Episode 19: Desa Kemangi

1963 Kata
THE LEGEND  OF THE HIDDEN KNIGHTS episode 19 : Desa Kemangi Selamat datang di desa Kemangi, begitulah tulisan di atas pintu gerbang desa tersebut. Injakan kaki pertama di tanah tersebut terasa sangat berbeda, susana nampak hening jarang sekali penduduk berkeliaran, perasaan mencekam menghantui setiap manusia. “Pangeran, apakah pengaran merasakannya?” Mahesa memperhatikan sekelilingnya, tak satu pun ada penduduk berada di luar desa. “Benar, sungguh seriuskah keaadn desa ini?” balas Zein. Mereka berjalan sambil memperhatikan sekitar. Semua pintu rumah tertutup rapat tidak ada jendela terbuka walau sekedar untuk menghirup udara segar. Huhuhu… Terdengar suara anak kecil menangis mengusik pendengaran pangeran Bintang Tenggara tersebut, ia mencari sumber suara tersebut. Terlihat seorang anak meringkuk di dekat sumur, tubuhnya gemetar karena ketakutan. Penampilannya kumel, di sekujur tubuh terdapat banyak sekali luka. Zein merendahkan tubuh agar bisa memandang sang bocoh lebih dekat,”apa yang terjadi padamu?” tanyanya lembut. Bocah kecil tersebut mendongakkan kepalanya, ia terlihat sangat menyedihkan. Siapapun manusia yang tega membuat bocah umur 8 tahun ini menderita, pastinya orang yang sangat kejam. “Aku bukan pembawa penyakit, aku tidak tahu apapun. Aku bukan pembawa sial.” BBocah itu terus merancau, tak tega rasanya melihat sang bocah seperti itu. Zein mengulurkan tangannya, awalnya bocah itu enggan untuk menyambut uluran tangan tersebut. Tapi senyum tulus putra mahkota Bintang Tenggara membuat bocah tersebut ikut tersenyum dan menyambut uluran tangan tersebut. “Paman akan membawamu kepada orang tuamu, paman percaya bahwa tidak ada manusia terlahir itu sebagai pembawa sial. Siapapun orang yang berbicara seperti itu, pastilah dia hanya orang bodoh. Tidak tahu sejatinya hidup.” Sang pangeran mengangkat tubuh mungil tersebut setelah dilihat kaki bocah tersebut terluka. Mahesa tersenyum bangga pada pangeran  Bintang tenggara tersebut, seorang pemimpin memang harus lebih mencintai rakyat dibandingkan diri sendiri,”pangeran, biar saya yang menggendong bocah itu. Tubuh pangeran masih lemah, racun dalam tubuh pangeran belum sepenuhnya hilang. Saya khawatir kalau pangeran akan terkena dampak virus orang di sini.” “Tidak apa, aku baik-baik saja. Aku harus membawa anak ini kepada kedua orang tuanya, dia terluka dan harus diobati,” balas Zein, ia tetap menggendong bocah kecil itu dan membawanya pergi. Beberapa pasang mata mengintip dari balik pintu rumah, mereka merasa heran karena bocah dianggap sial tersebut digendong oleh seorang pria rupawan, mereka sama sekali tidak mengenal pria tersebut tapi tanpa menggunakan pemisah berani menyentuh bocah pembawa sial. “Paman, aku tidak boleh bertemu dengan ayah dan ibuku. Kalau aku bertemu dengan mereka, orang-orang akan membunuhku.” Bocah kecil tersebut menundukkan kepala tak berani menatap orang yang menggendongnya. “Kau terluka, aku akan mengibatimu. Apakah kau tahu dimana ada sebuah penginapan? Kau harus istirahat,” balas Zein lembut. “Tidak paman, pemilik penginatap tidak akan mengizinkanku masuk. Aku tidak apa-apa paman, aku sudah terbiasa seperti ini,” tolak bocah tersebut. “Baik, aku akan mencarikan tempat untuk berteduh. Setelah itu aku akan mengobati lukamu.” Zein tetap melangkahkan kaki mencari tempat untuk berteduh, matanya menemukan sebuah pondok. Ia melangkahkan kaki kepondok tersebut lalu menunrunkan bocah itu. “Ayah, tolong belikan beberapa makanan. Sekali gus cari tahu apa yang terjadi di desa ini, kalau memang ada sebuah virus. Tapi aku tidak menemukan tanda-tanda orang berpenyakitan, mereka hanya seperti ketakutan saat melihat bocah ini.” “Baik, pangeran Zein.” Mahesa mengangguk, ia pun segera membalikkan tubuhnya dan pergi untuk mencari warung makan. Zein meninggalkan bocah itu di pondok, ia memberi pesan pada bocah tersebut untuk tidak pergi kemana pun karena dirinya hanya pergi untuk mengambil air dan beberapa tanaman obat. Sepeninggalan pria itu, beberapa penduduk keluar sambil membawa obor hendak membakar bocah malang tersebut. Bocah itu meronta berharap ada orang yang menolongnya, tapi tidak sedikit pun ada yang mau mendengar. Plak… Sebuah tamaparan sangat keras kembali dilayangkan pada bocah tersebut, beberapa orang menyeretnya ke atas tempat yang disediakan untuk melakukan ucapara persembahan untuk sesembahan mereka. Di sekeliling bocah tersebut banyak sekali tumpukan kayu dan jerami siap untuk membakar tubuh sang bocah. Zein segera kembali setelah memetik beberapa tanaman obat serta air bersih untuk bocah kecil yang ditemukannya, ketika sampai di pondok matanya tidak menemukan keberadaan bocah tersebut. Sepertinya ada yang melalukan perbuatan tidak baik pada bocah tersebut. Pangeran Bintang Tenggara tersebut berusaha untuk mencari keberadaan sang bocah. Matanya terbelalak ketika melihat bocah malang itu berada di tengah kobaran api, menangis dan menjerit memintak tolong, tapi tak seorang pun ada di antara para penduduk yang menyaksikan berniat untuk menolong seperti mencari air untuk memadamkan api. Ini sungguh perbuatan keji, membakar manusia hidup-hidup. Zein menjatuhkan semua barang bawaannya, ia mulai mengeluarkan kekuatan eleman air untuk memadamkan api tersebut, setelah semua tenaga terkumpul. Dia mengarahkan kekuatan elemen air tersebut pada kobaran api hingga membentuk seperti hujan. Bocah kecil tersebut sangat bahagia, ia sangat bersukur karena Tuhan menolongnya. Matanya terarah pada sosok pria rupawan yang masih mengerahkan tenaganya untuk mengeluarkan energi elemen air untuk menyiram api. “Terimakasih Tuhan, engkau telah mengirimkan seorang penolong untukku.” Para warga terkejut, mereka mengamuk karena ada seseorang yang berani menggagalkan acara pengorbanan mereka pada raja iblis hutan. Salah seorang dari mereka membalikkan tubuhnya, menemukan Zein sedang berusaha untuk memadamkan api. Pangeran Bintang Tenggara tersebut langsung terbang dan mendarat di dekat bocah tersebut lalu memotong tali pengikat, setelah itu ia mengangkat tubuh mungil tersebut. Ketika hendak membawa pergi, pawa warga mengacungkan berbagai macam senja karena tidak suka dengan apa yang dilakukan Zein. “Anak muda! Apa yang kamu lakukan sungguh tidak termaafkan, yang Mulia raja buaya putih akan murkan kalau kami tidak memberikan sesembahan padanya.” Zein mengerti, ternyata raja iblis itu bernama sialuman buaya putih. Tapi apakah mereka sudah tidak punya otak? Menyembah seorang raja siluman, ia jadi teringat salah satu gurunya. Avei, karena Avei juga adalah mantan raja Jin. “Ternyata zaman sekarang masih ada manusia bodoh, kalian mengorbankan anak kalian sendiri pada siluman? Apakah kalian tidak takut pada murka Tuhan? Atau mungkin, apakah kalian tidak merasa iba melihat seorang anak kecil yang tak berdosa harus dibakar hidup-hidup? Jangan-jangan rumor tentang virus di desa ini juga sengaja disebar untuk menutup orang masuk ke sini, hingga kalian akan dengan leluasa memuja setan.” “Apa maksud mu anak muda?! kau kalau bicara jangan sembarangan, yang Maulian Raja buaya putih akan marah kalau mendengar ucapanmu. Kau akan dibunuh olehnya, kamu harap kamu tidak melakukan tindakan ceroboh seperti ini lagi,” tegur seorang kepala desa, seluruh warga pun menyoraki dan tidak terima dengan apapun yang dilakukan oleh Zein, bagi mereka perbuatan panheran Bintang tenggara tersebut tak bisa dimaafkan. “Benarkah? Aku tidak yakin raja siluman buaya putih akan marah padaku, karena aku juga tidak takut dengan amukannya. Tapi, kalian hanya manusia bodoh yang menyembah setan, aku akan membawa anak ini pergi. Kalau ada yang berani, aku akan menghabisi kalian.” Zein mengeluarkan pedangnya lalu mengacungkan pada para penduduk. “Berani maju, leher kalian menjadi korban. Kalian bisa laporkan pada sesembahan kalian, katakan padanya. Zein Zulkarnain menantangnya,” katakanya sambil mengacungkan pedang tersebut, tatapannya tak ada sedikit pun rasa takut, hanya ada keteduhan dan kebijaksanaan. Para warga berbisik satu sama lain, mereka berdiskusi cara membunuh manusia yang berdisi di atas altas eksekusi tersebut, setelah saling berdiskusi mereka memutuskan untuk membakar anak itu beserta Zein. “Kami akan membakarmu bersama anak itu.” Zein terkekeh geli, bagaimana caranya membakar kalau kayu sudah basah dengan air bukan minyak,”silahkan, ayo bakar kami. Tapi jangan salahkan aku, jika aku melawan. Kalian lihat tadi bukan? Dengan Izin Tuhan yang maha kuasa, aku memadamkan api. Sekarang kalian ingin membakarku, aku akan meniupkan angin pada api itu agar kembali lalu membakar kalian hidup-hidup, bagaimana? Impas bukan? Dalam pertempuran kalau tidak membunuh akan terbunuh.” “Tuan, apakah anda harus melakukan ini untuk melindungi saya. Tuan tidak mengenal saya, bagaimana mungkin anda bisa berpikir untuk melindungi saya dengan mempertaruhkan nyawa tuan sendiri?” bocah malang tersebut menarik-narik baju sang pangeran. ‘ “Jangan takut, Tuhan akan melindungi kita dan menghukum orang-orang dzalim itu. Mereka tidak memiliki akal untuk berpikir, apakah mereka pikir raja siluman buaya putih bisa melindungi mereka dari murka Tuhan?” balas Zein tanpa menoleh pada bocah tersebut. “Sudah ki, sebaiknya kita bakar saja mereka berdua.” “Iya.” “Bakar!” “Bakar!” Seluruh warga menyuruh rt untuk membakar Zein dan bocah malang tersebut, mereka tidak tahu saja kalau orang yang ingin dibakar itu pergi ke desa Kemangi justru ingin menantang siluman buaya putih lalu mengambil pedang naga langit. Mereka pun mulai menyiapkan kayu kering dan mengganti kayu yang basah, pangeran Bintang Tenggara tersebut tidak merasa resah sama sekali, ia membiarkan saja para warga itu melakukan sesuka hati, dia juga akan melakukan sesuatu yang disukainya misal dengan mengobati luka-luka bocah kecil tersebut, nanti saja diurus orang-orang yang sedang mengumpulkan kayu tersebut. “Anak muda, kalau kamu masih sayang nyawamu sebaiknya kamu mintak maaf pada raja silmuan buaya putih. Mungkin saja kami tidak akan membakarmu.” Rt mencoba untuk memberikan peringatan terakhir kali pada Zein, bagaimana pun juga pria itu bukan warga sini, ia akan menganggap ini sebagai suatu kesalahan bukan dosa. “Tidak perlu, kalau mau bakar ya bakar saja. Lagi pula aku tidak takut pada api, untuk apa aku harus mintak maaf pada raja silmunan buaya putih? Aku tidak memiliki salah terhadapnya. Apakah menurutmu aku sudah gila?” balas Zein sambil membalut luka-luka di tubuh bocah kecil tersebut, setelah mengoleskan obat pada luka tersebut tentunya. Bocah kecil polos tersebut memperhatikan seorang pria rupawan yang kini telah mengobatinya, pria itu terlihat bukan orang biasa. Dari caranya memberikan obat bahkan membalutnya, sangat rapi seperti sudah sering melakukannya. “Tuan, apakah kau seorang tabib?” tanyanya penasaran. “Bukan, aku hanya sedikit mengetahui tentang ilmu pengobatan. Tapi aku akan menggunakannya untuk  menolongmu, karena ilmu yang bermaaf itu adalah sebuah ilmu yang berguna untuk orang lain. Itu yang Tuhanku ajarkan pada setiap hambanya,” balas Zein sambil membalut luka bocah tersebut, ia tidak perduli kalau para warga ingin membakarnya bersama dengan bocah tersebut. Kayu bakar yang basah sudah digantikan dengan kayu kering, obat sudah siap untuk lemparkan ke atas tumpukan kayu tersebut,”anak muda, aku memberimu peringatan sekali lagi. Kau biarkan anak itu tetap di situ untuk menjadi persembahan raja siluman buaya putih!” Seorang Rt kembali memberikan peringatan. Zein bangkit dari posisinya setelah selesai memberikan pengobatan seadanya bagi anak kecil tersebut, “Lakukan! Apakah kekuatan Tuhan yang maha pengasih atau kekuatan obormu itu yang menang?! membeprsembahkan seorang anak manusia terhadap siluman itu sudah merupana suatau kedzaliman yang nyata. Tuhan tidak pernah meaafkan dosa mempersukutukanNya dengan apapun. Apa lagi dengan siluman yang juga merupakan ciptaanya. Jadi, ayolah segera bakar aku jika kalian memang orang yang benar.” Putra mahkota Bintang Tenggara tersebut menantang penuh para warga untuk membakar dirinya. Rt dan para warga pun geram, mereka segera melemparkan obor ke dalam tumpukan kayu kering hingga api segera menyebar dan membesar. Bocah kecil tersebut ketakutan karena ia telah merasakan kepanasan. Zein tersenyum tenang, ia memuasatkan kekuatan pada kedua telapak tangannya, lalu meleparkannya ke langit, setelah itu dia memejamkan matanya,”Tuhanku, tolonglah hambamu ini. Selamatkan kami dari kedzaliman orang-orang tersebut,” batinnya berdoa. Putra mahkota Bintang tenggara tersebut mengeluarkan kekuatan elemen air lalu menciptakan kumpulan awan gelap hingga menjadi air dan menetes ke bumi. Air itu seperti hujan yang turun dari langit memadamkan api tersebut membuat para warga syok melihat hujan, setiap kali mereka ingin membakar pria tersebut, hujan selalu datang. Siapa orang tersebut? Apakah dewa? Ataukah mahluk sakti.   Terimakasih telah membaca n****+ fantasi, jangan lupa berikan love serta follow akunnya. Jangan lupa untuk memberikan komentar. Note: Ini hanya n****+ fantasi karangan dari penulis saja tidak bisa dijadikan acuan dari kehidupan nyata… tapi ingatlah bahwa mempersukutan Tuhan dengan benda atau mahluk apapun itu tidak akan pernah diampuni dosa-dosanya kecuali hamba-hamba yang sebelumnya tidak tahu kemudian beratubat dan memperbaiki diri. Karena sesungguhnya Tuhan itu maha pengampun dan maha penyayang, terimakasih…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN