Kiran begitu asyik memakan bakso yang dipesannya, sedangkan Ratih sendiri dia lebih memilih memakan nasi goreng untuk jam istirahatnya kali ini. Tanpa disadari keduanya Karan telah berdiri di samping meja mereka. Cowok itu seperti biasa menatap Kiran datar, dengan pelan Karan melemparkan paperbag yang bertuliskan Gramedia pada Kiran. Dengan sigap Kiran menangkap paperbag tersebut, tanpa mengucapkan sepatah kata pun Karan berbalik lalu berjalan meninggalkan meja Kiran menuju mejanya .
Baik Kiran mau pun Ratih, mereka berdua masih terdiam. Benar-benar tidak sopan, ia tidak menyangka cowoknya itu mempunyai sifat yang buruk.
"Woy. Bengong lagi, buruan buka isinya." Tegur Ratih yang sudah tersadar dari ketersimaan sifat buruk Karan. Kiran mengangguk lalu ia membuka paperbag dengan tulisan Gramedia tersebut. Seketika matanya berbinar melihat n****+ yang tidak jadi dibelinya kemarin.
"Wuih! Itu n****+ yang kemain elo ceritain kan, Ran? Yang elo nggak jadi beli?" Kiran mengangguk antusias, matanya seketika melihat ke meja yang berada di ujung yang sudah di tempati Karan bersama keempat temannya. Kiran tersenyum sebagai tanda terima kasihnya, sedangkan Karan. Cowok itu hanya menganggukkan kepalanya tanpa senyum seperti biasa.
"Ternyata Karan bisa juga sweet sama elo ya." Gumam Ratih ketika Kiran kembali memasukkan n****+ bercover oranye itu ke dalam paperbag Kiran hanya tersenyum tanpa membalas ucapan Ratih. Ia sendiri tidak menyangka kalau Karan, cowoknya yang flat dan dingin seperti freezer itu bisa juga bersikap manis kepadanya. Dia berharap Karan bisa seperti ini seterusnya, bahkan kalaupun bisa cowok itu membalas perasaannya.
***
Kiran berjalan menyusuri koridor dengan setumpuk buku catatan di kedua tangannya. Cewek itu melangkah dengan hati-hati takut buku-buku yang sedang di pegangnya itu berjatuhan, ia benar-benar sebal. Kenapa dirinya yang disuruh untuk mengantar buku-buku ini, bukan teman-temannya yang lain. Padahal teman-temannya itu pun tanpa disuruh pasti mau mengantarkan buku-buku catatan ke ruang guru, hanya saja dirinya yang dimintai tolong oleh Pak Lukas. Baru saja Kiran akan menaiki tangga menuju ruang guru, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ia melihat beberapa cowok yang menghalangi jalannya, dia sangat tahu cowok yang menghalangi jalannya itu adalah salah satu Most Wanted di sekolahnya juga selain Karan. DiaBayu, cowok biang masalah di sekolah meskipun dia tampan tapi dirinya sama sekali tidak pernah menyukai Bayu, dia menyukai cowok pintar seperti Karan. Kiran mencoba berjalan ke kiri untuk memudahkan langkah Bayu. Tapi cowok itu malah berjalan mengikuti Kiran, Kiran ke kanan Bayu juga ke kanan selama lima menit cowok itu mempermainkan langkahnya membuat Kiran kesal bukan main.
“Maaf, aku mau ke ruang guru."
Bayu menyeringai, cowok itu menatap Kiran dari atas hingga ke bawah. Ia lalu tersenyum, jenis senyuman yang membuat Kiran ingin segera pergi.
“Jadi... Elo ceweknya si Karan?" masih dengan mata yang meneliti tubuh Kiran. Cewek itu sendiri hanya mampu terdiam dengan memegang erat-erat buku-bukunya.
Tiba-tiba saja kerah kemeja seragam Bayu ditarik ke belakang dengan kuat, sehingga membuat Bayu mau tak mau tertarik. Di tatapnya cowok yang menarik bajunya itu dengan pandangan kesal, sedangkan yang ditatap membalasnya dengan wajah datar tanpa ekspresi.
“Ck, mau jadi pahlawan kesiangan lo?" Karan hanya diam tidak berujar sepatah kata pun. Sedangkan Kiran yang melihatnya hanya berdiri membeku sambil berdo'a agar kedua cowok yang saling adu tatap itu tidak berkelahi di hadapannya. Karan mengalihkan tatapan matanya pada Kiran dengan sorot mata dingin, kemudian cowok itu berujar.
“Kenapa masih di sini?" Kiran seketika tergagap, ia langsung saja berjalan menaiki anak tangga melewati Karan dan Bayu beserta kedua teman Bayu yang lain.
“Ternyata, selera lo boleh juga." Ujar Bayu remeh, Karan memandang Bayu tajam. Bayu yang mendapati tatapan tajam Karan hanya bisa menyeringai, sedangkan kedua teman Bayu lebih memilih memperhatikan ketimbang terlibat.
Sudah bukan hal aneh lagi bagi anak-anak maupun guru-guru di SMA Negri 11 melihat adegan seperti ini, Karan dan Bayu bagaikan bumi dan langit, mereka selalu bersitegang setiap kali bertemu. Entah lah apa yang membuat mereka berdua bermusuhan, padahal mereka berdua sama-sama tampan, sama-sama digilai teman-teman ceweknya. Hanya saja sifat keduanya yang berbeda 180 derajat, Bayu yang terkenal playboy, humoris dan nakal tak urung dirinya digilai oleh teman-teman ceweknya. Sedangkan Karan, cowok itu terkenal pintar, dingin dan cuek membuat dirinya juga digilai banyak cewek-cewek. Karan dan Bayu yang tidak pernah akur pun menimbulkan dua kubu bagi fans-fans mereka.
“Lo, ada masalah sama gue. Cari gue. Bukan cewek gue. Elo cowok kan?" Karan berucap malas dengan bibir sedikit terangkat. Amarah Bayu seketika tersulut, ia hendak melayangkan tangannya pada wajah tampan Karan. Namun sebuah deheman keras menghentikan aksi Bayu, dilihatnya Pak Danang kepala sekolahnya memandang Bayu dengan pandangan dingin. Karan membungkukkan badannya tak lupa ia mengucapkan salam kepada Pak Danang, lalu ia izin untuk kembali ke kelas meninggalkan Pak Danang dengan Bayu beserta teman-temannya.
***
Kiran berjalan dengan langkah gontai, ia benar-benar mengantuk. Semalaman dirinya begadang mengerjakan tugas Matematika yang benar-benar menguras otaknya. Ia benar-benar membenci pelajaran itu, Kiran teringat akan perkataan Ratih dua hari yang lalu.
"Lo punya cowok pinter gunain dong Ran, minta ajarin kek. Bukannya malah di banggain doang."
Ucapan Ratih hari itu ia anggap angin lalu, lagi pula sejak kejadian di kantin itu dirinya tidak pernah bertegur sapa lagi dengan Karan. Bahkan disekolah pun dirinya jarang bertemu dengan cowok itu, ia mempunyai pacar seperti tidak mempunyai pacar. Yah bahasa gaul nya sih pacar rasa jomblo nggak ada bedanya. Kadang dirinya heran, untuk apa Karan menyimpan nomornya di ponsel kalau sampai detik ini cowok itu tidak pernah menghubunginya. Sekedar sms atau chat via line, w******p, atau bbm sekalipun dirinya belum pernah terima dari Karan.
Sejujurnya ia ingin sekali mendapatkan sms atau telepon dari cowoknya itu, namun sepertinya itu cuman keinginannya saja. Kadang dirinya berpikir, sebenarnya Karan menjadikan ia pacarnya untuk apa? Toh banyak teman-temannya yang jauh di atasnya. Seperti cewek yang sedang di peluk oleh Karan, Diva. Ia tahu Diva amat sangat tahu, Diva salah satu cewek cantik namun nakal. Mungkin Karan saat itu khilaf sehingga memintanya untuk jadi pacarnya, buktinya kini. Cowok itu malah berpelukan dengan Diva, padahal jelas-jelas teman-temannya Karan ada di belakang mereka.
Kiran membalikkan badannya lalu berlari, ia tidak ingin air matanya keluar. Pemandangan di depannya itu membukakan matanya, hatinya terasa sakit benar-benar sakit. Seharusnya ia tahu, ia sadar kalau di sini dialah yang mencintai cowok itu. Dan dalam hubungan ini pun dirinyalah yang berjuang, ia benar-benar mencintai Karan sangat mencintai cowok itu. Meskipun sifat Karan yang kelewat dingin kepadanya ia tetap mencintai cowok itu.
Kiran berjalan menuju halaman belakang ia menyenderkan badannya pada salah satu batang pohon, Lalu dia membuka ponselnya mengirim pesan pada Ratih untuk mengabsen kan dirinya selama satu jam. Untuk kali ini biarkan dirinya bolos, hati dan pikirannya benar-benar butuh istirahat. Ia membuka n****+ yang dibawanya, n****+ pemberian Karan. Dibukanya halaman per halaman n****+ tersebut, tiba-tiba saja tubuhnya bergetar. Air mata yang sempat kering kini jatuh kembali mengenai n****+ yang dipegangnya. Kejadian tadi yang dilihatnya kini terus berputar di kepala, membuat dirinya tidak sadar bahwa kini ada seseorang yang duduk di sampingnya.
“Kadang yang kita lihat itu, belum tentu benar dengan apa yang terjadi." Ujar suara berat di samping Kiran. Tanpa bersusah payah mencari tahu, Kiran amat sangat kenal dengan suara berat yang kini sedang menatap kearah kolam ikan di depannya.
Tubuh Kiran seketika membeku mendengar suara Karan, ia tidak menyangka cowok itu menemukannya di sini. Untung saja air matanya sudah kering hanya saja kini yang terlihatpipi nya yang sembab. Ia tidak ingin membalas ucapan Karan biarlah kali ini cowok itu yang berbicara, namun sampai sepuluh menit lamanya ia tidak mendengar suara Karan lagi. Kiran seketika menengok ke samping, dilihatnya Karan tertidur dengan wajah yang begitu tenang. Ingin sekali ia meraba wajah Karan, namun keinginannya itu segera ditepisnya. Ia tidak ingin mendapat tatapan dingin dari Karan lagi karena rasanya itu begitu menyakitkan.
“Elo tahu nggak Kak, setiap lo ngeliatin gue dengan pandangan dingin. Gue selalu bicara dalam hati, kalau pandangan dingin lo selama ini jangan pernah di masukan ke dalam hati. Meskipun kadang gue selalu ngerasa sakit hati, hehe.." ucapan Kiran terhenti, ia menengadahkan wajahnya ke atas untuk menghalau air matanya yang akan kembali terjatuh. Kiran menghembuskan nafasnya, lalu ia kembali berbicara
“Dan gue juga tahu Ka, kalau selama sebulan ini hubungan kita enggak ada kemajuan apa-apa. Gue enggak minta apa-apa kok Ka. Cuman gue pengen lo tahu aja, kalau gue beneran sayang sama lo, Ka. Gue juga nggak bakalan maksa buat merubah sifat lo ke gue, dan juga nggak akan maksa lo buat balas perasaan gue, karena perasaan gue hanya milik gue sendiri." Tutup Kiran dengan mengusap matanya yang kembali berair, berhadapan dengan Karan membuatnya berubah menjadi cewek cengeng. Ia berharap Karan mendengar ucapannya meskipun itu mustahil karena cowok itu begitu lelap dengan tidurnya.
Kiran memasukkan novelnya ke dalam tas, dilihatnya jam di pergelangan tangannya. Ada waktu lima menit lagi untuk pergantian pelajaran. Kiran berdiri ia mencoba membersihkan kotoran yang berada di rok seragamnya, sebenarnya ia ingin membangunkan Karan. Tapi ia takut membuat Karan tidak menyukainya lagi, ia akhirnya memutuskan untuk membiarkan saja hingga cowok itu terbangun sendiri dari tidurnya yang terlihat tenang.
“Jangan pernah sekalipun lo ngeluarin air mata untuk sesuatu yang lo sendiri belum tahu kebenarannya, apalagi untuk sesuatu yang enggak penting."
Karan berujar dingin, sedingin hawa angin di puncak. Kiran seketika mematung mendengar suara Karan, cewek itu hanya menghembuskan nafasnya dengan berat lalu berjalan tanpa mau membalas perkataan Karan.
tobecontinue