2. Simbiosis Mutualisme

1077 Kata
“Ris inget ya jangan bocorin rahasia kita.” Ucap Doni ketika si kembar sudah turun dari mobil. Kini di dalam mobil hanya ada mereka bertiga, mereka lebih leluasa dalam komunikasi jika hanya ada mereka. Jika ada si kembar bisa dipastikan informasi sekecil apapun pasti langsung bocor pada Rama atau Bella selaku kedua orangtua mereka. “Rebes lah Om, asal jangan resek! Semua rahasia aman terkendali.” Naya hanya menggelengkan kepalanya, sedangkan Doni mendengkus kesal mendengarnya. Bagaimana tidak, bisa saja Risma ember lalu membocorkan kisah kasih mereka pada Rama atau Bella nantinya. Risma ini lebih pro pada Bella jika sudah ember ketimbang pada Naya. “Ris jangan begitu ah.” Rajuk Naya merengut kesal pada Risma yang terkekeh geli melihat pasangan kekasih ini sedang menahan emosi masing-masing. “Ya harusnya gimana Nay? Kalian sama-sama resek sih ya, makanya saling bela kalau salah satunya resek.” Ucap Risma yang setia duduk di belakang setelah si kembar turun, Risma juga tak membiarkan Naya ikut duduk di belakang. Risma tahu jika Naya ingin menemani Doni di depan, jadilah Risma duduk seorang diri di belakang. “Ya orang mah jadi temen itu gak ember, ini belum apa-apa udah bikin jantungan aja. Jangan sampek Mama sama Papa tau dulu, biar kita yang ngasih tau sendiri. Paham gak sih?” Geram Naya yang diangguki dengan malas oleh Risma. “Iya gue ngerti, asal kalian akur gak marah-marahan atau ambek-ambekan yang bikin orangtua panik, gue akan jaga rahasia kalian. Tapi kalau sampek kalian marahan terus ambek-ambekannya lama, gue langsung laporan ke Om Rama atau Mbak Bella.” Naya menelan ludahnya kasar mendengar ancaman Risma. Sedangkan Doni yang memang terkenal dengan tenangnya tak merasa terusik dengan ancaman receh Risma. “Om Doni tenang amat Om?” Tanya Risma heran menatap Doni yang masih bisa tersenyum aneh menatap Naya, “atau jangan-jangan Om Doni gak takut sama anceman aku?” Tanya Risma yang diangguki oleh Doni. “Ngapain takut? Saya gak pernah tuh ambekan apalagi marah-marah. Paling Naya yang kalang kabut sendiri buat ngontrol dirinya sendiri.” Ucap Doni yang dapat dimengerti oleh Risma. Naya memang selalu mengedapankan egonya daripada berpikir panjang sebelum bertindak. Terkesan ceroboh namun ingin dimengerti orang lain. “Om gitu ya sama aku?!” Rajuk Naya. “Kan baru juga dibilang, udah ngambek.” Batin Doni menggelengkan kepalanya. “Apa sih sayang? Om perasaan mengungkapkan apa yang Om rasakan.” Ucap Doni seolah sedang mencari pembenaran untuk dirinya sendiri. “Om aku ada info penting loh buat Om, dan info ini gak mungkin Naya bahas sama Om.” Ucap Risma ketika mereka akan turun dari mobil, karena mereka kini sudah sampai di depan universitas Naya dan Risma. “Apa tuh?” Tanya Doni sambil melepas sabuk pengamannya. “Nanti aja deh kita bahasnya, Om kayaknya gak fokus gitu.” Ucap Risma yang akan turun dari mobil Doni. “Eh apa dulu Ris? Saya kasih saweran deh.” Doni mencoba mengiming-ngiming Risma dengan mengeluarkan dompetnya dari saku, lalu mengambil beberapa lembar uang berwarna biru yang Doni miliki di dompetnya. “Om nyawernya kurang estetik ah, warnanya yang merah dong Om.” Risma melunjak ingin minta lebih, atau memang sedang memanfaatkan keadaan ketika Doni sedang berbaik hati ingin memberinya uang. “Ngelunjak, sini dulu makanya.” Ucap Doni melambaikan tangannya agar Risma kembali masuk dan mengunci pintu mobilnya. “Om punya saingan namanya Bagas, Om.” Doni terbelalak mendengar informasi yang baru saja didengarnya. Dengan cepat Risma menyambar uang yang dipegang oleh Doni. “Udah ayo Om buka dulu pintunya, keburu telat kita.” Ucap Risma sambil menghitung uang yang diambilnya dari Doni. “Risma!” Pekik Naya yang membuat Risma meringis cengengesan. Doni menatap Naya dengan mata membulat utuh, hatinya bagai diiris meskipun informasi yang didapatnya belum tentu benar. Namun hatinya sudah panas lebih dulu sebelum mendengar penjelasan dari Naya. Doni menatap Naya yang menggelengkan kepalanya tanda itu tak benar, namun Doni kepalang emosi lalu memejamkan matanya untuk menetralkan itu semua. “Nah itu dia, Om yang namanya Bagas.” Tunjuk Risma pada seorang lelaki yang baru saja datang dengan mengendarai motor matic berwarna hitam. “Itu tadi namanya siapa Ris?” Tanya Doni yang lupa dengan nama Bagas. “Bagas, Om. B-A-G-A-S.” Ucap Risma mengeja huruf untuk melafalkan nama Bagas. “Oh iya Bagas, tapi kalian gak sekelas kan?” Tanya Doni lagi. “Sayangnya kita sekelas Om.” Jawab Risma yang membuat Doni makin menatap tajam Naya. “Tapi Naya gak deket-deket dia kan pas di kelas?” Tanya Doni lagi. “Stop! Om udah nanya dua kali, setiap pertanyaan bernilai seratus ribu, dan Om udah nanya dua kali sesuai dengan uang yang aku pegang saat ini.” Ucap Risma lalu memasukkan uang tersebut ke dalam sakunya. “Ya ampun bocil itungan banget sama duit. Nanti saya kasih lagi, ayo kasih tau infonya.” Bujuk Doni yang akan kembali mengambil dompetnya dari saku. “Om nanti kita telat masuknya, kalau mau detail nanti jemput kita lagi aja. Terus siapin uang seratus ribu setiap kali mau nanya. Oke Om?” Naya menatap Risma tak percaya, apa-apaan ini temannya seolah sedang menjual informasi tentang dirinya kepada kekasihnya. Apa yang bisa dijadikan uang dia libas semua. Tapi Naya membiarkannya ketika masih dalam hal wajar, jika sudah melenceng maka Naya akan angkat bicara. “Iya Om, nanti aja lagi ngobrol sama Rismanya. Sekarang kita udah telat banget, udah tinggal 5 menit lagi dosennya masuk kelas Om.” Doni akhirnya membuka kunci pada pintu mobilnya, Naya dan Risma mencium tangan Doni dengan takzim lalu mereka memasuki gedung universitas. “Aduh baru juga pacaran seminggu, udah dibikin kalang kabut aja denger si kecil punya pengagum. Eh tapi dia gak akan menang lawan gue, gue yang jadi pemenangnya, itu pasti. Karena Naya udah jadi miliki gue sekarang, apa yang gue takutin sih? Ayolah Don, Naya juga tergila-gila sama lu.” Monolog Doni sambil melajukan kembali mobilnya menuju kantor. Pagi ini dia dan Rama disibukkan dengan beberapa agenda, namun dia akan menyempatkan diri untuk bisa menjemput pujaan hatinya nanti siang. Demi apa? Demi untuk mendapatkan informasi penting dari Risma, meskipun harus menyiapkan uang yang tidak sedikit. Doni akan lakukan itu, Doni tidak keberatan sama sekali dengan syarat dari Risma. Namun baru Doni sadari jika Risma sangat pintar memanfaatkan kesempatan ini untuk menguntungkan dirinya. Doni tahu jika Risma adalah anak dari Diki yang menjadi tangan kanan Dimas, maka Doni tak sayang memberi uang yang disebutkan oleh Risma, hitung-hitung sedang memberi uang jajan yang terselubung bisnis antar keduanya. Simbiosis mutualisme.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN