07-Don't Cry, I Hate It

1407 Kata
happy reading   Via berlari ke kelas Rangga yang sangat jauh dari kelasnya sekarang. Napasnya sudah putus-putus. Gadis itu langsung masuk ke kelas Rangga yang pelajarannya sedang berlangsung. Tanpa bicara apa pun, Via langsung menarik Rangga keluar dari kelas. Membiarkan dosen cantik yang memasuki usia 40 itu mengomel tiada henti di dalam kelas. "Ada apa?" tanya Rangga dengan nada panik. Apalagi kalau bukan menyangkut Key? Pasti ada yang terjadi dengan gadis itu hingga Via sepanik ini. "Keyra menghilang." "Apa?? Bagaimana bisa? Aku kan udah bilang jangan sampai meningggalkan Key. Ada yang sedang mengincarnya, Vi!" Rangga mengusap wajahnya kasar. "Tadi Key minta aku buat masuk ke kelas duluan. Dan karena kelas sudah dekat jadi aku biarin dia sendirian," jelas Via masih melangkah cepat. Entahlah mereka akan ke mana. "Sudah dihubungi?" "Gak diangkat!" "Telepon Dicky sama kak Rafael juga," suruh Rangga dan masih mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kampus yang mereka lewati. Berharap mereka segera menemukan Key. * * Keheningan di dalam mobil Bisma terbuyar ketika ponsel Key berdering meminta perhatian sang pemilik. Key merogoh ponselnya di tas selempang yang ada di pangkuannya. "Via," ucap Key pada Bisma, dan detik berikutnya ia merutuki kebodohannya sendiri. Secara tidak langsung itu berarti Key meminta izin pada Bisma untuk menerima telepon, kan? "Biarkan saja," ucap Bisma masih santai. Dan... ajaib! Key menurutinya. Ia membiarkan ponselnya berdering berkali-kali. Beberapa saat kembali hening. Key tak tahu akan dibawa kemana oleh Bisma. Sampai mobil Bisma berhenti di sebuah gedung yang menjulang tinggi. Bisma memarkirkan mobilnya di basement dengan rapi lalu turun membukakan pintu mobil untuk Key. "Ini di mana?" Key bertanya bingung dan enggan turun. Bisma kembali meraih jemari Key dengan sedikit paksaan agar gadis itu segera keluar. "Aku ingin pulang," lirih Key. Perasaannya mulai tak enak. Well, perasaan yang datang terlambat karena sudah sejauh ini, Key. Key yakin ini adalah apartemen. Dan Bisma membawanya ke sini?? Bisma menarik Key memasuki lift lalu menekan tombol empat belas. Suasana di antara mereka masih hening. Key semakin ketakutan. "Biarkan aku pulang." Bisma menarik kedua pergelangan tangan Key ke arahnya hingga tubuh Key nyaris membentur tubuhnya. Bisma menatap Key dengan tajam sampai Key tak bisa berkata-kata lagi.  Sampai lift berhenti dan pintunya terbuka, Bisma kembali menarik Key. "Kita mau ke mana sebenarnya?" tanya Key lagi dengan nada yang lebih tinggi. Bisma berdiri di depan sebuah pintu besi berwarna hitam mengkilap, sepertinya ini apartemen orang-orang kaya. "Enam digit," ucap Bisma tanpa melepaskan tautan jemari mereka. Key menoleh heran. Seperti tatapan 'maksudmu?' "Password-nya 6 digit," ucap Bisma lagi. Tatapannya masih datar pada mesin kode pintu apartemen. "Menurutmu apa?" Bisma meminta jawaban Key lebih cepat karena gadis itu malah memasang tampang bodohnya. Membuat Bisma kesal sedikit gemas juga. "Mana aku tahu! Ada 10 angka, jika diacak sampai tahun depan pun aku tak yakin aku akan menemukannya!" ketus Key sangat kesal. "Tak ingin mencobanya?" Key menggeleng. "Tebak saja." Key mulai berpikir lagi. "120494 mungkin. Ah, entahlah," ucapnya tak mau tahu lagi. "Lihat ini." Bisma mulai menekan enam digit angka yang menjadi password apartemennya. Angka yang sama dengan apa yang tadi Key sebutkan. Pip! Pintu pun terbuka. Key masih melongo tak percaya. Itu tadi, tanggal LAHIRNYA!! Segila inikah seorang Bisma Karisma terobsesi terhadap dirinya?? Tanpa ia sadari, Bisma sudah kembali menariknya masuk. Bisma mendudukkan Key di sofa lalu ia menyalakan layar LCD di depan mereka. Key merasa familiar dengan tempat yang ditampilkan di depannya. Itukan... jalan raya depan kampusnya. Apa maksudnya ini?? "Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," ucap Bisma menekan tombol zoom in pada remote. Terlihat seorang gadis dengan rambut sebahu sedang berdiri di depan halte bus. Bisma kembali menekan tombol zoom in agar lebih jelas dan dekat. "Sudah mengenalinya?" tanya Bisma lagi. Ya, Key pernah melihatnya. Tapi siapa?? Key berpikir keras tentang itu. "Dia yang tadi kau bully, Key." Bisma mengingatkan. Mata rusa Key terbelalak kaget. Apa maksud dari semua ini? Kenapa Bisma menunjukkan ini padanya? "Lisa." Key bergumam mengingat nama gadis itu. Bisma menekan zoom out agar posisinya menadi seperti awal tadi. Sekarang keadaan di sana seperti biasa. Tak ada yang aneh. Wajah Lisa juga tak begitu terlihat karena video ini diambil dari atas. "Ingat, Key, ini live. Kuharap kau menyukainya karena aku akan melanjutkan acara bullying-mu." Key menoleh cepat untuk menatap Bisma. Tatapannya was-was dan tak percaya. Ia tak mengerti. Tapi perasaannya berkata akan ada hal buruk setelah ini. Live? Jadi kamera ini sedang tersambung langsung dengan keadaan di depan kampusnya?? "It's show time, Baby." Bisma meraih dagu Key lalu mengarahkan wajah Key pada layar di depannya. Bisma menunjuk seorang wanita yang baru saja melewati jalan dan menjatuhkan dompetnya di tengah jalan. Lisa terlihat berjalan ke tengah jalan dan mengambilkan dompetnya. "Lisa!! Tidak! Pergi dari sana!!" pekik Key panik, tapi percuma karena Lisa juga takkan mendengarnya. Lisa sudah berdiri dan akan mengembalikan dompet di tangannya. "Oh, astaga!!" Key menutup mulutnya sendiri saat ferrari berwarna hitam melaju cepat ke arah Lisa. "Bisma, STOP IT!!!" tepat saat Key menyelesaikan kalimatnya, tubuh Lisa sudah terlempar puluhan meter karena benturan keras dengan mesin baja dari Italia itu. Kejadiannya begitu cepat. Key menggeleng dengan air mata yang sudah meleleh deras. "Tidak mungkin!!" pekiknya frustrasi dan sedikit tertahan karena tangannya menutupi wajahnya. Ia nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan. Pria di sebelahnya? Ia menekan tombol off dan bersandar santai di sandaran sofa. "Petunjukan yang bagus," ucapnya dan seperti tak terjadi apa pun sebelumnya, ia malah menutup mata dan membiarkan Key menangis di sebelahnya. Key masih terisak tak percaya. Ia baru saja melihat pembunuhan berencana. Dan Lisa, orang yang beberapa menit lalu bertemu dengannya adalah korbannya. Karena dirinya. Sebenarnya siapa Bisma? Ia membunuh tanpa menyentuh korbannya. Oh tunggu, siapa yang mengatur kamera di sana? Siapa yang melajukan ferrari hitam tadi?? Dan apa wanita itu sengaja menjatuhkan dompetnya?? Pikirannya berkecamuk. Benar-benar rencana yang halus. Dan... bukankah itu terlalu cepat mengingat Key dan Bisma baru saja meningggalkan kampus. Kapan Bisma merencanakannya?? Seingatnya Bisma tak menyentuh ponselnya sama sekali sejak tadi. Apa Lisa juga tidak ada kelas lagi setelah ini? Kenapa ia yang harus ada di halte bus dan mengambilkan dompet itu? Sulit dipecahkan. "Kenapa kau melakukannya?!" teriak Key setengah terisak pada Bisma yang terlihat tenang dengan kedua mata yang masih terpejam rapat. "Aku melanjutkan acara bullying-mu, Key. Juga... aku sudah bilang padanya kalau dia berhutang padaku karena menyelamatkannya darimu. Kurasa ini impas," jawab Bisma seperti tanpa beban di setiap katanya. "Kau gila?!" Bisma hanya berdehem sebagai jawaban. Membenarkan mungkin. "Jadi... selama ini dugaanku benar? Kau..." "Wanita yang mati mengenaskan di lantai sembilan, dia Viola, gadis yang pernah bertengkar denganmu di parkiran karena kamu tak sengaja membuat mobilnya sedikit lecet. Kuharap kau mengingatnya. Lalu Gilang, pria yang 'diduga' bunuh diri di toilet, dia pernah menggodamu di perpustakaan." Mulut Key menganga tak percaya. Keringat dingin sudah membasahi dahinya. "Kemarin. Navila, dia yang memberitahukan Rangga saat aku ingin berbicara padamu. Jatuh dari lantai teratas setelah memang mati. Aku benci tak memotong kepalanya saat itu. Sayang sekali." Tubuh Key membeku di tempat. Napasnya memburu dengan jemari saling tertaut kuat. Matanya basah.  "K-kamu membu-nuh me-mereka semua?!" "Aku? Bagaimana aku melakukannya, kalau setiap kejadian itu aku selalu ada di sekitarmu, kan?" Ah, Key membenarkan dalam hati. Tapi apa maksud Bisma? Dia tahu detail kejadian itu. Seharusnya kalau Bisma melakukannya, akan ada banyak darah di tubuhnya. "Lalu... apa maksudmu? Apa arti ini semua? Siapa yang membantumu melakukannya?!" Key masih dikuasai emosi yang begitu tinggi. "Apa kamu membunuh semua orang yang bersalah padamu?" Suara Key sedikit turun, walau masih terlihat emosinya. "Tidak. Kamu. Kamu memilih Rangga, itu kesalahan. Tapi aku tidak membunuhmukan. Padahal aku sangat ingin." Key berdiri dengan spontan. Sungguh, ia belum siap mati. Apalagi dengan cara keji dan berakhir mengenaskan. Tidak!! "Kamu takut padaku?" Bisma mendongak menatap Key yang sudah ketakutan setengah mati. "Aku ingin pulang. Tolong," pinta Key memohon dengan sangat memelas. Ia mengusap air mata dengan punggung tangannya. "Aku tidak akan membunuhmu, Key. Duduklah." Suara Bisma kembali datar setelah tadi sedikit terdengar senang karena sudah menceritakan hal yang menurutnya menyenangkan ini pada Key. Key menggeleng. "Aku akan pulang." "Duduk atau aku akan menarik ucapanku tadi." "Jangan. Aku mohon." Key langsung duduk kembali, tapi kali ini lebih memberi jarak dengan Bisma. Bisma yang sudah geram merangsek maju dan menangkup wajah Key. Key terkejut dan ingin menghindar, tapi Bisma memaksa Key tetap menatapnya. "Jangan menangis, aku membencinya!" ucap Bisma tajam. Kedua tangannya bergerak menghapus aliran sungai yang membasahi pipi Key. Suara pintu apartemen dibuka dari luar dan membuat Key tersentak kaget. "Si-siapa itu?" Jangan lupa tinggalkan komentar dan love ya gengs
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN