10. Kartu Hitam Pamungkas

1037 Kata
Beberapa saat setelah Banyu selesai mandi dan masuk kamarnya, Sara diam-diam keluar kamar dan gantian masuk ke toilet. Rencananya, selesai mandi, Sara akan keluar setelah mendengar pintu kamar Banyu terbuka dan lelaki itu akan pergi duluan ke kantor. Sara malu luar biasa jika harus menghadapi Banyu setelah tantangan memalukan tadi. Benar-benar Banyu ini manipulatif sekali. Hampir tiga puluh menitan, Sara tidak juga mendengar suara langkah kaki atau mobil Banyu yang meninggalkan garasi. Katanya tadi Banyu harus buru-buru ke kantor karena ada meeting. Kok belum berangkat juga? Lama-lama di kamar Sara bosan juga, lagian ia sudah janji pada om Derry akan sampai Cafe Rambo sekitar pukul sembilan pagi. Ini sudah setengah sembilan dan jalanan pasti macet parah. Mau tidak mau, ia pun keluar dari kamarnya. Dalam hatinya, semoga saja Banyu sudah berangkat. Dan Voila! Apa-apaan ini? Banyu berdiri di depan pintu dengan setelan jas kemeja dan celana kain yang rapi. Rambutnya sudah klimis mengkilat menyilaukan mata. Tangannya bersidekap. "Dandan apa ketiduran sih? lama banget." sindirnya. "Menurut lo? Lagian ngapain sih nungguin gue di depan pintu? Bukannya tadi bilang buru-buru?" "Gue mau ajak lo berangkat bareng. Lo kan gak ada mobil." "Gak perlu repot-repot. Gue bisa naik ojol!" Sara berjalan melewati Banyu yang bau parfumnya sampai ke indra penciumannya dengan sopan. Wangi. Namun, ia tetap berjalan menuju pintu keluar. Belum sampai tiga langkah, Banyu berujar lagi. "Ojol sekarang susah masuk perumahan ini, kemarin habis ada yang perampokan, korbannya di potong jari-jarinya, pelakunya driver ojol, jadi sekarang pengamanannya lebih ketat. Bisa jadi pesananmu nanti di karantina dulu sama satpam di depan. Ya gue sih niat baik ya mau ajak bareng, tapi kalau gak mau juga gak apa-apa, gue berangkat duluan." Banyu berjalan menjauh setelah berhasil membuat Sara berpikir ulang. Daripada ia telat ke Cafe Rambo dan om Derry keburu disibukkan dengan pekerjaannya yang super banyak, akhirnya Sara terpaksa menyetujui penawaran Banyu. "Oke gue ikut!" seru Sara dengan gengsi yang terpaksa ia kubur dalam-dalam. Tanpa berbalik badan, Banyu pun tersenyum miring. *** Sempat-sempatnya Sara touch up di dalam mobil yang dikendarai Banyu dengan ugal-ugalan. Anehnya, tidak ada yang melenceng. Alisnya terbentuk sempurna dan lipstiknya pas dengan bentuk bibirnya. Perfect, batinnya. "Lo tuh cantik." ujar Banyu yang akan disambut dengan ucapan terima kasih oleh Sara. "Kalau gak dilihat." lanjut Banyu. Sara yang sudah senang karena mendapat pujian pun, mengatupkan bibirnya rapat. "Gak perlu validasi lo, gue juga udah sadar kalau cantik." balas Sara lanjut kembali merapikan rambutnya yang tergerai. "Narsistik sama kepedean beda tipis sih." sarkas Banyu, membuat Sara semakin kesal saja. Perempuan itu pun menoleh dengan tatapan tajam. "Bisa diem gak sih mulut lo! Fokus nyetir aja biar gue sampai tepat waktu dan lo juga gak telat ngantor!" Sepertinya Sara menyesali menyetujui Banyu untuk berangkat bersama. Ia baru ingat kenapa tidak kepikiran menelepon Babal. Ya Sara tahu kalau bisa saja lelaki alemong itu menginap di rumah temannya atau belum pulang party, tapi bukan Sara namanya kalau tidak bisa memaksa Babal. Kalau begini, baru setengah perjalanan ia bisa kena mental! "Yeee kok sewot?! Gue kan cuma bercanda biar gak krik-krik banget. Lagian gue bukan sopir yang lo diemin gitu aja." "Apapun yang keluar dari mulut lo kenapa ngeselin banget sih Bay? Gue lagi menenangkan diri buat ketemu om Derry, lo brisik banget!" "Memang pengacara bokap lo mau ngomong apa sih?" "Sok mau tahu banget sih Banyu!" Sara menggerutu dalam hatinya. Banyu masih menunggu jawaban Sara yang terdiam. Sesekali lelaki itu menoleh lalu fokus kembali menyetir. Namun ternyata memang tidak dijawab pertanyaannya. Baiklah, tiba-tiba Banyu punya ide untuk mengerjai perempuan ini. Ia sengaja menambah kecepatan mobilnya. Menyalip mobil di kanan dan kiri hingga penumpangnya oleng ke kanan dan kiri. Mengerem mendadak dan kembali melaju kencang. Sara pun bergidik ngeri dan otomatis tangannya memegang handle mobil. Satu ... dua ... tig— "Banyu!! Gue masih mau hidup!" Banyu tertawa terbahak melihat respon Sara yang menurutnya lucu itu. Berhasil. "Apaan Sih Bay! Gak lucu!" "Katanya tadi suruh fokus nyetir biar cepet sampai. Lagian ditanyain diem aja. Kalau gue gak boleh tahu, ngobrol dong, gue gak akan pemasaran lagi." Sara menetralkan detak jantungnya saat Banyu sudah memelankan laju mobilnya. Ia menghembuskan napasnya kasar-kasar. Benar-benar seperti anak kecil. "Baper banget lo! Dibilangin gue lagi menenangkan diri, lo cerewet banget sih!" "Heh! Gak boleh ngomong 'cerewet' ke suami!" Dih!!! Sara menaikkan bibir atasnya. Suami bohongan sih iya. Ia pun menolehkan wajahnya ke arah jalanan. Tidak mau lagi menanggapi celotehan Banyu. Tidak penting. Seketika suasana benar-benar jadi hening. Banyu tidak lagi bersuara atau mengejek atau bersenandung seperti tadi. Lelaki itu diam seribu bahasa. Namun malah membuat Sara merasa bersalah karena tidak menjawab pertanyaan Banyu dengan serius. Akhirnya ia melihat ke arah Banyu yang sekarang sungguhan menyetir dengan fokus. "Katanya om Derry punya temuan bukti kalau papa gak terlibat. Tapi gak tahu bukti itu bisa dijadikan bukti resmi atau enggak di pengadilan." jelas Sara. Banyu hanya menoleh dan mengangguk, tanpa menanggapi. Jujur, Sara sebenarnya siap tidak siap kalau menyangkut tentang papanya. Ia sedikit deg-degan mengetahui bukti apa yang om Derry temukan, dan ini terus ada di kepalanya sejak semalam. Mobil Banyu pun sampai di depan cafe Rambo dan Sara bersiap untuk turun setelah mengaca, memastikan riasannya seperti biasanya. Ia membuka pintu mobilnya, tapi lengan bajunya ditarik oleh Banyu. "Bentar." ujarnya. Lelaki itu pun merogoh saku belakang celananya, mengeluarkan dompet dan satu kartu berwarna hitam. Lalu ia serahkan pada Sara. "Pernikahan ini memang kontrak, tapi gue tetep mau jadi suami yang bertanggung jawab. Pake aja buat keperluan lo. Kalau ada problem bilang." Sara menerimanya dengan sedikit enggan. Sejujurnya ia memang butuh uang untuk membayar pengacara akhir bulan ini, tapi rencananya ia mau meminta cash saja sesuai nominal. Namun sekarang Banyu malah sudah lebih dulu memberinya kartu hitam pamungkas ini. Syukur deh. Sara pun tersenyum. "Oke, thanks." Banyu mengangguk sekali. "Perlu dijemput?" "No, gue bisa pulang sendiri. Lo pasti sibuk banget dan gue gak mau ngrepotin." "Ardi bisa jemput kalau mau." Ardi adalah personal asisten Banyu. Sekali lagi Sara menggeleng. "Udah ya, gue turun." Sara benar-benar akan turun kali ini, tapi lagi-lagi di tahan oleh Banyu. Ada apa lagi sih? "Itu di depan ada staffnya om Derry yang kemarin ikut jadi saksi nikah, lagi lihatin kita." Banyu mengulurkan tangannya ke depan Sara. "Cium tangan gue biar gak dikira istri durhaka!" Buset!! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN