08-I Dont Hurt You

1270 Kata
Happy reading Suara pintu apartemen yang dibuka dari luar membuat Key tersentak kaget. "S-siapa itu?" tanya Key waspada. Bisma menjauhkan kepalanya dari Key. Lalu seorang laki-laki masuk ke ruang tengah, di mana Key sedang bersama Bisma berada. "Oh, Bis, jalang mana lagi yang kau bawa?" tanya pria berperawakan tinggi itu dengan nada candaan. Bisma tersenyum sinis menanggapinya. "Tutup mulutmu." "Ups, bukan jalang, ya." Pria itu mengangkat bahunya tak peduli. "Mobilnya sedikit terkena darah. Jadi jangan dipakai dulu." Setelah Bisma mengangguk, pria itu masuk ke dalam salah satu ruangan di apartemen itu. Bisma meneliti ekspresi Key yang masih menatap pintu ruangan itu. "Aku merasa tak asing," gumam Key. "Dia juga mahasiswa di kampus kita," jawab Bisma tanpa diminta. Key kembali menatap Bisma. "Apa jangan-jangan dia... yang-" "Kamu cukup cerdas ternyata." Key mengerang frustrasi lalu kembali menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Jadi dia yang membunuh orang-orang tadi?? Pintu dibuka kembali terdengar. Kali ini dari ruangan yang tadi dimasuki pria yang menurut Key aneh. "Kamu membawanya ke sini hanya untuk dipandangi?" Pria itu bertanya pada Bisma dengan nada meledek. "Kau ingin pergi lagi?" Bisma balik bertanya. "Ya, menggabisi Yoga Aditya. Aku tak sabar ingin memisahkan tubuh busuk itu dengan kepalanya yang penuh dengan kesombongan." "Kau sangat berambisi, Gan. Baiklah bawakan aku kepalanya, dan akan kutukar dengan lamborghini terbaru," ucap Bisma menantang. "Kau membuat gadismu takut, Bis." Sebelum tangan itu menyentuh wajah Key yang ketakutan, Bisma lebih dulu menepisnya. "Singkirkan tanganmu atau akan kupotong sekarang juga!" ucap Bisma sinis. Morgan terkekeh menanggapi ancaman Bisma. "Gadis spesial ternyata. Oke, bersenang-senanglah. Kamu manis, hati-hati dengan predator mematikan ini." "Tutup mulutmu dan segera pergi, Brengsek." Suara Bisma berubah menjadi sangat dingin. Morgan kembali tertawa dan melangkah santai keluar dari apartemen ini. "Kamu sering membawa wanita ke sini?" Key kembali memberanikan diri untuk bertanya. "Aku laki-laki normal, Key," jawab Bisma enteng dan itu membuat ketakutan Key menjadi berlipat ganda. Bisma berdiri lalu mengait tangan kanan Key untuk ikut berdiri. Key terlihat ingin melepaskan genggaman itu. "Aku antar pulang," ucap Bisma menenangkan. * * Saat sampai di rumah, Key langsung menghubungi Rangga. Rangga yang sedang kalang kabut bersama teman-temanyapun segera pulang. "Key." Rangga masuk ke kamar Key tanpa mengetuk pintu dan diikuti yang lainnya. Key mendongak lalu berhambur memeluk Rangga di tepi ranjang. Key langsung menangis di pelukan Rangga "Dia gila," isak Key tak jelas. "Ssttt... tenanglah, Key." Rangga mengusap punggungnya agar Key lebih tenang. "Aku takut, Ngga." Key semakin menangis dalam dekapan Rangga. Air matanya tumpah banyak sekali. "Ada aku di sini. Jangan takut." Key merenggangkan pelukannya lalu mengusap air matanya. "Kamu ke mana aja? Kenapa gak angkat telepon?" Rangga menangkup wajah Key dan membantu menghapus sisa air matanya. "Maaf." Hanya itu yang Key ucapkan. "Lalu... siapa yang kamu maksud dia? Dia menyakitimu? Ada yang terluka?" tanya Rangga bertubi karena sangat khawatir. Key menggigit bibir bawahnya dan mengalihkan tatapannya dari Rangga. "Tidak." "Tidak? Apa maksudmu tidak? Katakan siapa yang menyakitimu, Key?" "Aku tidak tahu." "Apa? Apa maksudmu tidak tahu?!" Suara Rangga meninggi dan itu sukses membuat Key kaget. "Katakan, Key!" "Ngga." Rafael melerai. Ia menarik mundur Rangga yang berhasil dikuasai emosinya. Via pun menggantikan posisi Rangga untuk memeluk Key. "Biarkan Key tenang dulu." Rafael menepuk bahu Rangga. "Apa Bisma?" tebak Rangga. Key hanya diam tak bersuara. Ia semakin erat memeluk Via. "Cukup, Rangga. Key benar-benar ketakutan karena suaramu!" tegur Via ikut kesal. "Aku akan memastikannya sendiri." Rangga berbalik dan berjalan keluar dari kamar Key. Key dengan cepat melepaskan pelukannya pada Via dan turun dari ranjang mengejar Rangga. Brukk! Key menubruk tubuh Rangga dari belakang. Memeluknya begitu erat. Key tak ingin Rangga kenapa-kenapa setelah tahu siapa Bisma. Pria itu sungguh tak berpikir dua kali jika ingin mrlenyapkan seseorang. Rangga menghirup udara di sekitarnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Mencoba menenangkan pikirannya yang terasa mendidih. Ia membalik tubuhnya menghadap pada Key. "Katakan, siapa?" Rangga menyentuh kedua bahu Key dengan lembut. "Aku tidak tahu," jawab Key masih tak berani menatap Rangga. "Apa maksudmu tidak tau?! Jangan mempermainkanku, Key!!" Akhirnya Rangga membentak Key yang terlihat ingin menutupi seseorang. Key semakin terisak lalu memeluk Rangga lebih erat. Tubuhnya sedikit bergetar karena ini pertama kalinya Rangga membentak Key. Ia tak berani menatap Rangga dan memilih menyembunyikan wajahnya di d**a pria tampan itu. Rangga membalas pelukan Key lalu mengecup kepala gadis itu. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud kasar padamu, istirahatlah." Key mengangguk pelan. Rangga mengangkat tubuh Key lalu membaringkannya di ranjang. Menyelimuti gadis cantik itu lalu mengecup keningnya cukup lama. "Tidurlah." Rangga mengusap sisi kanan wajah Key agar gadis itu semakin nyaman. Key mulai menutup matanya karena ia juga sudah amat lelah. "Lebih baik Via dan Naya menginap disini untuk menemani Key," saran Rafael. "Gak perlu, Kak. Biarkan Key sendiri dulu. Kalian pulang saja. Hari ini sangat melelahkan, terima kasih," ucap Rangga tersenyum tipis, dan itu terlihat sangat dewasa. Berbeda dengan tingkah Rangga sehari-hari yang akan terlihat kekanakan karena bersama Key. "Kau yakin?" tanya Dicky memastikan. Rangga mengangguk yakin. "Ya sudah, aku antar kamu pulang, Sayang." Rafael terlebih dulu keluar dari kamar Key untuk mengantar Naya pulang. Disusul Dicky dan Via. Sedikit berat sebenarnya Via meningggalkan Key dalam keadaan seperti ini. Tapi ia percaya pada Rangga. Rangga menutup pintu kamar Key dan kembali ke sisi Key berbaring. Ia mengusap-usap kening Key agar gadis itu semakin lelap dalam tidurnya. * * Rully dan Vega-orang tua Rangga merasa heran karena Rangga turun sendiri hari ini. Biasanya ia akan bersama Key dengan obrolan yang akan membuat mereka berakhir berdebat. Dan Key yang ngambek. "Mana Key?" tanya Vega pada Rangga. "Kurang enak badan, Mi, hari ini gak mau masuk dulu," jawab Rangga sembari bergabung dengan yang lain. "Mami akan bawa Key ke dokter setelah ini." "Gak usah, Mi, Key cuma butuh istirahat." Rangga menenangkan maminya itu yang memang sangat menyayangi Key. Ia tak punya anak perempuan, jadi ia sangat memanjakan Key. Menganggapnya seperti masih gadis kecil. "Iya, Mi, lagipula kita kan harus segera ke bandara," ucap Rully agar istrinya tak terlalu mengkhawatirkan Key. "Iya, Pi. Rangga, Rafael, jaga Key dengan benar. Apa kata orang tuanya nanti kalau Key gak baik-baik aja di sini?" Vega memperingatkan. Rangga dan Rafael mengangguk bersamaan. * * * Bukannya Key tak enak badan, itu hanya alasan Rangga karena ia melarang Key masuk kuliah hari ini. Key padahal tadi sudah rapi dan siap berangkat, tapi Rangga lebih dulu ke kamarnya dan melarang Key masuk kuliah. Rangga berjalan santai menuju kelasnya bersama Dicky. Ia baru saja berpisah dengan Rafael dan malah bertemu Dicky. "Kamu yakin Bisma Karisma?" Dicky berbisik meyakinkan apa yang Rangga jelaskan tadi. "Cuma dia yang patut kucurigai. Tapi Key belum mau mengakuinya. Padahal aku yakin Key takut pada seseorang. penjelasannya berbelit-belit seperti menutupinya. Mungkin Key diancam." Rangga menjelaskan dengan nada yang sedikit jengkel mengingat Key yang tak mau to the point dengan kejadian kemarin. "Tapi ngomong-ngomong, Bisma Karisma itu yang mana??" Pletak!! "Aws..." Dicky merintih setelah mendapat jitakan kesal dari Rangga. "Jadi dari tadi kita ngomongin orang tapi kamu gak tau orangnya?! Benar-benar tipe orang yang bosan hidup," gerutu Rangga mempercepat langkahnya karena sudah malas bicara pada Dicky. * * 'Sepertinya kemarin aku tidak menyakitimu.' Tangan Key bergetar membaca sms dari nomor yang tak dikenal tapi ia tau siapa orangnya. Dari mana dia tau nomorku. Batin Key gusar. Key mengatur napasnya yang sedikit tak beraturan lalu menekan tombol hijau di ponselnya. "Ya," kata pertama dapat Key dengar dari seberang sana. "Key." Gadis itu belum menjawab. Ia bingung harus berkata apa dan untuk apa ia malah menelphonenya. "Kau hanya merindukan suaraku ternyata." Terdengar kekehan kecil dari seberang sana. Key sedikit menajamkan pendengarannya. Benarkah seorang Bisma Karisma sedang tertawa sekarang? Key penasaran dengan wajah pemuda itu ketika tidak datar. Jangan lupa tinggalkan komentar yes
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN