18. Kebakaran

1009 Kata
Acara makan malam yang direncanakan oleh Diki cukup berhasil membuat istrinya bahagia. Tidak hanya Diki, tapi keluarga Rama dan Doni juga ikut andil di dalamnya. Mereka semua terlihat bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Yuni. Diki berpamitan untuk membawa pulang keluarganya ketika jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. "Hati-hati Om, Tante." Ucap Naya sambil melambaikan tangannya setelah Diki berpamitan. "Gue enggak disuruh hati-hati nih?" Cebik Risma yang masih ada di sebelah Naya. "Enggak lah, orang lu pulang sama gue sama Om Doni." Jawab Naya enteng lalu menuju parkiran mencari mobil Doni. Rama, Bella dan si kembar juga ikut pulang setelah Diki dan Yuni berpamitan. Kini tersisa Naya, Risma dan Doni yang masih di area sekitar restoran. Naya yang akan masuk ke dalam mobil masih mematung menunggu Doni yang berjalan santai menuju parkiran. "Dasar gak peka! Berasa gak punya salah banget, mana wajahnya datar banget lagi. Awas aja ya Om." Gerutu Naya yang masih bisa didengar oleh Risma. Risma hanya diam tanpa menanggapi gerutuan Naya, Risma tak ingin ikut campur dalam hubungan Naya. Dia hanya akan bereaksi ketika Naya mengajak membahas masalahnya, selebihnya Risma tak akan ikut andil. Doni yang berjalan santai menatap Naya yang juga sedang menatapnya sengit hanya bisa sabar. Jika Doni seumuran Naya mungkin hubungan mereka hanya akan bertahan beberapa hari saja batin Doni. Ketika akan sampai di dekat mobilnya, ponsel Doni berdering karena ada panggilan masuk. Doni meraih ponselnya lalu merespon panggilan tersebut sambil meneruskan jalan dan membuka kunci pada pintu mobil. "Ya, gimana?" Tanya Doni sambil menyamankan duduknya di belakang kemudi. "Yaudah oke besok pagi saya ke sana." Ucap Doni lalu menutup panggilan sepihak. Wajah Doni nampak tegang, kini air wajahnya berubah seolah sedang mendapat tekanan yang membuatnya lebih memilih diam. Risma yang berada dalam satu mobil bersama orang-orang yang bermasalah hanya pasrah. Dia akan membuka suara untuk memecah keheningan, namun dia juga tak enak hati pada sepasang kekasih di depannya ini. "Ris, maaf ya radak ngebut gak apa kan?" Tanya Doni tiba-tiba ketika jalanan lengang. "Iya Om, aku mah ikut aja kan tinggal duduk manis." Jawab Risma sekenanya. "Sayang, nanti Om juga langsung nganterin kamu pulang. Maaf Om gak bisa mampir nanti." Ucap Doni tanpa mengalihkan pandangannya. "Kenapa?" Tanya Naya yang sudah merubah duduknya. "Restoran yang di Surabaya dapurnya kebakaran. Om harus segera ke sana sekarang. Besok pagi Om harus udah sampai sana. Gak apa-apa kan?" Tubuh Naya menegang seketika mendengar itu. Air wajahnya sudah berubah tidak sejudes dan setajam tadi. Sekarang lebih terpancar kekhawatiran yang mendominasi di wajah Naya. "Aku ikut Om, aku ikut ke sana." Rengek Naya dengan suara bergetarnya. Naya yakin Doni akan menuju Surabaya menggunakan mobilnya. "Kamu besok kuliah sayang, di rumah aja ya." Bujuk Doni agar Naya tak ikut dengannya. "Boleh ijin kok." Doni menggeleng tidak menyetujui itu. "Jangan banyak ijin, harus serius kuliahnya. Totalitas cari ilmunya ya, berikan nilai terbaikmu buat kami." Air mata Naya seketika luruh mendengar itu. "Om naik apa?" Tanya Naya. "Sttt jangan nangis. Om naik mobil biar cepet. Kenapa?" Tangan Doni kini menggenggam erat tangan kanan Naya. "Jangan sendiri, aku gak mau Om kenapa-kenapa." Doni tersenyum semringah mendengar perhatian Naya. "Gak usah khawatirin Om, Om akan baik-baik aja." Ucap Doni meyakinkan Naya. Doni lalu menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat Risma. "Ris bentar lagi sampai, nanti saya gak mampir ya. Maaf, tolong sampaikan sama Pak Diki sama Bu Yuni ya." Risma mengangguk lalu mobil Doni berhenti tepat di depan rumah Risma. "Iya Om, terimakasih banget buat hari ini." Doni hanya mengangguk untuk merespon ucapan Risma. Doni melajukan mobilnya menuju rumah Rama. Naya enggan melepas tautan tangannya dengan Doni. "Sayang, udah ih jangan nangis." Ucap Doni yang tak tega mendengar isakan Naya. Jika begini ceritanya bisa dipastikan Doni akan berat melepas Naya. "Aku ikut makanya." Rengek Naya lagi. "Kamu kuliah Yang, jangan begitu ah. Om gak suka kamu ngerengek begini. Bedakan antara kewajibanmu sama keinginanmu." Tegur Doni agar Naya memprioritaskan kuliahnya daripada ikut dengannya. "Yaudah kalo gak boleh ikut, biar Pak Man yang ikut Om ke Surabaya. Biar ada temen ngobrolnya, kalo capek ada yang gantiin nyetir." "Pak Man udah istirahat, ini udah malem. Gak enak ganggu beliau." Naya langsung merajuk ketika sarannya tidak dipakai oleh Doni. Tautan tangan mereka dilepas oleh Naya. Wajahnya melengos menatap jendela menikmati keindahan Jakarta ketika malam hari. Tidak semacet ketika siang hingga sore hari. Doni menghela napas dalam melihat reaksi Naya yang terlihat kesal. "Tolong ngerti ya, Om harus ke sana sekarang. Ini juga pekerjaan Om." Ucap Doni lirih penuh kepasrahan. Sesampainya di pelataran rumah Rama, Naya langsung turun dan membuka pintu rumahnya dengan kasar. Rama yang akan membuka pintu rumah terkejut melihat Naya yang terlihat kesal. "Ada apa?" Todong Rama ketika Doni baru menutup pintu mobil. "Gue mau ke Surabaya, Ram. Resto di sana dapurnya kebakaran. Besok pagi gue harus udah standby di sana. Besok gue cuti dulu ya gak ngantor." Jelas Doni yang membuat Rama ikut terkejut. "Tapi gak ada korban kan Don?" Rama langsung menggiring Doni untuk masuk lebih dulu. "Alhamdulillahnya gak ada Ram. Cuma kita harus tutup sementara buat selidikin ini semua, dan renov dapur juga." Rama mengelus d**a lega mendengar tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. "Jangan balik sekarang, ini udah malem. Gak baik juga nyetir malem-malem dalam keadaan lelah, pikiran semrawut dan ngantuk. Ngerti kan resikonya?" Doni akhirnya menurut dengan apa yang dikatakan oleh Rama. Rama menggiring Doni menuju kamar yang biasa ditempati oleh Doni. "Ba'da shubuh gue berangkat ya Ram." Ucap Doni ketika akan masuk ke dalam kamar. "Iya nanti biar sama Pak Man kalau mau naik mobil. Kenapa gak pesawat aja sih biar efisien waktunya?" Doni menggelengkan kepalanya. "Gue lebih suka pake mobil." Rama mengangguk lalu mendorong Doni untuk segera masuk. "Tidur, istirahat dulu. Gue mau ke atas, ke kamar anak gue dulu." Rama melenggang pergi lalu menuju kamar Naya. Doni menatap langkah Rama yang menuju kamar Naya, dia kembali mengingat saat tadi Naya merajuk padanya. Doni meraup wajahnya lelah, menutup pintu kamar perlahan lalu merebahkan diri di ranjang. "Semoga kamu ngerti dengan keadaan Om sekarang ini sayang. Rasanya kepala Om juga mau pecah." Monolog Doni sambil memejamkan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN