chapter 14

1059 Kata
Sofia tidak bisa berkata apa pun pada Falisha saat ini. Dia akan mengelak dengan apa pun yang orang katakan. Dia hanya akan mengenakan spekulasinya saja di saat sedang marah. Temannya itu menangis dari sejam yang lalu. Padahal saat terakhir putus dengan Rio pun tidak sampai seperti ini. Dia berulang kali tidak ingin memakai hatinya terlalu jauh, tapi tanpa Falisha sadari dia sudah bermain hati sejak awal. Sofia mendengar bel pintu, dia sudah beranjak untuk membukanya. Tapi Falisha sudah lebih dulu menghalanginya. Falisha turun dari kasur, menghapus airmatanya dan berjalan keluar. Falisha membuka pintu apartemen dan sepertinya dia sudah mengira siapa yang datang.   Tanpa pembukaan Falisha memberi tamparan pada Candra. Pria itu pun tidak mengelak sama sekali. Sofia tahu akan ada pertengkaran hebat, memilih untuk keluar dari apartemen. Karena dia sendiri tidak tahu siapa yang di bela. Di sisi lain bos yang memberi gaji, di sisi lain teman yang memberinya tumpangan. Jadi daripada dia di pecat dan di usir oleh sahabatnya, Sofia memilih untuk  keluar dari apartemen. Setelah Sofia menutup pintu kamar, Candra berusaha untuk mendekati Falisha. Dengan tenaga sebisanya Falisha mencoba mendorong Candra. Dia merasa jijik pada dirinya sendiri, tapi kenapa hatinya meluluh saat Candra berhasil mengalahkannya dan memeluknya.             “Demi Tuhan aku tidak pernah membohongimu, Fal. Aku tidak pernah menikah. Kalya memang anakku dari kekasihku dulu,” ucap Candra. Dan itu membuat Falisha berpikir lebih jauh, apa itu artinya Candra tidak menginginkan sebuah pernikahan? Pikiran-pikiran lain pun terputar di kepala Falisha. Dia benar-benar gila dengan semua pikirannya sendiri.             “Aku gak pernah berpikir akan menjadi seorang ayah secepat ini. Tapi dia menolak untuk menikah dan merawat seorang bayi. Dan dia juga takut akan aborsi. Jadi dia memilih melahirkannya dan memberikan Kalya padaku,” jelas Candra. Falisha menatap Candra dan mendorongnya, melepaskan pelukan hangat pria itu.             “Kamu pikir aku percaya? Sudah berapa lama kita berpacaran Candra?! Hampir empat bulan Candra! Kamu bahkan tidak berani mengatakan pada temanmu kalau aku pacar kamu! Dan kamu menyembunyikan masalah yang paling besar! Anak kamu sendiri!! Berapa banyak lagi kebohongan dan rahasia yang kamu simpan?!” Falisha merasa gila dengan pikiranna sendiri.   Falisha merasa matanya kembali memanas. Tapi dia berusaha untuk tidak menangis di depan pria ini. Dia tidak ingin kalah dengan perasaannya. Sejak awal hubungan ini tidak masuk akal, semuanya salah sejak awal. Mereka hanya terlibat one night stand. Dan mungkin saja Candra hanya tergoda dengan tubuhnya, tapi dia tidak sungguh mencintainya.               “Aku ingin kita putus,” ucap Falisha. Candra sedikit terdiam dengan perkataan Falisha. Perempuan itu melewatinya dan membuka pintu apartemen.             “Fal, aku mohon jangan seperti ini! Maafkan aku...” Candra belum menyelesaikan perkataannya, tapi Falisha sudah membukakan pintu untuknya.             “Anda bisa keluar sekarang,” ucap Falisha. Candra masih berusaha meyakinkan Falisha, tapi perempuan itu masih mengelak darinya dan Candra pun tidak bisa melakukan apa pun. Dia berjalan keluar dari apartemen Falisha. Seperginya Candra, Falisha menutup pintunya dan lagi-lagi menangis dengan keras. Dia berteriak pada kebodohannya. Untuk apa mencintai, jika pada akhirnya akan ada hati yang retak?   ****   Falisha mengambil beberapa hari untuk cuti. Dia benar-benar hancur karena hubungannya kali ini. Dia memperingati dirinya sendiri untuk tidak jatuh cinta telalu jauh pada pria itu. Tapi nyatanya dia jatuh pada kehancuran yang berkali-kali lipat. Selama tiga hari Falisha hidup seperti orang bodoh. Dia menangisi kebodohannya. Dan menjalani hidup seperti mayat. Seakan dia sudah tidak lagi berminat untuk hidup. Napsu makan yang hilang, menangis sepanjang malam, bahkan sampai dia menghabiskan tenaganya dengan berolahraga di gym apartemen. Mengacuhkan tubuhnya yang sudah kurus semakin lebih kurus.             “Fal, jangan kayak gini terus dong,” ucap Sofia saat melihat sahabatnya itu baru kembali dari gym. Falisha mengeringkan keringatnya dan meminum air.             “Kenapa?” tanyanya.             “Lo tahu kenapa. Lo gak makan, tapi lo buang-buang tenaga lo gila-gilaan. Dan malem lo bakal mabuk dan nangis semalaman. Lo mau mati?” gerutu Sofia. Falisha hanya diam karena yang dikatakan sahabatnya itu memang benar. Dia menyakiti dirinya hanya untuk melupakan seluruh lukanya. Rasanya sangat sulit untuk dirinya bisa diterima. Semua pria hanya menginginkan tubuhnya. Sementara dia menginginkan sebauh cinta. Apa sebegitu sulitnya untuk bisa dicintai. Falisha menarik napasnya dan mengembuskannya. Menghilangkan rasa sesak dan matanya yang sudah kembali.   Hari ini adalah hari terakhir dia cuti. Besok dia sudah harus melanjutkan hidupnya. Setidaknya dia harus mengeluarkan seluruh emosinya. Agar besok dia terlihat baik-baik saja di depan orang. Cukup Sofia yang tahu seberapa hancur dirinya. Jangan ada lagi yang tahu kehancurannya. Termasuk Candra.   ****   Candra baru melihat Falisha hari ini. Dengan rambut yang di cepol asal. Dengan kaos putih dan celana bahan yang di balut dengan kemeja hitam. Dia berjalan bersama dengan seorang anak Divisi seakan sedang membicarakan sesuatu yang sangat penting. Candra tahu ini kebodohannya. Dia tidak berniat untuk menutupi dan membohongi Falisha. Dia hanya merasa takut kalau Falisha tidak bisa menerima Kalya. Dan sekarang dia sangat merasa menyesal. Seharusnya dia tidak berpikir sepicik itu dengan Falisha.   Candra seakan ingin mencari celah agar bisa berbicara dengan Falisha. Dia ingin memulai semuanya dari awal. Dan dia bersumpah tidak ada lagi kebohongan atau pun rahasia. Tapi keberaniannya seakan lenyap saat mengingat mata merah Falisha yang memerah karena kebodohannya. Dia yang bersumpah untuk mencintai dan membahagiakannya. Malah melukainya dan membuat perempuan itu pergi darinya.             “Fal!” Candra menoleh pada si fotografer yang terlihat sangat dekat dengan Falisha. Dia tahu kalau pria itu memendam rasa pada Falisha. Tidak sulit untuk Candra melihat itu. Walau Falisha berulang kali mengatakan kalau lelaki itu hanya sahabatnya. Tapi Candra adalah pria, dan dia tahu tatapan setiap pria pada wanita yang dia cintai. Dan tatapan fotografer itu bukanlah tatapan persahabatan.   Falisha tersenyum simpul padanya. Dengan santainya pria itu memainkan rambut Falisha. Perempuan itu hanya terlihat mengomel dengan keusilan Ernest. Namun pria itu hanya tersenyum usil.             “Lo entar jadi balik sama gue, kan?” tanya Ernest.             “Iya, gue nebeng sampe halte aja,” ucap Falisha.             “Kayak sama orang lain aja. Gue anter sampai depan loby apartemen lo. Tapi temenin makan di angkringan dulu, ya?” ucap Ernest.             “Gue gak laper, Nest,” balas Falisha.             “Lo gak laper, gue? Udah temenin aja. Kalau lo gak mau makan, pesen s**u jahe aja. Enak lo!” ucap Ernest. Falisha menghela napas dan menganggukkan kepalanya. Mereka pun kembali berjalan menuju ruangan mereka masing-masing untuk bersiap pulang. Sementara Candra melihat mereka dari balik ruangan kaca hanya bisa menggeram kesal karena tidak bisa melakukan apa pun. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN