“Kalau Mas mencintaiku hanya karena fisik, dengan kata lain, Mas juga akan meninggalkanku karena hal yang sama. Terbukti, semuanya juga sudah terjadi. Mas meninggalkanku karena fisik. Dan sekarang, Mas ingin kembali kepadaku, karena fisik juga.”
Episode 5 : Alasan Sam
****
“Tolong beri aku waktu, Mas!”
Tari sungguh memohon, dan karena Sam tak kunjung mengakhiri tahanan tangannya, ia terpaksa menengadah demi menatap sekaligus memastikan wajah pria itu. Yang membuat Tari tak percaya, ternyata Sam masih menatapnya. Pria yang mendadak terlihat tak berdaya itu menatapnya nyaris tak berkedip. Sebuah kenyataan yang langsung membuat Tari gundah gulana.
“Aku mohon, Mas. Tolong beri aku waktu.”
“Jangan lama-lama, yah?” Sam benar-benar memohon.
Kali ini, Tari-lah yang tak kuasa menjawab. Tari menepis tatapan Sam dan memilih menyembunyikan wajahnya dalam tundukan dalam.
Yang membuat Tari kembali merinding sekaligus sangat tegang, tak lain karena Sam kembali memeluknya. Pria itu memeluknya dengan sangat erat, seolah-olah, Sam begitu takut kehilangannya. Sam sangat menginginkan Tari.
“Beri aku alasan, kenapa aku harus kembali dan menikah dengan Mas Sam!” tegas Tari dengan nada yang terdengar dingin. Karena meski ia memang mencintai sekaligus masih berharap kepada Sam, tapi ia juga membutuhkan kepastian. Terlebih, apa yang Sam lakukan, dengan pria itu yang mendadak menceraikannya dan mendadak mengajak rujuk, juga telah menciptakan kemarahan tersendiri dalam hidup Tari. Terlepas dari itu, selain perikahan merupakan ikatan sekaligus hubungan yang sakral, Sam juga sudah berusia matang dan tak seharusnya mempermainkan pernikahan, meski pria itu masih bisa mengucapkan kata maaf dengan benar.
Tiba-tiba saja, dari d**a Sam terdengar sangat ramai. Dan Sam menyadarinya, keramaian tersebut akibat jantungnha yang mendadak berdetak sangat kencang sekaligus menimbulkan bunyi keras di atas normal. Memberikan Tari alasan, apakah apa yang wanita itu inginkan tetap membuat Sam aman? Apa jadinya jika Tari mengetahui alasan Sam menceraikan Tari sekaligus mendadak mengajak wanita itu rujuk?
Keringat dingin mendadak mengalir dan menguasai tubuh Sam. Sam tak kuasa berkata-kata. Tak hanya lidahnya yang menjadi mendadak kelu, tetapi karena ia juga sampai kesulitan bernapas. Dadanya terasa sangat sesak, terlepas dari ia yang seolah-olah dicekik dan membuat nyawanya seperti sedang dicabut paksa. Jujur, dan mengatakan alasannya kepada Tari? Sungguh, Sam mendadak kehilangan nyali. Apalagi selain ia yang bisa kehilangan kesempatan untuk kembali mendapatkan Tari, wanita itu pasti bisa sakit hati. Sam yakin, Tari akan sangat terluka karena alasannya.
Sadar Sam seolah tidak bisa menjawab, disertai dekapan pria itu yang melemah, Tari pun mendadak menelan pil pahit. Tari kecewa, seiring rasa harapnya terhadap Sam yang detik itu juga berkurang. Tari melepaskan diri dari Sam dan kali ini nyaris berhasil lantaran Sam mendadak kembali menahannya lagi.
“Jangan pergi. Aku belum menjawabnya, kan?” ujar Sam berusaha meyakinkan.
“Tapi sekadar menjawab saja, Mas ragu. Dan kenyataan itu juga menjadi membuatku ragu.” Tari menunduk pasrah.
Meski berat, tapi Sam berusaha memulai sekaligus mengakhiri keadaan. Sekali lagi, ia harus secepatnya melakukannya agar ia bisa kembali mendapatkan Tari. Agar ia tak kehilangan Tari!
Ketika Tari memperhatikan sekitar, di tengah suasana yang sudah mulai gelap, Tari mendapati setiap mata di sana yang nyatanya sudah memperhatikan kebersamaannya dan Sam. Rasa risi berikut malu pun detik itu juga menguasai Tari. Tari buru-buru melepaskan diri dari dekapan Sam, kendati untuk ke sekian kalinya, Sam menghalang-halanginya.
“Mas, malu! Semua orang merhatiin kita!” protes Tari yang masih berbicara dengan suara lirih.
Sam meghela napas pasrah lantaran ia tak kuasa menahan Tari lagi. “Kita bicara di dalam mobil, ya?” pintanya kemudian.
Tari buru-buru menggeleng, seiring ia yang sampai kembali merinding. Ia refleks mundur sambil menengadah demi menatap wajah Sam. “Enggak ah. Takut!”
“Takut kenapa?” Sam menatap Tari dengan dahi yang dihiasi kerut tipis, seiring ia yang juga sampai berkecak pinggang. Kali ini, Tari mendadak menepis tatapannya. Wanita yang masih sangat ia harapkan itu mundur, sembari menunduk dalam.
“Ya takut. Di sini saja, Mas peluk-peluk maksa aku. Apalagi kalai di dalam?” balas Tari berkeluh kesah.
“Ya sudah, Mas. Kita lanjutkan besok saja.” Tari menghela napas dalam dan siap berlalu meninggalkan Sam di tengah kenyataannya yang sudah merasa cukup tenang.
“J-jangan! Lagi pula, aku belum kasih alasan, kan?” Karena pada kenyataannya, Sam tidak mau kebersamaannya dan Tari berakhir. Sam tidak bisa jauh dari Tari lagi.
Sam kembali menggandeng sebelah pergrlangan tangan Tari lagi. Tari refleks menatap gandengan tangan mereka sebelum akhirnya berkata, “ya sudah, Mas. Katakan alasan Mas.” Setelah berkata seperti itu, Tari menghela napas pelan seiring ia yang mendadak merasa semakin tegang hanya karena menanti penjelasan Sam.
“Sebenarnya, alasanku melakukan semuanya, ya masih karena kamu. Kita menikah karena perjodohan. Sangat mendadak dan sama sekali tidak ada persiapan.”
Menyimak penjelasan Sam, d**a Tari menjadi terdengar berisik. Jantungnya berdetak sangat kencang, terlepas dari ia yang tidak berani menatap Sam.
“Aku jatuh cinta kepadamu, dan aku sungguh mencintaimu. Aku mencintai wanita yang sama. Demi Tuhan, aku tidak menyangka jika kamu dan Tari, ... wanita yang sama.”
Jawaban Sam yang terdengar semakin melemah sekaligus pasrah, sukses membuat Tari merasa lemas. Tari kebas. Sebagian nyawanya seolah melayang tak lama setelah ia mendengar jawaban Sam. Karena dengan kata lain, meski pria itu mencintai Tari dan dikatakan; mencintai wanita yang sama, tapi Sam mencintainya sebagai Ayu--seorang SPG yang memiliki penampilan menarik sekaligus cantik. Dan Tari sungguh bersedih atas kenyataan tersebut. Tari mundur menjauhi Sam seiring air matanya yang menjadi sibuk berlinang.
Sam ketakutan dan tak kuasa melihat keadaan Tari yang sekarang. Wanita itu dilanda kesedihan luar biasa. “Ri ...?”
“Kalau Mas mencintaiku hanya karena fisik, dengan kata lain, Mas juga akan meninggalkanku karena hal yang sama. Terbukti, semuanya juga sudah terjadi. Mas meninggalkanku karena fisik. Dan sekarang, Mas ingin kembali kepadaku, karena fisik juga.” Tari sungguh pasrah seiring isak tangis yang semakin pecah. Wanita itu menunduk mencoba menghalau sesak yang berbaur dengan rasa kecewa dan menciptakan luka yang begitu menyiksa.
“Maaf, Ri. Aku benar-benar menyesal. Aku mohon, aku menyesal Ri!” Kedua tangan Sam menahan kedua bahu Tari yang kali ini terlihat sangat rapuh. Tubuh mungil itu gemetaran, tak ubahnya menggigil karena kedinginan.
“Meski Mas masih bisa mengatakan kata maaf dengan benar, tak sepantasnya Mas menjadikan kata maaf sebagai penyelesai!” ucap Tari di tengah kenyataannya yang masih terisak-isak.
“Iya, Ri. Aku sungguh menyesal!” Sam masih berusaha meyakinkan.
Tari menghela napas pelan terlepas dari wanita itu yang tak kuasa membalas Sam. Tari tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi? Hanya saja, hatinya telanjur sakit. Jiwanya terlanjur terluka atas apa yang menimpa hubungannya dengan Sam. Dan Tari memilih pergi tanpa memberikan penjelasan atau sekadar membalas Sam lagi.
“Ri?”
Tari tetap berlalu meski Sam terus mengikutinya. Pria itu begitu sibuk meyakinkannya, dan entah apa yang sebenarnya Sam inginkan darinya?
Sambil menengadah dan menatap asal hamparan langit yang semakin gelap, Tari bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah di dunia ini benar-benar ada yang dinamakan ketulusan termasuk dalam cinta dan hubungan? Apakah di dunia ini, ada orang yang mencintai dengan tulus tanpa memandang fisik berikut hal lainnya? Dan apakah di dunia ini juga ada yang bisa mencintainya dengan tulus, tanpa harus mempermasalahkan fisiknya yang memiliki kekurangan fatal?
Tari sungguh tak kuasa melakukan hal lain selain berjalan dan meninggalkan Sam. Boleh dibilang, apa yang menimpanya kini membuatnya terperosok pada jurang yang dinamakan titik nadir. Dan Tari tidak tahu, sampai kapan semua itu akan berlangsung apalagi berakhir?
****