Bab 5

2296 Kata
Tidak ada yang berubah dari hubungan mereka berdua, Karan seperti biasa sibuk dengan teman-teman basketnya. Kiran sibuk dengan hatinya, yah mulai saat ini ia tidak akan lagi mengharapkan Karan. Toh cowok itu tidak menganggapnya juga kan, mungkin benar dulu Karan menembaknya untuk sebuah lelucon bukan benar-benar karena dia ingin Kiran menjadi pacarnya. Ia juga akan menerima jika Karan memutuskannya, ah mungkin juga Karan tidak menganggap Kiran pacarnya. Hari ini Kiran berencana untuk menonton ke bioskop bersama Ratih untuk acara malam minggu, ia bosan jika setiap hari diam di rumah sendirian. Kedua orang tuanya itu selalu bepergian, entah apa yang dikerjakan kedua orang tuanya. Kadang ia merasa iri melihat keluarga Ratih yang begitu ramai. Meskipun kedua orang tua Ratih telah bercerai, dan Ratih hanya bertiga bersama Ibu dan adiknya saja, namun mereka selalu berada di rumah. Sedangkan dirinya hanya anak tunggal, Mamanya tidak ingin lagi mempunyai anak karena takut badannya yang bagus akan berubah. Sedangkan Papanya hanya bisa menuruti perintah Mama, lagi pula kedua orang tuanya itu sering bepergian. Mungkin Papanya takut jika dirinya memiliki adik, nasibnya akan terlantar, seperti halnya dirinya. Kedua orang tuanya itu hanya akan ada di rumah sebulan sekali untuk memberinya kebutuhan materi. Lalu ke esokkan harinya pergi lagi dan pulang lagi bulan berikutnya. Kiran kini sudah berada di bioskop menunggu Ratih, namun sampai setengah jam cewek itu belum datang juga. Ketika Kiran sedang asyik melihat-lihat film yang akan di tontonnya sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Cewek itu mencebikkan bibirnya sebal, kalau Ratih ternyata tidak bisa datang. Kenapa cewek itu tidak mengabarinya dari tadi sejak dirinya masih di rumah. Dengan sebal Kiran mengantre sendiri untuk membeli tiket film yang akan di tontonnya, terserah lah dia akan menonton sendiri. Dua jam kemudian, Kiran sudah keluar dari studio ia begitu puas menonton film yang di pilihnya. Setidaknya rasa sebal yang sedari tadi berada di dalam hatinya perlahan mulai mereda. Kakinya yang tadinya akan berjalan menuruni eskalator seketika terhenti. Ia baru ingat, kalau dia seharian ini belum makan, ia melihat jam di pergelangan tangannya, baru jam sembilan malam masih sore untuk pulang ke rumah. Lagi pula di rumahnya tidak ada yang menunggunya, tidak akan ada yang menegurnya bahkan memarahinya sekalipun karena pulang lewat jam sembilan malam. Dengan perlahan ia melangkahkan kakinya menaiki eskalator menuju foodcourt. Kiran menuju salah satu stan makanan favoritnya, frutysalad. Setelah membayar ia membawa makanan nya itu, Kiran memandang area foodcourt tersebut, tidak ada satu pun kursi yang kosong. Wajarlah karena malam minggu, meja-meja foodcourt pasti penuh. Ia membatin harus kah ia kembali ke stan makanan tadi dan membungkusnya untuk makan di jalan? Tapi dirinya tahu itu tidak mungkin. Tepukan di bahunya menyadarkan Kiran, ia tersenyum kikuk melihat Azka yang diketahuinya salah satu teman Karan. Cowok jangkung itu tersenyum melihat Kiran, Azka lalu melihat nampan yang dibawa Kiran. "Lo kok sendirian? Udah ada meja belum?" Kiran menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Yaudah lo ikut gue, elo sendirian kan. Gabung aja sama gue yuk. Ada Karan juga kok di sana." “Jangan, eh enggak usah. Gue mau di makan di rumah aja kok." Ucapnya sambil meringis, ia tidak mau bertemu dengan Karan. Tidak setelah kejadian minggu lalu saat di halaman belakang sekolah, ia belum siap bertemu dengan Karan. Azka memandang nampan Kiran yang berisi fruty salad yang sudah berair. Terlihat sekali mayonaisenya yang perlahan mulai mencair. "Elo yakin? Makan salad nggak enak kan kalau udah berair gitu. Udah yuk gabung aja." Azka memindahkan fruty salad ke dalam nampannya, dan menyerahkan nampan yang di pegang oleh Kiran kepada waiters yang berjalan kearahnya. Lalu Azka mengajak Kiran untuk berjalan mengikutinya meskipun dengan terpaksa cewek itu akhirnya mengikuti Azka. Kiran berdiri di samping Azka dengan kikuk, ia benar-benar tidak ingin ditatap sedemikian rupa oleh teman-teman Karan. Apa penampilannya salah? Ia mengenakan celana jeans biru dongker semata kaki dan tanktop putih yang dipadukan dengan kardigan berwarna coklat. Atau wajahnya yang salah? Setahunya ia hanya memoleskan bedak tipis dan eyliner serta lipblam. Apa itu salah juga? Karena sejak tadi Karan tidak memandangnya sama sekali. Apa cowok itu marah, karena dirinya mengganggu waktu bersama teman-temannya. “Emm, maaf gue kayaknya pulang aja deh." Kata Kiran sambil mencoba mengambil fruty salad, namun dengan sigap Azka menahannya. “Udah deh, lo duduk aja di sini." Azka menekan pundak Kiran untuk duduk pada kursi kosong di depannya. Kiran lagi-lagi hanya bisa menurut, cewek itu tersenyum canggung mendapati teman-teman Karan yang sedari tadi menatapnya seolah menilai. Kiran yang risi di perhatikan terus akhirnya bertanya. “Emm, kok kalian ngeliatin gue kayak gitu." Cewek itu kemudian membersihkan rambut yang di kepang sampingnya itu dengan pelan, takut ada sesuatu yang menempel pada rambutnya. “Nggak kok, gue baru nyadar aja. Elo kalo nggak pakai baju seragam cantik." Celetuk Arsen yang langsung dapat koor dari teman-teman Karan yang lain. Sedangkan Karan? Cowoknya itu malah asyik dengan makanan di depannya tanpa repot-repot menghardik Arsen karena menggoda Kiran. Godaan dari Arsen mau tak mau membuat pipi Kiran merona, ia benar-benar mengutuk Ratih. Gara-gara temannya itu ia jadi terkurung bersama Karan dan teman-temannya. Sepanjang acara ia menghabiskan fruty salad itu, selama itu pula ia di goda habis-habisan oleh teman-teman Karan. Apalagi oleh Arsen, ia baru menyadari selain Nigi. Arsen juga playboy di sekolahnya, bahkan mereka berdua terang-terangan menceritakan cewek kelas mana saja yang menjadi pacarnya. Ia baru tahu kalau teman-teman Karan itu begitu asyik-asyik anaknya, pantas saja Karan betah berteman dengan mereka. Tapi tidak tahu dengan teman-temannya, apakah mereka juga betah berteman dengan cowok freezer model Karan. "Emm kayaknya, gue pulang duluan. Makasih udah bolehin gue gabung sama kalian.” ucapan Kiran membuat teman-teman Karan berujar kecewa. “Elo pulang naik apa Ran?" seru Arsen "Yah pake motor bareng Karan kali," celetuk Azka “Eh, enggak kok. Gue pulang pakai taksi aja, lagian kan masih sore ini." "Sore apaan, ini udah jam sebelas malam Ran." Tegur Nigi, se playboy-playboynya dia. Dia tetap tidak suka melihat cewek pulang malam sendirian, ia selalu mengantar teman-teman kencannya itu pulang ke rumahnya dengan selamat. Semalam apa pun itu ia akan tetap mengantar cewek yang bersamanya meskipun hanya teman sekalipun. “Ka, lo balik aja. Anterin cewek lo pulang, urusan besok biar kita bicarain lagi nanti.” Kali ini Azka yang berujar. “ Beneran kok gue enggak apa-apa, udah biasa." ‘Emang lo nggak dimarahi ortu lo?" Tanya Ares yang sedari tadi hanya menyaksikan temen-temannya yang bertanya. "Enggak, ortu lagi pada nggak di rumah” “Terus, lo di rumah sama siapa?" Kiran menatap Daniel sambil tersenyum simpul. “Sendiri, udah yah gue balik duluan. Makasih sekali lagi, aku pulang yah Ka." Ujar Kiran sambil melihat Karan, cewek itu kemudian berbalik berjalan meninggalkan Karan bersama teman-temannya. “Kok elo enggak ngejar dia sih Ka? Lo nggak khawatir apa, cewek lo pulang jam segini sendirian pakai taksi." Ucap Azka jengkel melihat Karan yang anteng duduk sambil meminum minumannya. “Lo enggak dengar, dia gak mau diantar sama gue." Balasnya malas. Kelima temannya itu menggeleng, ia benar-benar tidak percaya punya sahabat seperti Karan. Mereka tidak bisa membayangkan punya pasangan seperti Karan, mereka pasti sudah meminta putus dari awal. “Kalau gitu, biar gue aja yang anter Kiran." Cetus Revan yang sedari tadi hanya terdiam memperhatikan teman-temannya yang bertanya. "Nggak usah, gue cowoknya." Sergah Karan begitu mendengar Revan yang akan mengantar Kiran. Keempat temannya itu mengulum senyum, ia tahu jelas tahu betul seorang Karan Reinal tidak akan pernah mau berbagi miliknya, meskipun ia tidak menyukainya. Karan akan mempertahankan apa pun yang menjadi miliknya. Kiran terkesiap begitu melihat sebuah motor hitam berhenti di depannya, Apa yang di inginkan cowok itu? Bukan kah dia tidak mau mengantarnya pulang, lalu untuk apa cowok itu berhenti di depannya. “Naik." Seru Karan tak ingin dibantah, Kiran menurut ia malas membantah, dia hendak akan menaiki motor Karan namun suara Karan menghentikannya. Karan membuka jaket hitam kulitnya lalu ia melemparkan jaket itu pada Kiran yang dengan cepat Kiran menangkapnya. “Pake, elo sengaja emang yah pake baju model kayak gitu, kayak nggak ada baju lain aja.” Desis Karan dingin, Kiran seketika membuka mulutnya, apa cowok itu berbicara padanya? Dan mengkritik soal pakaian yang dikenakannya. Dengan jengkel ia tidak membalas ucap Karan, cewek itu menaiki motor Karan setelah memakai jaket terlebih dahulu. “Eng e-elo mau masuk dulu?" sebenarnya Kiran hanya basa-basi menawarkan Karan untuk mampir ke rumahnya. Namun sepertinya basa-basi dirinya dianggap serius ketika Karan ikut masuk ke dalam rumahnya. Cowok itu melihat keadaan rumah Kiran yang sepi, Karan memintanya untuk menunjukkan di mana pintu belakang rumahnya dan pintu-pintu lain di rumahnya, setelah itu Karan berjalan menuju pintu keluar dan diikuti oleh Kiran. “Kunci semua pintu rumah, dan lagi. Jangan pernah pakai baju kekurangan bahan seperti itu, apa elo emang sengaja mau godaintemen-temen gue?” Mata Kiran mengerjap beberapa saat mendengar ucapan Karan, ada apa dengan cowok itu. Dia hanya memakai tanktop dan kardigan dari mananya kurang bahan? Apa cowok itu buta. “Hm..." Hanya deheman yang keluar dari bibir Kiran, cowok itu menyipitkan matanya lalu mengambil jaket yang di pegang Kiran sedari tadi. Tanpa pamit Karan pergi meninggalkan rumah Kiran, cewek itu mencebikkan bibirnya sebal ia lalu masuk ke dalam rumahnya. Kenapa tiba-tiba saja bulu kuduknya merinding, apa karena ia tidak menyalakan lampu rumahnya. Yang menyala hanya di kamar tidurnya saja, mata Kiran meneliti seluruh isi ruangan di rumahnya. Ia tiba-tiba berjengkit kaget begitu mendengar suara petir yang menyambar disusul hujan deras setelahnya. Ah untung saja ia sudah sampai di rumah, ia tidak bisa membayangkan jika ia pulang menggunakan taksi. Akan sampai jam berapa ia di rumah dan lagi pasti dirinya akan kehujanan. Kiran cepat-cepat berjalan menaiki tangga untuk segera menuju kamarnya, suasana di bawah sana menguji nyalinya. Meskipun dirinya sudah sering seperti ini tapi tetap saja ia merasa takut di rumah besar sendirian dengan keadaan hujan besar. *** Tidak seperti biasanya pagi itu Nigi melihat Ratih berjalan sendirian, biasanya Kiran selalu bersama-sama dengan cewek itu. Rasa bingungnya seketika tergantikan dengan rasa senang, cowok itu perlahan mendekati Ratih yang hendak berjalan menuju tangga. Nigi mempercepat langkahnya lalu tiba-tiba cowok itu sudah berjalan bersisian dengan Ratih. Ratih yang kaget akan cowok yang tiba-tiba berjalan berdampingan dengannya seketika menghentikan langkahnya. Ratih menatap malas Nigi, cowok itu malah tersenyum seperti biasa seolah menggodanya. Tanpa memedulikan cowok yang di sampingnya itu Ratih kembali berjalan menaiki anak tangga, Nigi tersenyum membalas teman-teman ceweknya yang tidak sengaja berpapasan dengan mereka. Ratih yang diam-diam memperhatikan Nigi berdecak, cowok playboy tetaplah cowok playboy batinnya. Sesampainya Ratih di depan pintu kelasnya tiba-tiba saja Nigi menarik tangannya, membuat Ratih menatap cowok itu tajam. Baik teman sekelasnya maupun teman di kelas lain yang berlalu-lalang diantara mereka itu seketika memperhatikan tindakan Nigi. “Lepas." Ratih menarik tangan yang di cekal Nigi, namun cowok itu malah mengeluarkan smirknya membuat salah satu lesung pipi di sebalah kanannya itu terlihat. Nigi mendekatkan badanya kearah Ratih kemudian cowok itu berbisik di telinganya. “Thanks yah, buat semalam." Nigi berujar santai, dengan suara yang agak keras. Sehingga teman-temannya yang berjalan melewati mereka mendengar apa yang diucapkan oleh Nigi. Karena setelah itu Ratih mendapat tatapan horor dari teman-teman sekolahnya. Nigi tersenyum melihat wajah Ratih yang memerah, ia benar-benar menyukai cewek itu yang marah kepadanya. Sekali-sekali cewek itu memang pantas diberi pelajaran. Nigi sengaja berbicara keras dan ambigu untuk memberi pelajaran pada Ratih, cewek itu benar-benar berbeda dengan cewek yang selama ini dikencaninya. Bagaimana tidak, cewek itu berani menolaknya sebelum dirinya berhasil menggoda. Itu membuat ego sebagai playboynya tersinggung, jadi jangan salahkan dia kalau ia mengerjainya sekali-kali. Karan berjalan sambil membawa kertas hasil ulangan Matematika, sebenarnya ia tidak bermaksud untuk membuka kertas ulangan kelas Kiran. Hanya saja kertas ulangan paling atas tertera nama Kiran. Cowok itu menatap sinis melihat nilai Kiran yang kurang dari KKM, seumur hidupnya ia tidak pernah mendapatkan nilai 40 untuk pelajaran Matematika. Dan sekarang ceweknya mendapatkan nilai 40 itu memalukan. Tunggu sebentar, kenapa dia menyebut Kiran sebagai ceweknya? Entah kenapa ia juga tidak tahu. Hanya saja ia terganggu dengan sifat Kiran yang sering memperhatikannya, jangan salah ia mengetahui dengan pasti cewek itu selalu memperhatikannya semenjak mereka sama-sama kelas 10. Namun ia tidak tahu nama cewek itu, toh buat apa untuk mengetahuinya itu hanya membuang-buang waktunya saja. Satu bulan lalu Karan lagi-lagi memergoki Kiran yang memperhatikannya, ia yang sudah jengah akan sifat Kiran pun akhirnya berkata seperti itu. Bukan dirinya menyukai Kiran, bukan sama sekali. Ia sudah lelah dan jengah akan cewek berambut panjang itu. Mungkin saja jika dirinya berpacaran dengan Kiran, cewek itu akan berubah tidak memperhatikannya dan terbukti Kiran tidak memperhatikannya lagi, meskipun cewek itu terkadang hanya meliriknya tidak seperti dulu yang setiap saat meliriknya. Meskipun dirinya harus akui bahwa cewek itu cantik dan manis, tapi tetap saja ia tidak menyukainya. Karan perlahan memasuki kelas Kiran dengan santai membuat suasana kelas mendadak sepi. Ia tidak memedulikan mata teman-teman sekelasnya yang memandangnya ingin tahu. Dilihatnya Kiran yang berada di meja paling pojok, cewek itu begitu asyik membaca sebuah n****+ yang dia ingat dia yang membelikannya n****+ tersebut pada Kiran. Cewek itu begitu larut sampai tidak menyadari Karan yang kini telah berdiri di hadapan mejanya, memandang Kiran datar. "Seharusnya elo duduk di depan, pantas aja nilai ulangan lo selalu merah." Cibir Karan dingin. Kiran seketika mendongkak menatap Karan yang berdiri di hadapannya dengan mengangkat nilai ulangan harian Matematikanya, membuat seketika wajahnya memanas mendengar sindiran Karan. "Ka Karan, emm elo ngapain di kelas gue?" Karan menaikkan alisnya tinggi, tanpa membuang waktu cowok itu menyerahkan nilai ulangan Kiran beserta teman-temannya kepadanya. Tanpa sepatah kata cowok itu berlalu di hadapannya, Karan berjalan cuek, malas mendapati tatapan teman-teman Kiran. "Itu tadi. Cowok lo? Si Karan?" tanya Tita, yang masih kaget akan kedatangan Karan ke kelasnya. "Bener-bener freezer." Celetuk Rani sambil menggeleng. Kiran tidak menyahuti teman-teman sekelasnya, ia mencebikkan bibirnya sebal. Dia benar-benar malu, kenapa ia harus terlihat bodoh di depan Karan yang notabene cowok pintar di sekolahnya. Ia merasa semakin tidak pantas jika berdiri dengan Karan, tiba-tiba saja moodnya memburuk. tobecontinue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN