09-Im Sorry

1378 Kata
Happy reading "Ya," kata pertama dapat Key dengar dari seberang sana. "Key." Gadis itu belum menjawab. Ia bingung harus berkata apa dan untuk apa ia malah menelphonenya. "Kau hanya merindukan suaraku ternyata." Terdengar kekehan kecil dari seberang sana. Key lebih menajamkan pendengarannya. Benarkah seorang Bisma Karisma sedang tertawa? Key penasaran dengan wajahnya yang mungkin sedang tidak datar seperti biasanya. "Hh aku seperti ditelephone seorang teroris." Lalu nadanya berubah menjadi keluhan. "Oh, Key. Kau pingsan mendengar suara sexyku, huh?" "Bisma," balas Key dengan sangat lirih. "Kau masih hidup ternyata. Aku tutup sekarang." "Tunggu." Astaga! Ada apa dengan Key? Seharusnya ia senang Bisma menutup teleponnya karena Key memang tak punya hal yang perlu dibicarakan pada Bisma, kan? "Jangan sakiti Rangga." Key sendiri tak tahu harus bicara apa lagi sebenarnya. Setelah itu hanya ada hening di antara mereka. Key menunggu jawaban Bisma. Sungguh. Tut tut tut! Key mendesah kecewa mendengar tanda sambungan telah berakhir. Bisma tak bilang apa-apa. Apa itu artinya Bisma marah atas permintaan Key? Key kembali mengetikkan rangkaian huruf di atas layar ponselnya yang sensitif terhadap sentuhan itu. Beberapa kali menghapus dan mengganti dengan kata lain. Sampai ia rasa kalimatnya cukup baik untuk dikirim. send * * Di tempat lain Bisma mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia marah saat Key menghubunginya hanya untuk meminta agar Bisma tidak menyakiti Rangga yang Bisma kira adalah kekasihnya. Jadi Bisma memutuskan sambungan mereka begitu saja. Bisma melempar ponselnya ke atas meja sampai beberapa orang di kelas menoleh ke arahnya. Ia tak peduli akan hal itu. Bisma sudah sangat menahan diri untuk tidak menyentuh Rangga selama ini. Well, hanya untuk menjaga perasaan Key sebenarnya. Dan dia sudah punya cara yang lebih menarik untuk menyingkirkan Rangga dari sisi Key. Ah bukan, itu terlalu kejam. Bisma akan membuat Key sendiri yang akan melakukannya. Meninggalkan pria itu untuk Bisma. Tapi bukan sekarang waktunya, Bisma sedang membiarkan Key menikmati saat-saat terakhirnya bersama Rangga. Setelah itu Bisma akan memastikan Key hanya akan menatapnya seorang. Ponsel Bisma bergetar di atas meja. Tertera nama yang sangat familiar di sana. From: Key Aku mohon. Apa pun yang kamu mau. Asalkan, jangan lakukan apa pun pada Rangga. Bisma ingin memulai permainan ini setelah semuanya matang. Tapi Key ingin membuatnya lebih cepat? To Key: Tenanglah, Key. Aku harus lulus dulu untuk mengawali semuanya. From: Key Apa maksudmu? To: Key Cukup ikuti permainanku. From: Key Aku takkan memaafkanmu jika terjadi sesuatu pada Rangga. Ingat itu! To: Key Aku tak butuh maafmu. Sampai kapan pun. Bisma mengganti nama Key di kontaknya dengan Barbie. Bisma rasa nama ini cocok untuknya. Key benar-benar gadis yang cantik. Mungkin hanya mata rusanya saja yang membuatnya sedikit berbeda dari seorang Barbie. Tapi bagi Bisma itu malah membuatnya lebih menarik. Ah, Bisma jadi merindukan mata coklat yang senada dengan warna rambutnya itu. * * * Dua bulan terakhir ini, Key tak pernah bertemu dengan Bisma lagi. Ia menjalani hidupnya seperti biasa, tanpa gangguan. Key merasa lebih tenang sekarang. Dengan pakaian rumah sederhana, Key keluar dari dapur dengan nampan berisi enam gelas jus jeruk dan beberapa toples camilan untuk teman-temanya. Suara gaduh dari ruang tamu semakin jelas ia dengar. "Yakk!! Curang!" teriakan cempreng Dicky yang pertama sangat jelas ia dengar. "Siapa yang curang? Ini namanya strategi." Rafael menatap Dicky dengan senyum meledeknya. "Kamu memang tidak berbakat, Cky," timpal Via sembari terkekeh. Key meletakkan nampanya di meja lalu duduk di sebelah Rangga yang sedang asik main PS bersama Rafael juga Dicky. "Kamu belum makan, Rangga." Key kembali mengingatkan untuk yang kesekian kalinya. "Gak enak, Key, semua yang masuk itu rasanya pahit," ucap Rangga masih sibuk dengan joystick di tangannya. Matanya pun tak terlepas dari layar di hadapannya. Key menyentuh leher Rangga dengan punggung tangannya. "Demamnya udah turun," gumam Key sambil mengangguk-angguk lega. "Gak apa-apa, Key, hanya masuk angin biasa." Rangga menoleh sebentar sekedar meyakinkan pada Key kalau dia baik-baik saja. "Aku suapi, ya?" Key kembali membujuk agar Rangga mau makan. "Nanti saja." "Ck, dasar pengganggu," gerutu Dicky saat merasa Key mengganggu konsentrasinya mengendalikan mobil balapnya. Pletakk! "Awhh!" Dicky merintih pelan saat jitakan Rangga mendarat sempurna di kepalanya yang malang. "Cih, kamu memang langganan kalah. dasar," cibir Key sambil menjulurkan lidahnya pada Dicky. "Kalian pasangan yang kompak" Dicky balas mencibir. "Makasih," ucap Key dan Rangga bersamaan. Hari ini mereka semua memang tak masuk kuliah karena tadi pagi Rangga tak enak badan dan Key meminta mereka untuk datang. Rafael yang sudah jalan ingin menjemput Naya pun kembali pulang bersama Naya. Alhasil di sinilah mereka sekarang. "Aku kupasin apel mau?" Key kembali bertanya pada Rangga. "Anggur boleh, deh," jawab Rangga kemudian. Kasihan juga melihat perjuangan Key yang sedari tadi membujuknya untuk makan. Key berjalan ke ruang makan dan mengambil beberapa buah dari sana. "Aku juga mau kali, Key!" teriak Via yang duduk di sofa bersama Naya. "Ambil sendiri," jawab Key tak peduli dan kembali ke sebelah Rangga. Key mulai menyuapi Rangga dengan butiran anggur merah di pangkuannya. Rangga dengan senang hati menerimanya tanpa kehilangan sedikit fokuspun dari permainan balapnya bersama Dicky juga Rafael. "Manja banget," cibir Dicky. "Kak Rafa, tante sama om kapan pulang?" tanya Key sedikit melongokkan kepalanya pada Rafael yang terhalang Dicky dan Rangga. "Entahlah, Key, katanya mereka akan pulang bersama dengan mama papamu," jawab Rafael sedikit melirik Key sebagai respon. "Udah, Key." Rangga menolak saat Key akan kembali menyuapinya. "Masih sedikit, Rangga," ucap Key sedikit kesal. "Pahit, Key", keluh Rangga. "Yakk sebentar lagi finish!!" "Dicky masih di belakang haha." "Rafael terlalu sering mepet, liat aja mobilnya pasti bakal keluar arena!" "Enak saja!" "Wahh aku yang di depan!!" Sahut menyahut suara ketiga pria itu terasa memenuhi ruangan. "Kau curang!!" "Itu diperbolehkan!!" "Lihat garis finish di depan mata!!" "Kalian gak akan bisa mengalahkanku!!" 'Klik!' "Yahhhh!" "Yak, Key!! Apa yang kamu lakukan?!" teriak Dicky frustasi ketika dengan tanpa dosanya Key menekan tombol power di layar depan mereka. Dan Key sekarang berkacak pinggang menatap mereka. "Key...," ucap Rangga tajam dan menatap Key meminta penjelasan. "Kamu terlalu sibuk dengan gamemu sampai mengabaikan makan, aku itu khawatir Rangga. Ngerti gak, sih?!" sentak Key dengan wajah yang sudah memerah karena menahan emosinya. "Aku kan udah bilang, aku gak nafsu, Key. Nanti kalau aku lapar aku bisa makan sendiri. Aku bukan anak kecil. jadi kamu gak perlu sok peduli sama aku!" Rangga juga ikut menyentak kesal. Key menatap Rangga nanar "Apa? Sok peduli?! Sok? Terserahlah. Aku capek bikin kamu ngerti. Aku cuma gak mau kamu tambah sakit. Tapi ternyata kamu mengartikan kepedulianku sepicik itu." Key membalik tubuhnya dengan mata yang berkaca-kaca lalu berlari menaiki anak tangga. Rangga menoleh menatap ketiga sahabatnya juga kakaknya. "Apa?! Jangan berharap aku akan mengejarnya dan meminta maaf!" ketus Rangga yang membuat mereka semua menggeleng pelan. "Tapi beberapa menit lagi kamu akan menyusulnya," ucap Naya dengan nada santai. "Tidak," jawab Rangga tegas. Ia sangat yakin kali ini. Dicky dan Rafael sama-sama melihat ke jam tangannya. Menunggu. Via terkekeh saat melihat Rangga mulai gelisah dan sesekali melirik ke arah tangga. Empat menit berlalu. "Sial!" Rangga mengumpat sembari mengusap wajahnya kasar lalu berdiri untuk menyusul Key. Tawa empat orang di sana seketika meledak. Mereka sangat hafal dengan tingkah polah keduanya. Rangga berlari menaiki tangga menuju kamar Key, tak peduli ledakan tawa dari yang lain. Tok tok tok! Rangga mengetuk pintu kamar Key pelan. Padahal pintunya tidak dikunci, tapi Rangga tak berani langsung masuk mengingat Key yang pasti sakit hati dengan ucapannya tadi. "Keyra. Buka pintunya," pinta Rangga dengan suara yang begitu lembut. Ia masih sibuk mengetuk pintu. "Key, Im sorry." Suara Rangga semakin memelan. Sedang apa sebenarnya Key? Menangiskah? Atau sedang meluapkan emosinya? "Key." Perlahan pintu kamar Key terbuka dari dalam. Rangga tersenyum senang, tapi tak lama senyumnya luntur berganti dengan tatapan khawatir. "Keyra! Kamu mau ke mana?!" Rangga menahan Key yang mencoba menerobos dirinya dengan sebuah koper besar yang ia seret. Key tetap mencoba melepaskan cekalan Rangga di pergelangan tangannya. "Key, aku minta maaf," ucap Rangga dengan nada yang sangat menyesal. Rangga mencoba menangkup wajahnya dan Key tetap menghindar. "Jangan seperti anak kecil! Kita bisa bicara baik-baik, Key!" Rangga sedikit membentak agar Key bisa berhenti menghindar. Benar, Key berhenti memberontak tapi tanpa Rangga inginkan, tangis gadis itu pecah. Ia menangis pilu dan terus menunduk dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. "Key, maafkan aku." Rangga menyesal membuat gadis itu banjir dengan air mata. Jangan lupa ikut PO The Darker juga yes. Link cp pemesanan ada di bio w*****d dan i********: Kiranoviani 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN