Tok... Tok... Tok....
"Ka!" Rado mengetuk pintu kamar yang dikunci dari dalam. Dia tidak mendengar suara apapun. Padahal, sebelumnya masih terdengar suara pergerakan Meyka. "Lo tidur?" Tanpa sadar dia berteriak.
Rado menghela napas berat. Dia sudah menunggu, tapi Meyka tidak kunjung keluar kamar. Sepertinya dia tidak bisa memaksa lagi. "Ya udah kalau lo nggak mau pergi, gue pinjem mo...."
Ceklek....
Belum sempat Rado menyelesaikan kalimatnya, Meyka membuka pintu. Seketika Rado mundur dan memperhatikan penampilan Meyka. Wanita itu mengenakan kulot berwarna putih dengan crop top berwarna navy. Rambut Meyka dikepang dua dan kepalanya ditutup dengan topi nelayan senada dengan kausnya.
"Oke, mau pergi, kan?" tanya Rado melupakan kalimat sebelumnya. Sebenarnya dia ingin meminjam mobil saja jika wanita itu tidak mau menemaninya. Tetapi, melihat Meyka sudah siap, tentu dia tidak menyiakan kesempatan itu.
"Tapi, lo yang nyetir." Meyka melempar kunci mobil ke Rado lalu berjalan lebih dulu.
"Nggak masalah." Rado mengambil kunci yang terjatuh di lantai dan mengejar Meyka. Dia senang akhirnya Meyka luluh. Padahal, yang dilakukan hanya terus mengetuk pintu kamarnya. Meyka ternyata tidak betah dengan tindakannya.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah berada di mobil. Meyka membenarkan topinya, merasa kurang nyaman. Kemudian dia berkaca di spion, memperhatikan riasannya.
"Udah cantik kok. Nggak perlu dandan lagi."
"Ck! Apaan, sih?" Meyka duduk bersandar dan menatap jalanan yang padat merayap. "Kita mau ke mana?"
"Entah...."
"Lo yang punya rencana, Kak. Gimana, sih?"
Rado mengangkat bahu. "Gue nggak punya rencana spesifik, yang penting keluar," ujarnya. "Ada saran?"
"Balik."
"Percuma, dong, lo udah dandan cantik-cantik."
Meyka mendengus. "Cewek kalau lagi niat dandan, di rumah aja dia bisa dandan," jawabnya. "Saran gue balik."
"Enggak!" Rado menggeleng tegas. Dia terus melajukan kendaraannya hingga melihat baliho iklan wahana bawah laut. "Wah, ke situ aja seru!"
Meyka menoleh dan melihat arah tunjuk Rado. Dia membungkuk berusaha mencari tahu, tapi mobil lebih dulu melewati. "Ke mana?"
"Wahana bawah laut."
"Mau liat ikan doang?"
"Gue belum pernah ke sana," jawab Rado. "Itu yang bisa nyelam itu, kan?"
"Iya."
"Gue mau coba."
Meyka tidak merespons. Dia pernah ke wahana itu bersama Dion. Memang seru melihat banyaknya jenis ikan dan hewan-hewan laut. Tetapi, dia kurang bisa menikmati karena saat itu sempat bertengkar. Sekarang, dia ke tempat itu lagi setelah putus dengan Dion. Dadanya tiba-tiba terasa sesak.
"Nggak suka ke tempat gituan?" tanya Rado melihat Meyka yang beberapa kali menghela napas panjang.
"Enggak kok."
"Terus, ada sesuatu?"
Meyka menggeleng pelan. "Pernah ke sana sama mantan."
"Ck! Lupain mantan lo," tekan Rado. "Waktu itu ngapain aja?"
"Lupa." Tentu saja Meyka tidak akan memberi tahu Rado.
"Gue bakal bikin lo lupa sama mantan lo itu."
"Nggak perlu, gue udah lupa."
Rado melirik sekilas. Meyka bisa mengatakan itu, tapi tidak dengan ekspresinya. Tangannya terangkat, mengusap pundak Meyka pelan. "Nggak usah dipikirin."
"Gue nggak apa-apa," jawab Meyka sambil membuang muka. Dia mengusap sudut mata kala tiba-tiba matanya buram. Dia tidak boleh memikirkan Dion dan membuatnya menangis di depan Rado.
"Di sana ada apa aja, ya?" Rado sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Nanti tahu sendiri."
"Bisa foto sama ikan nggak, ya?"
"Mending foto sama buaya."
"Gue, dong! Hahaha...." Rado terbahak.
Meyka menoleh sambil menahan tawa. "Tapi, waktu itu ngaku patah hati."
"Anggap aja buayanya lagi sakit."
"Aneh-aneh aja." Meyka menatap depan sambil menahan senyuman. Rasa sedihnya perlahan teralihkan oleh candaan Rado.
***
Begitu sampai, Rado terlihat begitu antusias. Dia menuju ke tempat menyelam dan mendengarkan komando. Sebentar lagi, dia akan turun ke bawah.
Meyka tidak ikut dan memilih melihat ikan-ikan di akuarium besar. Sebenarnya, dia sejak tadi menunggu Rado. Saat baru datang sudah ada dua orang yang menyelam, tetapi sampai sekarang Rado belum juga muncul.
"Ck!" Meyka berdecak sambil mengalihkan pandang.
Byur....
Begitu mendengar suara air, Meyka menoleh. Dia melihat ada tiga orang turun dengan seorang pemandu. Si pemandu melambaikan tangan menyapa pengunjung yang melihat dari luar. Terutama kepada anak-anak kecil yang menonton dengan takjub.
Meyka mengambil ponsel, merekam seorang penyelam yang berenang ke arahnya. Penyelam itu melambaikan tangan dan menggerakkan tangan menirukan kaki kepiting. Meyka menahan tawa dan terus merekam.
Sebelumnya, tentu saja Rado yang meminta Meyka melakukan itu. Meyka yang enggan berdebat, memilih mengiakan saja.
Di dalam akuarium besar itu, Rado melihat banyak ikan-ikan laut yang bahkan baru dia lihat pertama kali. Dia mencoba mendekati ikan-ikan itu, tetapi ikan itu segera menjauh. Kemudian ada seekor kura-kura berukuran sedang berenang mendekati Rado.
Rado melambaikan tangan ke kura-kura itu dan mendekat. Dia menghadap ke Meyka dan mengangkat kedua tangan. Tepat setelah itu, si kura-kura berenang menjauh.
"Sini...." Meyka menggerakkan tangan ke arah kiri. Dia melihat beberapa ikan bergerombol, akan bagus jika ikan-ikan itu terekam.
Rado menurut. Dia mendekati ikan itu, tetapi sesuai dugaan ikan itu segera menjauh. Rado geleng-geleng dan membuat Meyka tertawa.
Entah berapa lama tiga orang itu menyelam, tahu-tahu pemandu sudah memberi aba-aba untuk naik. Meyka melambaikan tangan ke Rado yang tidak kunjung menjauh dari depan. "Sana balik."
Kedua tangan Rado bergerak ke kiri dan ke kanan. Rasanya membahagiakan berada di air. Selain itu, dia bisa melihat Meyka yang menatapnya takjub.
"Sana!" Meyka bergerak ke kiri dan Rado mengikuti. "Hahaha...."
Rado melambaikan tangan, tetapi Meyka tidak membalas. Dia terus mengikuti wanita itu seolah sedang bermain-main.
"Sana!" Meyka mengibaskan tangan lalu berjalan menjauh. Setelah beberapa langkah, dia berbalik dan melihat Rado masih berada di depan kaca. "Sana balik." Dia menunjuk ke arah belakang Rado, melihat pemandu yang mendekat.
Rado masih sibuk melambaikan tangan, saat ada tepukan pelan di pundaknya. Dia menoleh dan pemandu itu menunjuk arah atas. Sebelum kembali, Rado menatap Meyka, menggerakkan tangan di depan bibir dan mengarahkan ke wanita itu.
"Idih, apaan!" Meyka bergidik, tahu Rado sedang memberinya cium jauh.
Perlahan Rado naik bersama pemandu. Sedangkan Meyka mendekati kaca sambil memperhatikan dua orang yang perlahan bergerak ke atas, hingga tidak terlihat lagi. "Keren banget," pujinya lalu memunggungi kaca. Saat itulah Meyka sadar ponselnya masih merekam. Buru-buru dia mematikan dan tampak gelisah. "Semoga suara gue nggak kedengeran."
***
Usai menyelam, Rado kembali menemui Meyka. Dia mengusap rambutnya yang basah sambil sesekali mengusap telinga. Dia merasa telinganya berdengung dan agak nyeri. Padahal, ini bukan pertama kalinya dia menyelam.
"Gimana? Gue keren, kan?" tanya Rado setelah beberapa langkah dari Meyka.
Meyka duduk di kursi tunggu dengan ekspresi bosan. Dia pikir, Rado segera menghampirinya. Tetapi, dia menunggu hampir satu jam. Entah apa yang dilakukan Rado.
"Keren nggak?" Rado duduk di samping Meyka sambil mengusap telinga.
"Lumayan."
"Kok lumayan?"
Meyka mengangkat bahu. "Nih...." Dia mengembalikan ponsel dan dompet Rado. "Udah gue rekam sesuai permintaan."
"Bagus nggak videonya?" Rado membuka galeri dan memutar videonya. Dia tersenyum, melihat momen saat dia perlahan turun dan menyapa pengunjung. Rado terkekeh geli melihat tangannya yang tidak henti melambai. "Keren juga videonya."
"Jangan ngejek."
"Makasih, Ka." Rado mengusap dagu Meyka.
Meyka melotot dan memukul lengan Rado. "Udah, sekarang ngapain lagi?"
Rado memasukkan ponsel di saku celana lalu mengedarkan pandang. "Balik, yuk!"
"Gitu doang?" tanya Meyka heran. "Nggak mau lihat ikan-ikan lain?"
"Gue laper."
"Rugi, dong ke sini cuma nemenin lo."
"Nggak juga!" Rado berdiri dan menarik tangan Meyka. "Habis renang, paling enak makan makanan berkuah."
Meyka geleng-geleng. "Untung gue pernah ke sini, jadi nggak rugi-rugi amat."
***
Meyka tahu, dari dulu Rado itu tidak bisa diam. Di antara teman-teman Merlin lainnya, Radolah yang paling aktif. Meyka ingat sekali jika Rado dulu sering bermain sepak bola bersama anak-anak komplek. Tidak peduli dia besar sendiri.
Usai menyelam, Meyka pikir Rado akan kelelahan dan memilih untuk pulang. Ternyata tidak, Rado mengajak ke tempat hiburan lain. Meyka yang tidak banyak melakukan kegiatan saja sudah kelelahan.
"Mau naik tornado?" tanya Rado begitu melihat poster wahana yang katanya menakutkan itu. Padahal, menurutnya tidak semenakutkan itu.
"No, thanks."
"Lo pernah ke sini?" tanya Rado sambil memperhatikan Meyka yang telah melepas topi nelayannya.
"Pernah."
"Terus, ngapain?"
"Foto-foto?"
"Foto-foto doang?" Rado geleng-geleng. "Rugi, dong." Dia merangkul Meyka dan menariknya mendekat.
Meyka berusaha melepaskan, tetapi Rado tetap menariknya mendekat. Dia berusaha biasa saja dan berjalan santai. Sejauh mata memandang, dia mendapati sepasang kekasih yang melakukan hal yang sama. Memang ini weekend dan mereka pasti melakukan quality time. Sayangnya, Meyka merasa tidak pantas berbuat seperti ini dengan Rado.
"Mau foto di sana?" Rado menunjuk ke deretan patung. "Gue fotoin."
"Enggak, deh!"
"Nggak terima penolakan," jawab Rado sambil melepas rangkulan. Sebagai gantinya, dia menarik tangan Meyka dan mengajak berlari.
"Kak Rado!" Meyka kaget karena tarikan tiba-tiba itu. Dia menatap Rado yang tetap berlari. Meski dari arah samping agak belakang, Meyka bisa melihat jika Rado tersenyum bahagia. Meyka tanpa sadar ikut tersenyum.
"Sana, lo dulu yang foto." Rado melepas genggaman dan mengeluarkan ponsel.
Meyka berjalan beberapa langkah dan menghadap Rado. Dia mengangkat kedua jari dan tersenyum ke kamera. Tetapi, Rado menggeleng memintanya ganti gaya. "Terus, gimana dong?"
"Gaya lain."
"Ck!" Meyka membentuk tanda love dengan jari. Rado segera memfoto Meyka.
"Ganti."
"Udah," tolak Meyka sambil mendekat.
Rado menarik pundak Meyka dan mengangkat kamera. "Senyum, dong!" pintanya karena Meyka menunjukkan wajah jutek.
Meyka mencoba gaya-gaya aneh. Rado terus memfoto, tidak lagi protes dengan gaya Meyka. "Udah, Kak." Meyka bergeser menjauh.
"Udah terlanjur ke sini, masa nggak mau naik wahana apapun?" Rado memasukkan ponsel ke saku dan melihat anteran wahana yang mengular. "Kayaknya nggak usah naik, deh."
"Kita dateng kesiangan."
"Ya masa kita balik?"
"Balik adalah keputusan terbaik." Meyka menjulurkan lidah lalu berjalan lebih dulu.
Rado menahan tawa. Sejak awal wanita itu selalu meminta pulang. Apakah dia gagal membuat Meyka menikmati suasana? "Mau ke pantai nggak?"
"Jangan macem-macem, deh!"
"Emang kenapa? Pantai nggak jauh dari sini, kan?" Rado mengejar Meyka dan kembali merangkulnya. "Atau, ngadem di kafe aja?"
"Enak di apartemen ngadem sambil tidur."
"Tidur?"
Meyka mendongak dan melotot, tentu saja tahu maksud Rado. "Tidur sendirian."
"Tahu, Ka." Rado mengusap puncak kepala Meyka dengan gemas. "Tanggung pulang siang-siang. Sekalian agak gelap aja gimana?"
"Gue maunya pulang sekarang."
"Nggak menikmati suasana banget," keluh Rado sambil melepas rangkulan.
Meyka mengangkat bahu dan berjalan agak cepat. Tetapi, tiba-tiba ada yang menarik kakinya dan membuat tubuhnya melayang. "Kak Rado!"