Hana menatap jalanan dengan pandangan sendunya. Ia sudah menikah dengan kakak sepupunya sendiri. Tuhan … Hana tahu. Ini sebuah kesalahan yang tidak seharusnya mereka lakukan. Apalagi atas dasar tidak ada restu dari keluarga mereka. Hana menghapus air matanya kasar, karena sesak di dadanya. Ia selama ini selalu memimpikan pernikahan yang indah disambut oleh keluarganya dengan senyuman dan tawa mereka semuanya. Bukan menikah dengan dihadiri oleh orang-orang bawahan Marko dan penuh pemaksaan dari lelaki tersebut. “Kau menangis lagi?” Hana menoleh ke arah Marko. “Kenapa? Kau melarangku untuk menangis? Siapa yang tidak menangis. Pernikahan yang penuh impian diharapkan olehnya yang disambut oleh keluarga. Namun semua itu tidak terjadi. Kita menikah tanpa restu dan Tuhan akan membenci perni