3. Pelit

1107 Kata
“Ram masih lama enggak?” Bisik Doni ketika mereka sedang menghadiri rapat bersama dengan divisi pemasaran. Duduk Doni sudah tidak setenang tadi, kini dia mulai memperhatikan jam yang ada di tangan kanannya. Rama yang melihat kegelisahan Doni hanya menatapnya heran tanpa berkomentar apapun. “Ram, gue cabut duluan ya? Boleh kan?” Tanya Doni lagi ketika pertanyaannya tadi tak mendapat respon sama sekali. Duduknya mulai gelisah dan tidak fokus mendengar penjelasan yang dipaparkan oleh peserta rapat. “Mau kemana sih kok gelisah begini?” Tanya Rama namun tatapannya tetap terfokus pada seorang peserta yang sedang mempresentasikan materi. “Mau jemput Naya, tadi udah janji. Nanti ngamuk Ram.” Ucap Doni jujur namun mendapat gelengan kepala dari Rama. “Biar dijemput sama Pak Man, biar gue chat Pak Man-nya.” Ucap Rama lalu mengambil ponselnya yang ada di saku jas. “Jangan!” Pekiknya yang membuat seorang peserta yang sedang presentasi langsung diam, bukan hanya dia seorang melainkan seluruh peserta kini menatap Doni dengan tatapan penuh tanya. “Maaf Pak Doni ada yang bisa dibantu?” Tanya Tita yang sedang presentasi di depan. “Ah gak ada, maaf ya. Silakan diteruskan.” Ucap Doni dengan wajah tak enak hatinya. “Gue cabut ya Ram, Assalamu’alaikum.” Ucap Doni lalu menginterupsi rapat untuk meminta izin bahwa dirinya tak bisa ikut meneruskan rapat hingga selesai. “Bocah ngapa yak? Aneh banget, ada yang simpel tapi memperibet hidupnya sendiri.” Batin Rama menggerutu karena Doni pergi tanpa mendapat persetujuan darinya. Doni melenggang pergi dari ruang meeting membuat Yuda dan Dayat yang mendampingi Rama dan Doni di rapat kali ini ikut bingung. Namun mereka kesampingkan rasa ingin tahunya demi profesional kerja. Rama saja yang menjadi bos besar tidak merasa keberatan atau heran dengan kepergian Doni, pikir Yuda. Lalu apalah daya mereka yang sebagai staff dari bos-bosnya ini. Doni memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di universitas Naya. Dia juga sudah memberi pesan pada kekasih kecilnya, jika dia akan datang terlambat karena tadi menghadiri rapat lebih dulu sebelum menjemputnya. Doni harap Naya bisa mengerti dengan keadaannya kali ini, agar nantinya tidak ada salah paham. Doni tak ingin hubungannya yang baru saja terjalin dalam hitungan jari harus ada pertikaian, terlebih pasangannya kali ini sangat spesial untuk Doni. Bukan hanya usia mereka saja yang terpaut lebih dari setengah usia Doni, melainkan sifat dan sikap mereka juga bertolak belakang. Sesampainya disana, ternyata Naya dan Risma ditemani oleh 2 lelaki yang ditaksir Doni adalah teman dari kekasihnya ini. Doni turun dari mobilnya untuk menyapa mereka, terlihat 2 lelaki ini nampak sopan. Mereka mengangguk sopan lalu mencium tangan Doni setelah Naya dan Risma lebih dulu mencium tangan Doni. “Maaf ya sayang, Om telat. Maaf buat kamu nunggu.” Ucap Doni tulus yang diangguki oleh Naya. “Iya Om gak apa-apa. Oh iya kenalin ini namanya Tomi, kalau yang ini namanya Angga.” Ucap Naya ketika mengenalkan Tomi dan Angga pada Doni. Naya tak ingin Doni salah paham dengan adanya Tomi dan Angga yang sedang bersamanya dan Risma siang ini. “Oh iya saya Doni, pa—” “Ini Om, gue. Temennya Papa.” Potong Naya cepat ketika Doni akan memperkenalkan dirinya sebagai kekasih Naya. “Oh iya saya Doni, Omnya Naya.” Ralat Doni mengikuti alur dari Naya. “Salam kenal Om.” Ucap Angga sopan lalu pandangannya beralih pada Naya dan Risma, “Nay, Ris kalau gitu kita pulang ya. Om, lu juga udah dateng kan buat jemput kalian.” Ucap Angga yang akhirnya dimengerti oleh Doni jika 2 lelaki ini menjaga teman perempuannya yang sedang menunggu jemputan. “Iya makasih ya Tomi, Angga. Terimakasih sekali.” Ucap Doni yang diangguki keduanya, lalu mereka menuju parkiran motor untuk segera pulang karena hari sedang terik-teriknya. “Ayo ke mobil, panas banget soalnya.” Ajak Doni pada keduanya. “Kalau udah tau panas kenapa baru jemput sih Om?” Gerutu Risma yang memang tidak mengetahui alasan telatnya Doni menjemput mereka. “Tadi saya meeting dulu Ris, maaf ya. Mau makan siang dulu enggak?” Tanya Doni yang diangguki antusias oleh Risma, dengan sangat senang hati Risma menyetujui itu karena perutnya juga berdemo ingin segera diisi oleh makanan. “Ayo Om cari makanan yang enak ya, tapi yang cocok dilidah aku ya.” Pinta Risma yang membuat Naya dan Doni menggelengkan kepalanya. “Oh iya Ris sambil jalan sambil saya tanya-tanyain ya?” Tanya Doni meminta izin lebih dulu pada Risma. “Oke boleh, udah nyiapin duitnya belom Om?” Tanya Risma menelisik karena Doni tak terlihat sudah memegang sejumlah uang cash. “Nanti kamu itung aja dulu, saya transfer nanti kalau rasa penasaran saya udah terjawab.” Bujuk Doni yang mendapat gelengan kepala dari Risma. “Kalau nyawer mah sekali nanya langsung dikasih duit Om, bukan ditransfer.” Tolak Risma yang membuat Doni melipir menuju atm terdekat, untuk mengambil sejumlah uang yang akan dibuatnya menyawer Risma siang ini. Sawer-menyawer kali ini bukan untuk penyanyi ya saudaraku, melainkan untuk informasi yang membuat Doni penasaran dan sedikit membantunya untuk mengorek laki-laki mana saja yang dekat dengan kekasihnya. “Kelakuan lu selalu diluar nalar ya Ris, selalu bikin orang sekeliling lu heboh dan rempong begini.” Gerutu Naya ketika melihat Doni turun dengan tergesa dan mengantre untuk mengambil uang. Doni jarang sekali membawa uang cash ketika pergi, mungkin hanya membawa 1 juta dan tidak pernah lebih dari itu. “Biar ada usahanya lah itu si Om, biar kita juga bisa liat seberapa sabarnya dia ngadepin kita para bocil.” Ucap Risma sambil tertawa sumbang melihat Doni menyeka keringatnya sebelum memasuki bilik atm. “Lagian kenapa gak minta ditransfer aja sih Ris? Rempong tau gak sih kalau duit cash mah.” Tanya Naya penasaran dengan alasan Risma. “Naya yang cantik anaknya Om Rama, gue kan memang sengaja mau liat perjuangan Om Doni. Gue mau liat seberapa cintanya Om Doni sama lu, atau bucinnya ke lu, Nay. Ngerti kan lu maksud gue?” Jelas Risma yang akhirnya dimengerti oleh Naya, masuk akal memang alasan Risma kali ini. “Tapi lu aneh-anehin Om Doni kan kasian gue?” Risma hanya mengedikkan bahunya acuh enggan menjawab pertanyaan Naya. “Nah ini saya udah dapet uang cashnya. Kamu pegang semuanya aja.” Doni menyerahkan uang yang tadi diambilnya dari mesin atm, dengan mata berbinar dan tangan bergetar Risma menerima uang tersebut. Tak pernah sebelumnya dia memegang uang sebanyak ini. “Om ini banyak banget.” Ucap Risma tak berkedip. “Ambil secukupnya ketika saya hanya bertanya, selebihnya itu deposit saya untuk di mobil. Buat jaga-jaga kalau saya nyawer kamu lagi.” Senyum merekah Risma seketika luntur mendengar ucapan Doni. “Dasar pelit!” Pekik Risma yang membuat Naya dan Doni terbahak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN