Karan memarkirkan motornya di sebuah tempat latihan Basket langganannya, dilihatnya semua temannya itu sudah berkumpul. Teman-temannya itu menatap Karan dengan pandangan aneh, Karan yang mempunyai sifat cuek, dan masa bodo itu malah mengacuhkannya. Ia sibuk membuka kemeja seragamnya, menampilkan d**a bidangnya. Ia lupa untuk membawa baju ganti, alhasil dirinya kali ini latihan tanpa kaos seperti biasanya.
"Tumben lo telat, dari mana lo?" Tanya Azka sambil menatap Karan penasaran. Pasalnya baru kali ini temannya itu telat, padahal temannya itu anti pati terhadap orang telat. Baginya waktu adalah segalanya, maka dari itulah Azka dan empat orang temannya itu heran bercampur penasaran.
"Nganterin cewek gue." Balasnya datar, namun tidak bagi ke lima temannya itu. Mereka semua menatap Karan dengan pandangan yang sulit diartikan, membuat Karan sebal dibuatnya.
"Cewek lo? Sejak kapan elo jadian?" tanya Arsen bingung, well diantara kelima temannya ini. Hanya Karan yang dipastikan masih jomblo, teman satunya itu seolah tidak menyukai yang namanya 'cewek' karena sifatnya yang dingin dan cuek, serta selama dua tahun dirinya mengenal Karan. Temannya itu tidak pernah membawa seorang cewek, atau bercerita soal cewek yang disukainya kepada mereka. Maka dari itulah, ketika Karan membicarakan soal ceweknya tadi, mereka jelas kaget bukan main.
"Sejak tadi." Balasnya santaitanpa memedulikan wajah teman-temannya yang menatapnya kaget.
"Terus cewek lo sekolah di mana?" Tanya Ares kepo.
"Satu sekolahan sama kita."
"Serius lo? Namanya siapa?" kali ini pertanyaan dari Nigi teman sebangkunya Karan. Gerakan mengikat tali sepatu yang dilakukan Karan seketika terhenti, cowok itu berpikir. Membuat teman-temannya itu menunggu Karan dengan wajah yang semakin penasaran.
"Gue... enggak tahu." Jawabnya cuek, membuat seketika temannya kembali menganga. Namun sedetik kemudian mereka semua tertawa, sumpah ini lucu. Elo jadian sama cewek, tapi elo nggak tahu nama cewek elo sendiri. Dan itu yang membuat teman-teman Karan tertawa terbahak-bahak, Arsen memegangi perutnya tidak kuat menahan tawa. Sedangkan Ares, Azka, dan Nigi, menertawakan Karan sampai mengeluarkan air mata sedangkan Revan. Cowok itu hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar sulit dipercaya temannya itu.
"Apaan si lo pada, malah ngetawain gue. Mau latihan enggak nih, gue cabut kalo elo semua ketawa terus." Ancam Karan, cowok itu terlebih dahulu berjalan menuju lapangan, ia benar-benar kesal pada teman-temannya itu. Apa yang diucapkannya salah? Dirinya memang tidak tahu nama cewek itu. Wajar saja kan dirinya tidak tahu? Lagi pula bisa besok-besok dirinya berkenalan.
***
Ke esokkan paginya, Kiran sudah dikerumuni oleh teman-teman sekelasnya. Teman-temannya itu benar-benar ingin tahu hubungannya dengan kedua cowok incaran di sekolahnya. Beruntunglah mereka semua tidak melakukan tindakan diskriminasi kepadanya, kalau sampai itu terjadi dia akan meminta izin untuk pindah sekolah kepada orang tuanya.
"Elo jadian sama Karan? Apa sama pak Lukas?" Tanya Kinan sambil menyilangkan kedua tangannya di d**a.
"Elo b***k yah Nan, kemarin kan Karan ngomong sendiri kalau dia mau jemput ceweknya, si Kiran. Buktinya si Kiran yang di tarik tangannya bukan si Ratih." Seru Gina, sambil menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. Cantik-cantik kok b***t dengus cewek itu dalam hati.
"Udah ah, gue nggak mau bahas."
“Harus mau dong Ran, karena kita bisa mastiin kalo elo misalnya beneran jadian sama Karan. Berarti kita akan ngelepas Karan buat elo, dan sebaliknya kalo Pak Lukas jadian sama elo. Kita bakal ngelepas juga." kali ini Rere ketua kelasnya yang berujar, benar-benar teman macam apa ini. Yang berbicara seperti itu kepadanya?.
“Kalian, sedang apa di meja Kiran?" interupsi Bu Astrid. Guru Ekonomi di kelasnya. Langsung saja teman-teman yang berkumpul di mejanya itu langsung ngacir, menuju tempat duduk masing-masing. Beruntung lah Bu Astrid sudah berada di kelasnya, ia tidak tahu harus membalas seperti apa pertanyaan teman-temannya itu jika Bu Astrid sampai sekarang belum berada di kelasnya.
***
Kiran berjalan bersama Ratih setelah mereka berdua membayar nasi soto, setelah itu mereka berjalan melewati meja yang di isi beberapa cowok. Kiran yang asyik mendengarkan ucapan Ratih, tak menyadari kalau seseorang tengah memperhatikannya dengan datar.
"Elo, cewek yang di ikat ekor kuda." seru cowok yang sedari tadi memperhatikannya. Ratih dan Kiran seketika memberhentikan langkahnya, Ratih membalikkan badannya langsung menatap sang sumber suara.
"Elo, manggil gue?" tanya Ratih ragu, cowok itu menggeleng.
“Bukan elo, elo bukan cewek gue." Balas Karan datar, dengan perlahan Kiran membalikkan badannya sehingga kini dirinya bisa menatap Karan. Cewek itu tersenyum canggung, apalagi yang di mau cowok itu. Apakah Karan akan memintanya untuk menagih uang bensin? Kalau begitu ia harus siap-siap mengeluarkan uang di dalam dompet yang dibawanya. Belum sempat dirinya membuka dompet, Karan terlebih dahulu menghentikan aksi konyolnya.
"Nama lo siapa?"
“Gu-gue Kirana Alona." Balasnya pelanKaran menganggukkan kepalanya.
"Gue, nggak perlu ngenalin diri gue kan?" Kiran mengangguk.
Dengan gelisah Kiran menatap Karan lagi, menunggu pertanyaan selanjutnya. Bisik-bisik mulai terdengar di telinga Kiran dan Ratih karena Karan yang tiba-tiba memanggilnya dengan sedikit berteriak membuat beberapa pasang mata melirik ke arah mereka dengan rasa ingin tahu, terlebih Karan salah satu idola di sekolahnya. Kiran benar-benar ingin segera pergi dari sini namun sampai dua menit kemudian, cowok itu hanya diam menatap Kiran dengan pandangan bertanya.
"Kalau begitu gue duluan." Karan mengangguk masih dengan ekspresi datarnya, Kiran dan Ratih langsung saja berjalan meninggalkan Kantin.
***
Sudah dua minggu Kiran dan Karan berpacaran, hanya saja teman-teman sekolahnya itu merasa aneh akan hubungan mereka. Karan tidak pernah menemui Kiran di kelas, atau hanya sekedar mengantar-jemput Kiran. Maka dari itu lah teman-temannya menyimpulkan, kalau mereka berdua tidak benar-benar berpacaran. Ketika berpapasan pun mereka berdua hanya melempar senyum. Well, Kiran yang tersenyum duluan, sedangkan Karan? Cowok itu hanya mengangguk sebagai balasan. Belum lagi soal Pak Lukas, sepertinya kejadian minggu lalu cowok itu tidak menganggap benar ucapan Karan. Buktinya Pak Lukas masih sering menggodanya, mungkin jika Kiran sudah keluar dari sekolah ini baru guru genit itu menyerah mendekatinya. Seperti saat ini misalnya, Pak Lukas memaksa Kiran untuk pulang bersama dengannya. Padahal Kiran sudah menolak dengan tegaskalau dirinya tidak mau. Tapi yang namanya Lukas Prayoga. Tidak pernah mau menerima penolakan, dengan jengkel akhirnya Kiran menuruti keinginan Pak Lukas. Lukas tersenyum lebar begitu Kiran membuka pintu samping mobilnya.
Karan berjalan menuju tempat parkir bersama ketiga temannya, dilihatnya Kiran memasuki sebuah mobil sedan putihyang dia dan ketiga temannya itu ketahui, bahwa pemilik mobil tersebut adalah salah satu guru muda di sekolahnya. Setelah mobil sedan putih itu pergi, barulah Karan dan teman-temannya itu sampai di tempat parkir.
"Ka, elo kok nggak cegah cewek lo sih?" Tanya Azka geram, dia bingung akan sikap temannya itu. Kalau dirinya menjadi Karan, sudah dipastikan cowok yang membawa pacarnya itu pergi akan babak belur. Diantara teman-temannya memang Azka yang cenderung sulit menahan emosi. Makanya teman-temannya itu sudah memaklumi sifat Azka, namun tak jarang mereka juga sebal kalau sifat keras kepala Azka sudah muncul, yang berakhir sulit untuk di beri tahu.
"Suka-suka dialah, mau pulang bareng siapa." Balasnya cuek, membuat heran ketiga temannya. Karan memilih untuk menyalakan motornya, ia malas membahas perihal seperti ini.
“Coba deh, elo telepon atau chat cewek lo, Ka. Tanyain dia mau ke mana." Azka lagi yang diangguki kedua temannya yang lain.
"Percuma."
“Kok percuma?" Sela Nigi heran.
"Karena gue nggak punya nomor ponsel dia." Ucapnya datar dan tanpa ekspresi.
Seketika mulut ketiga temanya itu menganga, Sambil mengerjapkan kedua matanya karena kaget. Astaga seminggu berpacaran, tidak punya nomor ponsel pacar sendiri. Lalu apa yang dilakukan mereka berdua? Nigi tidak habis pikir. Temannya itu bodoh? Apa memang kelewat cuek. Benar-benar tidak bisa dipercaya, Revan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan Nigi berpura-pura sibuk menyalakan Motornya, berbeda dengan Azka. Cowok itu tidak kuat menahan tawanya, ia tertawa terbahak-bahak membuat Karan menatap Azka tajam.
***
Kiran berjalan di koridor bersama Ratih, ketika mereka hendak menuruni anak tangga menuju kelas 10, Karan tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka. Membuat Kiran dan Ratih menghentikan langkahnya.
“Pulang bareng gue." Karan menarik tangan Kiran, membuat cewek itu terpekik kaget. Dengan langkah cepat setengah berlari. Kiran menatap Ratih ke belakang, dengan tatapan meminta maaf karena tidak jadi pulang bersama. Sedangkan Ratih, cewek itu masih kaget akan kejadian di depan matanya.
"Elo, temannya Kirana kan?" Seru seorang cowok yang mengagetkan Ratih dari lamunan sementaranya.
Ratih mengangguk.
“Pulang bareng gue yuk." Ajak cowok itu dengan senyum mempesona. Ratih mengerutkan keningnya bingung. Di depannya berdiri seorang cowok yang ia ketahui dari teman-teman sekelasnya, salah satu cowok yang pantas dia hindari. Terlebih cowok itu playboy, yang sering berganti-ganti cewek selama seminggu dia adalah Nigi Wardanaa. Ratih menggeleng sopan, dengan senyum kecilnya. Cewek itu hendak berjalan meninggalkan Nigi, Namun Nigi seolah buta, ia malah mencekal lengan Ratih.
Dengan senyum andalannya cowok itu berujar.
“Kenapa? Lo udah punya pacar?"
Ratih tetap menggeleng.
"Terus? Elo dijemput sama Bokap lo?" lagi-lagi Ratih menggeleng, membuat Nigi gemas dibuatnya. Ingin rasanya dirinya mencium cewek manis di hadapannya itu.
"Sorry, gue nggak biasa jalan sama cowok playboy." Desisnyaseketika membuat Nigi tergagap. Seumur-umur dirinya tidak pernah ditolak oleh cewek, dirinya yang selalu menolak cewek-cewek seperti itu. Dan kali ini ada cewek yang berani menolak ajakannya? Nigi yang masih kaget pun tanpa sadar melepaskan cekalan pada tangan Ratih. Membuat Ratih tidak bersusah payah untuk melepaskan cekalan ditangannya, cewek itu kemudian pergi meninggalkan Nigi yang masih termenung.
-
-
-
TOBECONTINUE