11. Virus Ngantuk

1718 Kata
"Lo gak bestie banget sih sama gue Bal!!" teriak Sara yang sudah berhasil masuk kontrakan Babal dan mendapati lelaki itu masih molor di ranjangnya tanpa memakai baju. Lelaki ini tidak bisa dihubungi sejak tadi, padahal Sara minta jemput di Cafe Rambo setelah bertemu om Derry. Terpaksa ia naik taksi online. Rupanya lelaki ini masih jadi kerbau di kamarnya. Babal pun terusik dengan suara menggelegar Sara. Ia pun bangkit dengan mata masih terpejam. "Lo ngapain dah ke sini? Bukannya di rumah suami atau honeymoon kek, biar gue punya keponakan." Tangan Sara reflek mencubit p****g Babal dengan kasar hingga mata lelaki itu terbuka selebar-lebarnya karena kaget. Ia menjerit histeris bagai bencong perempatan yang digoda supir truk. "Ngimpi lo?!" "Heh!" Babal menutup dadanya dengan kedua tangan. "Gak sopan ya!" Sara tertawa lebar. Sebetulnya ia masih kesal, tapi ya sudahlah. Babal juga punya kehidupan sendiri sekarang setelah Sara tidak punya apa-apa lagi. Lelaki gemulai ini juga berhak bersenang-senang sejenak sebelum nanti ia repotkan lagi. "Ada apa sih? Ganggu aja." "Gue telpon lo berkali-kali gak diangkat, tahunya masih molor. Udah lah, lo lanjut tidur aja. Gue cuma mau ambil dokumen perusahaan papa, kemarin gak sempat kebawa." Sara memutar tubuhnya, meninggalkan kamar Babal sambil mengibaskan tangannya ke udara. Namun lelaki itu menyusul Sara di belakang. "Lo sendirian? Mas Banyu kemana?" Penekanan kata 'mas Banyu' yang sedikit mendayu itu membuat Sara menoleh dan ingin menjitak kepala Babal. "Mas Banyu, mas Banyu! Dia kerja." "Kok sewot! Ya wajar gak sih gue tanya begitu, orang kalian udah kewong." "Siapa juga yang kawin, kita nikah bukan kawin." protesnya sambil mengambil dokumen tersebut dari kamar yang sempat ia tempati kemarin. Langkahnya cepat dan gesit menuju pintu keluar rumah dan berpamitan dengan Babal hang masih mengekor. "Tuh gue beliin pizza sama kopi favorit lo di meja makan." Babal menarik lengan Sara untuk berhenti sejenak. "Duit darimana lo?" "Ya siapa lagi kalau bukan dari Banyu? Lo gak ingat tujuan pernikahan ini apa?" "Sumpah demi roda gerobak burger! Matre banget lo. Terus habis ini mau kemana?" "Ke lapas, gue mau ketemu papa lagi. Rencananya gue mau lanjutin mengembangkan cabang HH yang sektor pengemasan fresh fruit. Makanya gue butuh diskusi sama bokap." "Ya udah gue anterin deh." Babal melepaskan genggamannya dan sedikit panik mencari baju, kunci dan segala t***k bengeknya. Sara justru menggelengkan kepalanya. "No, no! Gue bisa ke sana sendiri, nanti aja kalau gue butuh jemputan. Gila aja gue bawa lo yang belum mandi dan masih bau iler. Minimal mandi lah sana." Babal manyun di tempatnya. Mukanya yang kusut dengan double chin dan bibir manyun itu membuatnya seperti bocah yang tidak rela ditinggal ibunya pergi *** "Gimana pernikahan kalian? Banyu baik sama kamu?" tanya papanya yang sudah duduk dengan pakaian tahanan dan cable thies membebat tangannya. Sungguh Sara tidak tega melihat papanya diperlakukan seperti ini. Ia mau papanya cepat bebas, tapi proses hukum masih panjang. Sidang demi sidang akan digelar dan pasti melelahkan. Wajah papanya yang kini tampak kurus juga sangat membuat Sara ingin menangis sekarang juga. Namun jelas ia tidak boleh menunjukkan kesedihannya di depan Mario Iswary jika tidak mau papanya ikut sedih. Sara tersenyum, "Banyu baik kok pa. Papa udah makan belum? Sara bawain makanan favorit papa, rendang." Perempuan itu mengeluarkan makanannya dari container food yang ia beli di restoran favorit mereka. Ia menyuapkan ke papanya sembari bercerita kegiatan Sara hari ini. "Pa, kemarin Sara dapet massage dari karyawan papa di sektor fresh fruit. Mereka tulus berterimakasih sama papa karena udah memberikan kesejahteraan selama kerja di cabang itu." Papanya mengunyah dan tetap mendengarkan cerita Sara. "Gimana kalau Sara buka lagi yang sektor itu? Kan sebenarnya gak terdampak langsung sama kericuhan di HH. Sara butuh saran dari papa." "Good idea. Cabang itu memang papa bedakan namanya dan segala administrasinya dari HH. Bisa dibilang itu perusahaan yang berdiri sendiri, tapi karena yang petingginya juga bagian dari HH, jadi sekarang terbengkalai begitu aja. Papa dukung kalau kamu mau melanjutkan perusahaan itu. Ya memang masih kecil, tapi kalau diurus dengan baik nanti juga besar seperti HH." Satu suapan ia arahkan lagi ke mulut papanya. "Makasih Pa. Nanti Sara cek dokumen-dokumennya dan pelajari sistem perusahaannya." "Jangan lupa ajak Banyu diskusi. Dia pasti akan banyak bantu kamu." Sara mengangguk. "Tapi Pa, kenapa Papa tiba-tiba merestui Banyu saat dia melamar Sara? Bukannya kalau menyangkut aku, Papa selalu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan dan kemauanku juga?" Papanya tiba-tiba terdiam sejenak. "Supaya kamu ada yang jagain selama Papa dipenjara. Lagian kamu duluan kan yang minta Banyu menikahi kamu." Aduh, itu dibahas lagi, membuat Sara teringat kecerobohannya lagi. "Tadi aku ketemu om Derry, Pa. Pasti Papa udah dikasih tahu kan kalau om Derry ada bukti yang mengarah kalau papa dijebak?" ujar Sara memecah topik yang memalukan itu. "Oh itu? Udah. Derry udah bilang." "Ya semoga bisa jadi bukti resmi. Biar Papa bisa bebas." tangan Sara menepuk pelan punggung tangan papanya di atas meja. Jam besuk memang dibatasi, dan obrolan mereka juga harus berakhir. Papanya juga sudah kenyang ia suapi makan dengan rendang. Saatnya pulang dan tidur pulas. Semalam ia tidak bisa tidur karena situasi kamar baru membuatnya belum terbiasa. Namun, hidup lagi capek-capeknya, Banyu malah telepon. "Lo dimana?" "Ini baru aja keluar lapas, habis jenguk Papa." "Panas banget nih, gue pengen es krim. Lo beliin deh es krim dan antar ke kantor sekarang. Gue sharelock, buruan." Dasar kutil biawak!! *** Rumah Banyu - cafe Rambo - Rumah Babal - Lapas - Mall - setelah ini kemana lagi kita? Ya! Kantor Banyu! Kalau ada kata yang tepat untuk menggambarkan hari ini, tentu saja itu cuma kata 'capek!' Sara menyandarkan punggungnya dengan lemas di kursi penumpang taksi online yang akan membawanya ke kantor Banyu. Sampai di sana, yang perlu Sara lakukan adalah mengumpat sekencang-kencangnya di depan wajah lelaki itu. Tidak tahu situasi sekali seenaknya menyuruh Sara membelikan es krim dan mengirimkannya ke kantor. Padahal Sara sudah menawarkan untuk dipesan lewat online dan dikirim pakai kurir, tapi Banyu tidak mau. Lelaki itu bersikeras agar Sara sendiri yang membeli dan mengantarkannya. Sungguh minta ditiup ubun-ubunnya biar sadar. Kakinya sudah lelah, energinya sudah habis dan badannya lemas. Namun setidaknya masih ada sisa mood ketika ia merogoh kaca kecil dari tasnya dan melihat riasan wajahnya masih rapi. Apalagi ombre di bibirnya bagus sekali hari ini, uhh!! Tiba-tiba ia bangga dengan dirinya sendiri. Ini menggelikan tapi kebahagiaan orang tentu saja berbeda-beda. Dan kebahagiaannya cukup melihat wajahnya tetap flawless seharian dengan segala aktivitas outdoor yang ia lakukan. Ia pun memejamkan mata sejenak untuk melepaskan lelah. Namun, seperti belum sampai dunia mimpi, ia dikejutkan dengan suara sang sopir yang memanggilnya. "Neng! Udah sampai Neng!" Suara kencang itu benar-benar mengagetkan Sara hingga ia memaksa matanya terbuka. Ia menengok kanan dan kiri. Rupanya ia sudah sampai di kantor Banyu. "Neng tidurnya pules banget, saya sampai 100 kali ada banguninnya. Maaf ya Neng, saya juga masih harus ambil orderan lain." "Oh gak apa-apa Pak, makasih." Ponselnya kembali berbunyi, Banyu lagi yang meneleponnya. Ck! Sangat tidak sabaran sekali lelaki satu ini. "Udah sampai mana? Lama banget sih!" makinya sampai telinga Sara panas. "Diem lo! Tinggal duduk dan tunggu aja protes terus." "Tenggoro—" Sara mematikan ponselnya kesal. Awas saja sebentar lagi Sara akan menempeleng kepala Banyu dengan penuh emosinya. Itupun kalau ia masih punya energi, kalau tidak, paling hanya silent treatment saja. Setelah memberitahu resepsionis, Sara masuk ke dalam lift dan menuju ruangan Banyu. Sebelumnya ia sudah tahu ruangan Banyu ada di mana, jadi ia langsung buka saja pintu ruangan CEO itu. Banyu sedang menelepon seseorang dengan wajah yang serius di dekat jendela. Telapak tangannya terulur tatkala melihat Sara masuk mengisyaratkan perempuan itu untuk menunggu sebentar. "Ya, aku tahu." ujar Banyu dengan nada lirih dan penekan. Sara sedikit mengerutkan kening karena cara bicara Banyu sangat berbeda dengan biasanya. Ia seperti menahan marah, emosi atau sesuatu yang tidak mengenakkan dalam dirinya. Tatapannya menatap nyalang ornamen yang di atas meja nakas. Siapa yang sedang menelepon Banyu? Akan tetapi, itu bukan urusan Sara. Ia tidak peduli Banyu sedang berkesibukan apa, yang jelas tujuannya ke sini hanya untuk mengantar es krim dan pulang. Oh sebelum pulang tentu saja ia harus menampol kepala Banyu lebih dulu. Banyu menghampiri Sara yang sudah duduk di sofa tamu, lelaki itu pun ikut duduk mensejajari. "Lo kesini gak pakai sapu terbang kan? Lama banget." Sara menipiskan bibirnya. Harus sabar-sabar menghadapi lelaki kadut ini. "Tuh es krimnya. Udah ya, gue mau pulang bobok cantik." Ia berdiri dari sofa dan akan pulang sekarang juga, tapi tangannya di tahan oleh Banyu. Sepertinya lelaki ini memang hobi menarik tangan orang. "Temenin gue makan es krim, nanti pulangnya sama gue." Banyu melihat jam di tangannya. "bentar lagi jam kerja gue habis." Bukannya senang karena Sara tidak perlu repot-repot memesan taksi online, ia justru benar-benar menginjak kaki Banyu yang terbalut sepatu hitam mengkilat. Banyu pun berteriak dan mengangkat kakinya. "Gila lo ya? Memang kaki gue puntung rokok?!" "Udah tahu mau pulang ngapain suruh gue kesini dulu? Kan gue bisa bawa es krimnya pulang dan lo makan di rumah. Gak tahu orang lagi capek?!" Napas Sara memburu, dadanya naik turun tidak teratur hanya karena mengucapkan rentetan kata itu dengan penuh emosi. Ditambah ia sudah lemas luar biasa karena belum makan. Sial! "Ck! Kalau capek bilang dong. Sini gue peluk!" ujar Banyu tanpa dosa dan langsung meraih tubuh Sara dengan mudahnya, mendekapnya dalam pelukan. Sara yang sedikit berontak pun kemudian terdiam saat suara langkah kaki terdengar dan kaki itu terlihat dai bagian bawah vertical blind ruangan Banyu. "Sssttt, ada Ardi. Kita harus terlihat pasutri beneran kan?" bisik Banyu di telinga Sara. "Masa' dia gak dikasih tahu sih kalau kita cuma nikah kontrak?" balas Sara yang masih berusaha lepas dari pelukan itu. "Mulutnya gak bisa dikontrol, suka keceplosan. Kalau gue kasih tahu, nanti tiba-tiba ada headline di koran soal nikah kontrak CEO Artblue dengan cewek barbar. Pacarnya kan jurnalis." masih bisik-bisik. Kurang ajar sekali menyebut Sara dengan cewek barbar. Kalau Sara barbar, Banyu apa? Om om m***m? "Gue gak terima ya disebut barbar." "Oke sorry." Wajah Ardi pun muncul di balik pintu ruangan Banyu. Ia mengedarkan pandangannya dan menemukan pasutri ini sedang berpelukan dengan mesranya di sofa, akhirnya ia pun hanya tersenyum lebar menampilkan barisan giginya. Tangan Adri lalu melambai, mempersilakan untuk melanjutkan kegiatan halal itu lalu menghilang. Ardi pun pergi. Seketika, Banyu pun melepaskan pelukan itu. Namun ia mengernyitkan dahi karena tangan Sara terjatuh di pahanya dan tubuh Sara terkulai di dadanya. Perempuan itu tertidur. Oh, sungguh sangat epic! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN