Part 14

1540 Kata
Panggilan sidang istana membuat para pejabat istana berkumpul di ruang sidang. Sang raja duduk di singasananya dengan penuh wibawa. Pejabat istana berdiri berhadap-hadapan. Pakaian sutra terbaik membalut tubuh mereka. Menteri perang maju mengungkapkan laporannya tentang pemberontakan di perbatasan utara kerajaan yang sudah berhasil ditumpas. Setelah itu digantikan menteri kesehatan yang melaporkan wabah penyakit yang kini menjangkiti beberapa wilayah kerajaan. Baginda raja mendengarkan semua laporan yang dibacakan hingga pembahasan sampai ke tepian sungai Tuman. "Berapa banyak lagi korban yang jatuh di desa itu?" Baginda menatap laporan tertulis yang ada di atas meja. "Sekarang sudah ada korban di desa tetangga. Lima orang anak meninggal di sana. Semuanya menunjukkan gejala yang sama," kata menteri kesehatan. Sudah seminggu wabah aneh menyebar di kalangan penduduk. Penduduk akan mengeluhkan gatal-gatal di sekujur tubuh mereka, lalu mereka mengalami demam tinggi, mual-muntah, kehilangan nafsu makan, hingga kehabisan tenaga, meninggal. Belum ada yang tahu itu jenis penyakit apa. Akan tetapi, yang paling dicurigai sebagai pembawa wabah penyakit itu adalah warga di salah satu desa di sekitaran sungai Tuman. Kecurigaan itu bukannya tak beralasan. Penyakit itu pertamakali mengenai salah satu warga di sana, lalu menyebar ke desa di sebelahnya. Anehnya, penduduk desa itu bisa sembuh, sedang yang menjangkiti desa tetangganya malah mewabah. Penyebarannya tidak bisa dibendung. Sampai sekarang sudah ratusan warga yang meninggal dan wabah makin menyebar. Satu desa bahkan sudah diisolasi. Mereka semua menderia kelaparan. Petugas medis yang diutus ke sana ikut terjangkit dan mati. "Menurutku, jalan satu-satunya untuk mencegah wabah ini kian menular adalah dengan membakar desa-desa yang terjangkit penyakit. Kita terpaksa harus bertindak kejam kepada warga desa." Baginda terdiam mendengar usul penasehat kerajaan. Bangsawan Kim memang terkenal paling memiliki power di sana. Akan tetapi, tak ada yang menyangka dia akan memberikan solusi semengerikan itu. "Itu tidak mungkin." Yang Mulia membantah. "Bagaimanapun mereka semua rakyatku. Aku tidak mungkin membunuh mereka semua." "Tapi, itulah satu-satunya solusi. Hari ini wabah masuk ke Jung Guan, bisa jadi besok seluruh warga Jung Guan sudah terjangkit semuanya." Sekertaris kerajaan kembali berbicara untuk mengukuhkan bahwa apa yang diungkapkannya adalah solusi terbaik. "Apa yang mulia akan mempertaruhkan nyawa seluruh rakyat hanya untuk usaha mengobati segelintir warga yang sudah jelas-jelas tidak bisa diselamatkan." Baginda raja tertegun. Apa yang dikatakan sekertaris kerajaan mungkin benar, lalu bagaimana jika penyakit itu menyebar ke Hanyang? "Isolasi desa dan bakar desa yang terjangkit." Suara membahana dari para menteri yang menyetujui perkataan sekertaris kerajaan pun menggema di ruang sidang. Baginda raja hanya bisa diam. Pikirannya berkecambuk. Mungkin memang itulah yang harus dilakukan untuk menyelamatkan seluruh negaranya. Yang mengkhawatirkan cara penyebaran penyakit itu pun belum diketahui. Mereka hanya bisa membuat praduga bahwa hujanlah yang mengantarkan petaka itu. Bahkan ada yang bilang hujan itu disebabkan oleh siluman rubah. Itu hujan kutukan. "Yang Mulia." Sang raja menoleh ke arah menteri perang. "Maafkan hamba, tapi mata-mata yang dikirim untuk menyelidiki desa itu menyatakan bahwa memang benar di desa itu ada jelmaan siluman rubah. Siluman itu melindungi desa. Itulah kenapa warga desa yang terjangkit pertama kali bisa sembuh dengan cepat." "Jadi begitu rupanya." Sang raja bergumam. "Itu berarti kemungkinan jika kita menumpas iblis itu, penyakit ini pun akan berakhir. Iblis itu sedang menghimpun kekuatannya untuk dengan mengisap jiwa-jiwa manusia," kata perdana menteri. "Bunuh siluman rubah, bunuh siluman rubah." Baginda raja kembali diam memikirkan permintaan para abdinya. Dia harus memikirkan semuanya masak-masak sebelum mengambil keputusan. "Akan kupikirkan solusi dari masalah ini," kata raja pada akhirnya. Setelah itu dia membubarkan persidangan. Raja meninggalkan ruang sidang dan pergi ke ruang kerjanya. Di sana raja kembali membaca berkas-berkas yang dilaporkan oleh semua pejabat negaranya. Ketika sedang membaca laporan tentang siluman rubah itu, pelayan yang berdiri di luar ruangan menyampaikan kedatangan putra mahkota ke tempat itu. Raja mempersilakannya masuk. "Ada apa, Putra Mahkota?" Sang raja bertanya setelah putranya memberi salam dengan penuh rasa hormat. "Aku mendengar kalau di persidangan Yang Mulia ditekan untuk mengisolasi rakyat yang terkena penyakit dan membakar mereka. Yang mulia juga ditekan untuk membunuh siluman rubah." "Iya. Sepertinya itu langkah terbaik yang harus diambil. Kita harus memangkas penyebab bencana sebelum bencana itu makin menyebar. Apa kau memiliki pandangan lain yang ingin kau sampaikan?" Pangeran terdiam. Ada hal lain yang berkecambuk di hatinya, yakni bagaimana cara agar raja mau menghapus hukum larangan seorang wanita ikut masuk ke ranah militer. Dia pikir ini kesempatan baginya untuk berbuat sesuatu dan membuat jasa buat negaranya. Dengan begitu raja akan memberinya hadiah dan dia akan meminta pencabutan larangan itu sebagai imbalannya. "Yang Mulia, sepertinya yang disarankan oleh para menteri adalah satu-satunya solusi yang ada. Saya sendiri yang akan memimpin pasukan untuk membasmi siluman rubah itu." Raja menatap kesungguhan di mata putranya. Namun, ada keraguan di hatinya untuk memberikan mandat itu. Siluman rubah terkenal sangat kuat dan susah untuk dikalahkan. Bagaimana jika putranya terbunuh? "Yang Mulia, Anda jangan risaukan apa pun. Saya yakin bisa menghabisi siluman itu. Apa yang mulia tidak percaya pada kemampuan saya. Jika hal seperti ini saja tidak bisa saya tangani, lalu bagaimana di masa depan saya bisa menjadi pemimpin negeri ini." Yang mulia raja berdiri. Dia mendekati putranya dan memeluknya dengan hangat. "Keputusanku untuk memilihmu sebagai putra mahkota memang tidak salah. Kau luar biasa pangeran. Terima kasih sudah menghapus kecemasanku mengenai hal ini. Kau akan memimpin pasukan terbaik untuk menyerang siluman itu dan menyelamatkan para penduduk di tepian sungai Tuman." "Baik, Yang Mulia. Saya menunggu perintah Anda." Setelah perbincangan itu, pangeran pun undur diri. Yang mulia kembali duduk dan memikirkan apa yang akan dilakukannya. Dia sudah menemukan solusi untuk masalah itu. Sebentar lagi, dia akan kembali memimpin sidang istana. *** Han Airin menatap para dayang yang terus saja menguntit di belakangnya. Semalam dia gagal melakukan rencananya. Karena terlalu asyik mendengarkan gosip di antara para dayang mengenai siluman rubah, dia sampai lupa mencari tempat kecelakaan Se Hwa. Pada akhirnya dia ketahuan penjaga dan terpaksa kembali ke dalam kamarnya. Hari ini dia memutuskan untuk menghabiskan waktunya di perpustakaan keluarganya. Dia membuka-buka pelajaran tentang sejarah berdirinya Joseon. Mungkin saja dia akan menemukan sesuatu di sana. Selain itu, dia juga mencoba membaca karya sastra lama di jaman itu. Seorang pelayan masuk ke perpustakaan. Airin mengangkat wajahnya dan menatap pelayan itu. "Mohon maaf, Tuan Muda Hwang. Anda diminta berkumpul di halaman. Ada utusan kerajaan datang membawa perintah langsung dari Yang Mulia Raja." "Baiklah," kata Airin. Dia bangkit dari tempat duduknya, lalu meninggalkan ruang perpustakaan. Di halaman dia melihat utusan raja berdiri tegak. Ayahnya sudah ada di sana dan bersujud. Airin segera melakukan hal yang sama. Utusan raja itu pun membuka gulungannya. "Surat perintah dari Yang Mulia Raja untuk Jendral Hwang Se Hwa. Dengan ini Yang Mulia Raja memerintahkan Jendral Hwang Se Hwa untuk memimpin pasukannya memblokade rakyat yang terjangkit penyakit agar tidak menyebar ke daerah-daerah lain. Seluruh rakyat yang sudah terjangkit akan diisolasi dan dimusnahkan dengan cara membakar desa yang terisolasi. Demikian surat perintah ini agar dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya." "Terima kasih, Yang Mulia. Segala perintah akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya." Surat perintah itu digulung dan diserahkan kepada Han Airin. Setelah itu, petugas pun undur diri. Han Airin mematung dengan gulungan surat perintah di tangannya. "Pemusnahan masal. Aku pernah membaca soal ini di dalam buku sejarah, tapi kenapa harus aku yang melakukannya." "Lakukan tugasmu dengan baik. Jangan buat Ayah kecewa." Airin menoleh kepada ayahnya yang baru saja menyelesaikan ucapannya dan pergi meninggalkannya. "Tunggu, Ayah." Gadis itu mengejar Tuan Hwang. "Apa tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain melakukan pemusnahan masal. Sejarah akan mencatat kasus ini sebagai kasus paling buruk yang terjadi di era ini." Tuan Hwang menghentikan langkahnya. Dia membalik badan dan menatap putrinya. "Sejarah yang mana? Pemusnahan yang mana? Yang ada sejarah akan mencatat kehebatanmu menangani wabah penyakit yang hampir melumpuhkan kerajaan. Sudah, jangan banyak bicara dan persiapkan dirimu untuk segera berangkat." "Tercatat sejarah sebagai orang hebat?" Airin tak habis pikir dengan cara berpikir seperti itu. Bagaimana mungkin pemusnahan masal bisa jadi prestasi yang begitu membanggakan menurut mereka. Tidak, dia akan mencegah hal itu terjadi. Jika pemerintah tidak peduli dengan semua itu, maka dialah yang akan mengambil tanggung jawab itu. Dia akan menemukan obat untuk menyembuhkan mereka semua. Airin masuk ke kamarnya dan meletakkan surat perintah itu di sana. Setelahnya dia mengumpulkan beberapa potong pakaian yang akan dia gunakan untuk baju ganti. Seorang pelayan masuk dan melihat apa yang sedang dilakukan tuannya. Dia meletakkan mangkok berisi ramuan obat di meja, lalu mendekati Airin. "Tuan, apa yang Tuan lakukan? Tuan akan ke mana? Bukankah Tuan harus---" "Sstt!" Airin membungkam mulut pelayan itu. "Ikutlah denganku, kita akan menyelamatkan dunia." "Tapi ...." "Sudah, jangan banyak bicara. Pergi ke kamarmu dan siapkan pakaianmu. Kita akan pergi saat ini juga. Oh, iya, pinjamkan aku beberapa pakaian wanita. Aku ingin menjadi diriku yang sebenarnya." Gadis pelayan itu terdiam. Akan tetapi, melihat Airin yang begitu bersungguh-sungguh, akhirnya dia tak bisa mengelak. Selain itu, dia juga tidak tega jika tuannya harus pergi sendiri. Kali ini dia akan menemani tuan mudanya hidup atau mati. Han Airin merasa lega. Akhirnya seseorang akan menemaninya. Walaupun di awal dia hanya ingin pergi sendiri, tapi kehadiran pelayan itu pasti akan berguna nantinya. Dia butuh teman untuk bisa diajak bekerjasama dan pelayan setianya itulah solusi dari masalahnya. Mencegah pembantaian masal iut terjadi, sekarang jadi prioritas utamanya. Dia bisa mencari cara untuk kembali ke tubuh aslinya di lain hari. Sekarang dia hanya akan fokus mencari cara menyelamatkan orang-orang tak berdosa dan butuh pertolongan itu. Dia akan mengubah sejarah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN