Bab 1

958 Kata
Karan Reinal 11 Ipa 2, dengan IQ diatas rata-rata. Menjadikannya juara umum berturut-turut selama bersekolah di SMA Negeri 11. Wajahnya yang tampan, sifatnya yang dingin serta tatapan matanya yang tajam membuatnya terkadang di segani oleh teman-temannya. Meskipun seperti itu tak jarang banyak cewek-cewek yang mencari perhatian terhadapnya, dan berakhir dengan Karan yang selalu membalas perlakuan mereka dengan cuek. Sifat cueknya itu lah yang membuat Kiran terpesona pada Karan, sedari dirinya pertama masuk sekolah ini. Ia begitu menyukai Karan bukan karena tampangnya yang tampan saja, tetapi karena cowok itu pintar dan satu hal lagi, cowok itu salah satu cowok teladan di sekolahnya dan di sayangi oleh para guru, membuat cowok-cowok di SMA 11 itu tidak menyukainya. Tetapi meskipun begitu, cowok-cowok di sekolahnya tidak pernah berani mengganggu Karan, sabuk hitam yang di pegang Karan sudah cukup untuk membuktikannya. “Kiran, lo di panggil Kak Muti.” Kiran yang sedang menelungkupkan wajahnya pada kedua tangannya itu seketika mendongak, menatap suara yang memanggilnya. “Sekarang?” Tanyanya bingung. “Iya lah, buruan deh. Kita lagi rapat nih.” Ujar Kian sebal begitu melihat Kiran yang malah bertanya. “Absenin gue yah, Ra.” Kiran berujar sambil berjalan menyusul Kian yang sudah pergi. Setengah jam kemudian, Kiran baru saja keluar dari ruang rapat osis. Dirinya menjabat sebagai seksi konsumsi, Mutia kakak kelasnya yang menjabat sebagai wakil ketua osis itu memanggilnya untuk membicarakan perihal konsumsi. Pasalnya beberapa minggu lagi akan ada rapat antar orang tua kelas 12. Ketika Kiran berjalan di koridor kelas 10 hendak berbelok menaiki anak tangga, tiba-tiba langkahnya terhenti begitu mendapati cowok dingin menghadang langkahnya. Kiran meneguk ludahnya berat, keringat dingin mulai membanjiri kedua tangannya karena gugup. Kiran lalu tersenyum menatap Karan yang masih menatapnya tajam. “Kenapaelo selalu ngeliatin gue?” Tanyanya dingin dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana seragamnya. Seketika itu jantung Kiran serasa berhenti, pikirannya mendadak kosong, ia berharap lantai yang dipijaknya itu tiba-tiba saja ambruk membawa dirinya ke bawah dasar tanah. Namun pikiran konyolnya itu segera berakhir ketika melihat manik hitam Karan yang mengintimidasinya. “Eh.” Ujarnya gugup sambil menundukkan wajahnya. Ia tidak ingin menatap Karan, demi Tuhan dirinya begitu cemas, dia takut bahwa ucapannya tidak di percayai oleh Karan. “Elo nggak bosen? selama ini merhatiin gue secara sembunyi-sembunyi. “Tanyanya lagi, tanpa menghiraukan jawaban Kiran. “Maaf.” Cicit Kiran, ia benar-benar sudah pasrah akan tindakan apa yang diambil oleh Karan terhadapnya. Kalaupun cowok itu memintanya untuk berhenti memperhatikannya, ia akan lakukan itu meskipun berat. “Kalau begitu, lo jadi pacar gue.” Ucapnya datartanpa menunggu jawaban dari Kiran, cowok itu kemudian pergi meninggalkan Kiran yang sukses membuatnya syok, apa cowok itu sedang sakit? Atau pendengarannya yang salah. Namun sepertinya opsi kedua yang lebih masuk akal, Kiran melirik arlojinya tersisa sepuluh menit lagi jam pergantian pelajaran segera berakhir, Kiran berjalan malas menuju ruang kelasnya. Ia mendadak malas untuk masuk ke kelasalasannya hanya satu, ia tidak menyukai guru sejarahnya itu yang genit. Yah meskipun harus dia akui, Lukas guru Sejarahnya itu masih muda dan tentunya tampan. Hanya beda 7 tahun dengannya, sikapnya yang selalu menggoda dirinyalah yang membuat dia tidak menyukai Lukas. Meskipun teman-temannya itu sangat memuja guru sejarahnya, tapi justru ia tidak menyukainya sama sekali. Ia tidak tahu apa selama ini Lukas benar-benar tertarik kepadanya, atau hanya senang menggodanya saja. Entah lah, yang jelas dia tidak menyukainya titik. *** Kiran yang sedang membereskan buku-buku pelajaran ke dalam tasnya, seketika terhenti begitu melihat Lukas dengan senyum andalannya berdiri di samping mejanya. Cowok itu tersenyum memandangi wajah Kiran yang mendadak bete akan kehadirannya, Lukas jelas tahu, sangat tahu betul kalau gadis yang menatapnya bete itu tidak menyukainya. Dirinya juga heran kenapa salah satu muridnya itu tidak menyukainya, padahal murid-murid cewek lain saja menyukainya bahkan rekan-rekannya yang sesama guru pun menyukainya. Hanya saja cewek satu ini saja yang menolaknya secara terang-terangan. Kadang dirinya juga bingung, apa yang kurang dengan dirinya. Dia tampan, berada, dan masih muda, tapi cewek itu malah tidak menyukainya. “Ayok.” Ajak Lukas begitu melihat Kiran sudah siap dan berdiri. “Maaf Pak, sepertinya Bapak belum tahu kalau Kiran pacar saya. Saya ke sini mau jemput Kiran.” ujar sebuah suara yang berasal dari belakang tubuh Lukas. Kiran seketika membelalakkan matanya kaget, jadi cowok itu benar? Cowok itu tidak sakit, bahkan dirinya tidak salah dengar. Suasana kelas yang masih ramai dan teman-temannya yang masih berada di kelas mendadak memperhatikannya. Kiran berdiri tidak nyaman ia bingung harus bagaimana dirinya lalu menatap Ratih meminta pertolongan teman sebangkunya. Namun teman satunya itumalah menatapnya dengan menaikkan alisnya tinggi. Karan berdecak sebal, sebentar lagi waktunya dia latihan basket dan cewek baru-nya itu malah membuat waktunya lama, dengan malas ia menarik tangan Kiran tanpa menghiraukan Lukas yang berada di tengah-tengahnya. Begitu keluar kelas tanpa memedulikan teman-temannya dengan rasa ingin tahu, Karan membawa Kiran ke tempat parkir. Cowok itu menghidupkan motornya lalu menyuruh Kiran naik ke atas motor hitam miliknya. Sebelum pergi Karan meminta Kiran untuk menyebutkan alamat rumahnya, baru lah setelah itu mereka pergi meninggalkan sekolah. Ketika sampai di rumah Kiran, setelah cewek itu turun dari motor Karan. Tanpa membuang waktu cowok itu pergi begitu saja, membuat Kiran tidak bisa berucap sepatah kata pun. Padahal ia belum mengucapkan terima kasih kepada Kiran, tapi cowok itu malah langsung pergi begitu saja sulit dipercaya. Dengan perasaan dongkol, Kiran berjalan masuk ke dalamrumahnya. Rumahnya seperti biasa sepi, kedua orang tuanya itu tidak pernah ada di rumah. Ia kadang merasa takut, kalau setiap hujan besar harus tinggal sendirian di rumah sebesar ini. Ketika Kiran merebahkan badannya di atas ranjang, pikirannya tiba-tiba saja melayang pada kejadian tadi di sekolah, lebih tepatnya di kelasnya. Hatinya mendadak tidak karuan, pasti besok teman-teman sekelasnya itu ingin tahu. Rasa-rasanya dia ingin sekali creambath, menghilangkan rasa pening yang mendadak hinggap di kepalanya. - - - Tobecontinue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN