Tapi gini-gini, aku hobi makan cacing, lho!”
Mendengar caccing disebut, Ricky nyaris muntah dan menahannya. Padahal, yang cerita santai-santai saja.
“Serius, aku hobi mengonsumsi cacing karena aku punya tifus akut. Cacing bagus buat lawan tifus, kan? Tapi yang dicapsulin, gitu-gitu, cacing kan juga punya nyawa,” jelas Sultan, tapi sang rekan tidak bisa menerima kenyataan tersebut.
Rasa mual yang Ricky tahan sungguh tidak bisa ditunda lagi. Pemuda berkulit hitam manis itu buru-buru lari sambil membekap mulutnya.
“Waduh, itu anak orang kenapa? Masa iya langsung ngidam kayaknya mau muntah gitu, kan? Tapi masa iya juga, dia hami hanya karena mendengar ceritaku? Eh?!” Sultan menggeleng tak habis pikir dan buru-buru mengoreksi ucapannya. Segera ia menjawab telepon masuk dari sang mamah.
“Assalamualaikum, Mah?” sapa Sultan lirih dan memang sengaja berjaga dari teman kelasnya.
“Walaikum salam, Mas. Mas, mengenai Papah, sudah Mas jangan diambil hati. Papah kan memang gitu. Gitu-gitu Papah sayang banget sama Mas. Yang penting Mas enggak ikut sesat saja.” Dari seberang, suara Sasmita terdengar sarat kesabaran.
Mendengar itu, Sultan refleks mengerucutkan bibir berisinya. “Terkesannya si Papah itu Calon Arang yang selalu menyebarkan ajaran sesat ke pengikutnya deh!”
“Bukan Calon Arang, tapi Leony!” balas Sasmita membenarkan.
Sultan langsung mengernyit penasaran. “Hah? Leony itu teh saha, Mah? Penjahat atau dukun sesat dari belahan dunia mana?” Sultan sungguh penasaran. Saking penasarannya, Sultan sampai tidak bisa berkata-kata. Benarkah papahnya sungguh terjebak aliran sesat dan diketuai oleh mahluk bernama Leony? “Apa sejenis pimpinan pesugihan, Mah? Semacam pesugihan gunung Kawi? Begitu? Masa iya Papah gitu? Aku pikir, gitu-gitu Papah masih waras meski mungkin enggak terlalu penuh.”
Sepanjang Sultan berbicara, selama itu juga Sasmita tertawa. Sasmita bahkan terdengar tidak bisa mengakhiri tawanya.
“Mah? Ayo cepat cerita, bentar lagi aku ada kelas.”
“Ehm ... Leony itu ... Leony itu mahluk Tuhan paling seksi. Dia pandai kosidahan sambil dakwah-dakwah hal bijak. Pembela kebenaran dan pembasmi kejahatan. Terus, ... Leony juga jago bikin jagung bakar.”
Ucapan Sasmita barusan tak ubahnya ucapan orang yang sedang jatuh cinta. Sultan sampai merinding tak bisa berkata-kata. Begitulah orang tuanya, meski usia tak lagi muda, urusan cinta, keduanya selalu romantis dan tak segan saling melempar pujian.l
“Absrud banget!” ucap Sultan.
“Hah? Kok absrud, sih? Kalau Mas kenal, Mas pasti juga sayang sama dia.”
“Ah, si Leony paling sebelas dua belas sama papah. Mereka pasti satu padepokan deh. Eh, Mah, guruku sudah datang.”
“Ah iya ... iya. Selamat belajar, yah, Mas ....”
“Eh, Mah. Jangan ditutup dulu. Aku mau kasih pengumuman, ... aku mau bilang, kalau hari ini, ... hari ini aku naksir cewek! Nanti kalau aku sudah pulang, aku cerita ke Mamah, ya! I love you, Mah!” Sultan buru-buru menutup sambungan teleponnya kemudian menyimpan gawai berwarna putih tersebut ke dalam tasnya yang masih ada di meja.
Di depan sana, tampak Ricky yang melangkah tergopoh sambil menatap lemas pada Sultan. Sultan refleks menahan tawanya. Ketika ia tak sengaja mengitarkan tatapannya ke sekitar, Sultan langsung menggeleng geli hanya karena tak tahan dengan godaan para siswi yang terang-terangan menunjukkan rasa suka kepadanya.
***
Di depan jendela seberang ranjang tidurnya, Sasmita masih terdiam tak percaya. Kerut samar di dahinya mewakili ketidakpercayaannya tersebut. Mengenai pengakuan Sultan beberapa saat lalu. Putranya itu mengabarkan baru saja naksir cewek?
Sasmita tersenyum geli, merasa sangat bahagia. Baru ia sadari, waktu telah membawanya mengarungi perjalanan hidup yang terbilang panjang. Iya, bukan Sultan anaknya yang masih kecil, melainkan dirinya yang sudah menua dimakan usia hingga ia selalu merasa bahwa Sultan anak tunggalnya, selalu menjadi bayi yang menyikapinya dengan sangat manis.
“Mas ... Mas, kamu, ya. Kamu juga sebelas dua belas sama papah kamu. Beda generasi saja. Beda ... iya, bedanya kamu tumbuh dengan kasih sayang penuh, sedangkan papahmu, alasannya sampai menjadi pribadi tempramentalnya karena dulu papah tumbuh di lingkungan yang kejam. Papah sudah tidak merasakan kasih sayang mamahnya semenjak papah dilahirkan. Mamahnya papah meninggal tak lama setelah melahirkan papah. Jadi ya wajar Papah begitu, tapi sekarang semuanya sudah lebih baik. Karena percaya enggak percaya, Tuhan enggak akan menguji umatnya melebihi batas kemampuan yang menjalani. Andaipun ujian yang kita rasa terlalu berat, semua itu karena Tuhan tahu kita hebat. Jalani dan selesaikan, kita pasti bisa.” Sasmita mengakhiri ucapannya dengan senyum ceria.
Meski tak rela sang putra mengalami kehidupan pelik layaknya masa lalu Sasmita bahkan Leon, siap tidak siap Sasmita akan membekali sang putra agar putra semata wayangnya itu menjadi pria yang sangat tanggung jawab melebihi Leon sang papah.
Bersambung ....