06-Bullying

1272 Kata
happy reading Key terdiam di dalam kamarnya, kejadian tadi siang di kampus membuatnya sedikit bingung. Mulai dari Rangga yang ada keperluan mendadak, lalu kedatangan Bisma yang seperti tak disengaja. Berlanjut dengan jatuhnya mayat mahasiswa yang wajahnya sampai tak bisa dikenali. Kemudian ekspresi santai Bisma yang menguras pikirannya. Ia tak bisa menangis di depan Bisma padahal ia takut darah. Dan saat Rangga datang, tangisnya pecah, ia sampai merancau histeris karena takut. Rangga datang setelah tak sampai dua menit Bisma keluar dari kelasnya. Apa ini kebetulan? Bukan itu maksud Key sebenarnya, ia menangis histeris di dekapan Rangga, tapi di hadapan Bisma? Entahlah, ia merasa canggung atau... aman?  Oh tidak!! Hati Key menjerit menepis pikirannya yang terakhir. "Siapa pria itu sebenarnya?" Key bergumam bingung.  * * Well, Key sudah menyugesti dirinya sendiri untuk lebih mengendalikan diri lagi di kampus. Ia akan melupakan sosok bernama Bisma Karisma dan menjadi Key yang dulu. Terserahlah, ia tidak akan peduli lagi dengan apapun yang dilakukan pria itu. Otaknya tak bisa diajak berpikir lebih, jadi ia tak ingin membebani otaknya yang memang pas-pasan itu. Key dan Rangga keluar dari mobil saat mobilnya sudah terparkir rapi. "Aku antar ke kelas." Tanpa persetujuan, Rangga menautkan jemarinya dengan milik Key. Dan Key tak mungkin menolaknya. Ia malah sangat senang. "Sudah kubilang, jangan sampai jauh dari Via." Rangga mulai lagi memperingatkan gadis itu. "Aku kan sudah bilang, kemarin Via pergi sama Dicky begitu saja. Aku ditinggal." Key kembali membela diri. Ya, memang itu kenyataannya, kan? "Itu bukan alasan, Key, kamu bisa pergi dengan mereka." "Aisshh, iya. Kemarin itu yang terakhir. Janji." Rangga menghela napasnya pelan. ia sedikit mengurangi kecepatan langkahnya saat Key sedikit tertinggal di belakangnya. Sampai Key kembali berjalan di sampingnya, Rangga berucap, "Mengertilah, aku mencemaskanmu. Aku tidak mau ada apa-apa denganmu, Key." "Aku mengerti Rangga. kamu cerewet sekali," cibir Key jengah di. * * Rangga, Key, Rafael, Naya, Dicky dan Via sudah duduk melingkar di meja kantin. Mereka tampak seru dengan tak pernah melupakan tawa mereka. Ada saja yang membuat mereka tertawa. "Kamu selalu menyudutkanku, Raf, apa perlu aku kasih tahu Naya soal kamu yang godain Stella di bar kemarin?" Dicky yang sudah kesal itu membalikkan keadaan, jadi sekarang Rafael yang akan bertengkar dengan Naya. "Oh, Raf, jadi kamu juga menggoda cewek murahan itu?" Naya bertanya sinis pada kekasihnya. "Eh, apa? Gak, Sayang, sumpah deh aku cuma minum di sana." Rafael sudah menatap Naya dengan melas, takut kekasihnya itu marah. "Awas aja, ya. Aku mengizinkan kamu ke sana cuma buat minum. Bukan buat cari jalang," ketus Naya. "Ups!" Via menutup mulutnya sendiri karena mendengar Naya sefrontal itu. Sedangkan Dicky, Key juga Rangga terkekeh geli bersahutan. "Aku tetap padamu, Sayang." Rafael mencubit pipi Naya. "Cih!" Dicky berdecih meremehkan. "Urusan kita belum selesai, Kodok!" ucap Rafael mengancam. Key meneguk sodanya hingga tandas lalu ia mulai berhitung. "Satu." Tatapan mereka berlima beralih pada Key. "Dua." Rafael menggeleng bosan. Dan Via menutup kedua telinganya. "Tiga." Tuiiiinngggg? Praang!! Seketika semua pandangan orang di kantin beralih ke meja mereka setelah Key dengan santai melempar kalengnya ke tempat sampah yang juga terbuat dari besi. "Astaga." Naya mengusap wajahnya gusar. Ia tak habis pikir kenapa Key bisa melakukan hal kekanakan seperti ini dan tanpa rasa bersalah atau pun malu. Naya saja malu duduk dengannya. "Aku masih hebat ternyata." Key berucap bangga karena tepat pada sasarannya. Rangga tertawa kecil lalu mengacak rambut gadis itu dengan gemas. "Mau lagi?" Rangga menyodorkan kalengnya yang sudah kosong. "Tidak!!" pekik Via dan Naya bersamaan. Key terkikik melihatnya. "Simpan saja untuk besok." Key mengerlingkan matanya pada Rangga. "Dengan senang hati," balas Rangga berbisik namun cukup untuk didengar yang lain. Rafael memutar bola matanya malas sedangkan Dicky mendesah jengah. "Pasangan aneh," gumam mereka berempat bersamaan. * * Saat kembali ke kelas, Key berpapasan dengan Bisma. Ia pun meminta Via agar duluan. Setelah Via sudah tak terlihat, ia menghampiri Bisma. Ia melepaskan satu headset yang menyumpal telinga pria tampan itu walau Bisma memang sudah menatapnya sedari tadi. Bisma tak menunjukkan reaksi apa pun. "Lepaskan satu lagi atau ingin aku yang melepasnya?" Key bertanya datar, mencoba mendominasi keadaan. "Merindukanku, Nona?" Tak menggubris permintaan Key, Bisma malah bertanya dengan seringaiannya yang menggoda. Key melepaskan satu lagi headset di telinga kiri Bisma. "Bullying?" gumam Bisma tersenyum tenang. "Terima kasih pertunjukannya, Tuan Bisma," ucap Key penuh penekanan tanpa mengalihkan tatapannya sedikit pun dari Bisma. Hening sesaat, sudah banyak mahasiswa yang menatap ke arah mereka. "Pertunjukan?" Bisma membeo ucapan Key. Meminta penjelasan lebih dari gadis itu. Key menatap Bisma sinis. "Gadis yang mati mengenaskan di lantai sembilan, mahasiswa yang 'diduga' gantung diri di toilet, dan kemarin pembunuhan keji. Aku yakin itu ulahmu. Benar?" Key semakin sinis menatap pria itu. "Gertakanmu murahan," desis Key dengan nada yang lebih meremehkan. Kembali hening, Bisma tak mengubah sedikit pun ekspresi datarnya. Ia tetap menatap Key dengan tenang. "Mau petunjukan yang lebih bagus?" Key meletakkan tangan kanannya di tembok sebelah kiri Bisma dan satu lagi tangannya masih membawa kaleng soda kosong dari Rangga. Menatap pria begitu dalam, tanpa rasa takut sedikit pun. Key menoleh ke sekitarnya. "Kamu." Ia menunjuk salah satu orang yang sedang menonton mereka. Wanita yang ditunjuk Key menjadi bingung dan gugup. Ia adalah adik kelas Key. "Cepat!!" bentak Key tak sabar. Ia kembali menatap Bisma, sedikit mendongak karena Bisma lebih tinggi darinya. Wanita yang tadi ditunjuk Key sudah berdiri di belakangnya. Key memutar tubuhnya hingga berdiri membelakangi Bisma. "Lempar ini." Key menyodorkan kalengnya. Wanita itu melotot tak percaya dan sedikit tak mengerti. "Ma-maksudnya??" Bisma di belakang Key tetap diam memperhatikan. "Dasar bodoh," decih Key kesal. Key menunjuk segerombol orang yang berdiri di loker. "Lempar tepat di atas kepala mereka!" Key memberikan kalengnya. "T-tapi..." "Atau kamu yang ingin berdiri di sana?" Key bertanya ketus. Key kembali berbalik menatap Bisma. "Apakah petunjukan seperti ini tak lebih menarik, huh? Daripada permainan pecundangmu itu." Key menepuk bahu Bisma dua kali. Meremehkan. Bisma menggeser bahu Key agar menyingkir dari hadapannya lalu menatap orang yang sudah membawa kaleng bekas dari Key. "Siapa namamu?" Pertanyaan Bisma terucap tanpa nada tanya. Seperti berbicara biasa. Atmosfer di tempat itu semakin mencekam. Tatapan Bisma sama sekali tidak berteman. "Lis-Lisa." "Kau berhutang padaku karena selamat kali ini, Lisa." Setelah mengucapkannnya, Bisma langsung menarik Key pergi dari tempat itu. "Hei!! Apa yang kau lakukan, huh?! Lepaskan aku, sialan!!" maki Key selama kaki mereka melangkah menjauh dari keramaian. Bisma lebih mengeratkan tarikannya hingga Key merintih. Langkahnya pun terseok mengikuti langkah lebar Bisma.  "Lepaskan aku!!" Key kembali berteriak. Tanpa diduga, Bisma membawanya ke area parkir dan memaksa gadis itu masuk ke dalam mobilnya. "Yak!! Pria gila! Apa maumu?!" sentak Key saat Bisma baru saja masuk dan menjalankan mobilnya. Bisma masih diam dengan tatapan datarnya. "Hentikan sekarang!!" teriak Key. "Kau tak ingin, Key," balas Bisma dengan santai. "Kau bisa meminta beberapa satpam menolongmu di parkiran dan di gerbang tadi jika kau mau. Dan kau juga bisa keluar dari mobilku saat aku memaksamu masuk tadi. Tapi kamu malah menungguku masuk. Sekarang apa kamu masih yakin ingin kulepaskan?" Bisma menoleh sekilas pada Key dengan senyum kemenangannya. Key bungkam. Yang diucapkan Bisma memang bisa dipikirkan. Bibirnya bilang ingin lepas, tapi tubuhnya tetap tinggal. Gadis itu menggigit bibir bawahnya kuat mengakui kebodohannya. Sebenarnya Key penasaran dengan pria ini, Key ingin tahu lebih tentang Bisma. "Kita akan ke mana?" Key memberanikan diri untuk bertanya. "Nerakaku." * * Pelajaran sudah berlangsung setengah jam yang lalu tapi Key belum masuk kelas juga, membuat Via tentu saja tak tenang. Ia mencoba menghubungi Key beberapa kali tapi tak ada jawaban. Via pun segera keluar dari kelas tanpa berpamitan pada dosen yang sedang mengoceh di depan kelas. Ia berlari ke kelas Rangga yang sangat jauh dari kelasnya sekarang. Napasnya sudah putus-putus. Jangan lupa kasih komentar dan love yes
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN