chapter 15

1249 Kata
Falisha melaporkan seluruh pekerjaannya pada kepada divisi. Dan dia mengeluh karena banyak sekali yang harus ia revisi di sana sini. Kepala divisi bilang pekerjaannya untuk saat ini sangat buruk dan tidak pernah sekali pun Falisha melakukan itu. Baru kali ini dia sekacau ini. Melewati lorong kantor Falisha berjalan ke ruangannya. Dari jauh dia seperti mendengar suara anak kecil yang memanggil ‘mama’. Mungkin ada yang membawa anak ke kantor. Falisha masih berjalan dan saat dia berbelok ke ruangan, Falisha kembali melihat Kalya yang berlari ke arahnya.             “Mamaa!” teriak anak kecil itu. Jujur saja wajah Falisha memerah. Beberapa karyawan menatapnya seakan bertanya pada Falisha,” itu anak siapa?” Malas memberikan penjelasan. Falisha membawa Kalya ke ruangannya dan menyuhnya duduk di bangku.             “Kalya ke sini sama siapa?” tanya Falisha.             “pak Didi,” jawabnya. Kalya mengambil pulpen dan Falisha langsung memberi kertas kosong sebelum dia mencoret seluruh pekerjaannya.             “Terus, kenapa Kalya tadi manggil tante ‘mama’?” tanya Falisha lagi.             “Karena poto mama ada di hape papa,” jawab anak kecil itu dengan santai. Falisha sedikit terkejut dengan jawaban anak kecil ini. Apa Candra masih menyimpan fotonya? Falisha menggelengkan kepalanya. Mungkin anak ini sedang melantur, pikir Falisha. Kalya masih menggambar abstrak di kertas. Melihat Kalya yang terlihat sangat pintar, membuat Falisha sedikit bertanya dalam hati, apa benar balita ini tidak memiliki ibu? Bahkan saat tubuhnya masih merah dia sudah di tinggal hanya untuk sebuah keegoisan. Falisha termenung sampai dia terkejut saat pintu ruangan terbuka.             “Kalya? Kan papa bilang jangan keluar kalau papa sedang rapat,” ucap Candra.             “Maaf, pa. Kal mau main sama mama,” ucap balita kecil itu. Falisha merasa ada yang hangat di hatinya. Jujur saja dia tidak pernah sedekat ini pada anak kecil. Dia memang suka sama anak kecil. Tapi baru kali ini ada balita yang sangat manis dan menuruti perkataannya.             “Ayo balik ke ruangan papa,” ucap Candra dengan lembut.             “Gak. Papa tinggalin Kal terus. Kal mau main sama mama aja,” balas Kalya. Candra terlihat tidak enak dengan Falisha. Dengan suara yang sangat pelan Falisha pun berkata,” gak apa, pak. Kal juga gak terlalu ngerepotin.” Candra memperhatikan Falisha dan putranya. Dengan sedikit ragu dia mendekati putranya dan menunduk. Mensejajarkan tubuh tingginya dengan putranya yang masih sangat kecil. ” Kal, jangan bikin tante repot ya,” ucap Candra. Kalya hanya menganggukkan kepala dan meneruskan maha karyanya. Jujur saja Falisha sangat merasa takjub dengan cara Candra bersikap pada Kalya. Kalau saja... Falisha menghintakan kata-kata yang terpintas dikepalanya. Dia tidak ingin lagi berangan. Karena itu akan sangat menyakitinya lagi.   Falisha masih melihat Candra menatapnya sebelum akhirnya dia menutup pintu. Falisha menarik napas dan mengembuskannya. Rasanya dia tidak bisa bernapas setiap kali menatap pria itu. Ada banyak kenangan yang sudah mereka buat dan rasanya itu tidak akan pernah bisa singkirkan begitu saja. Hanya saja dia tidak bisa menyentuhnya lagi. Karena Falisha sudah memutuskan hubungan mereka. bahkan pria itu tidak lagi berusaha untuk mendekatinya, itu artinya dia pun menginginkan hal yang sama. Falisha menoleh pada balita yang menarik bajunya. Falisha menoleh dan tertawa melihat gambaran anak kecil ini.   *****   Falisha memainkan rambut hitam legam Kalya yang mirip dengan Candra. Anak lelaki itu tertidur di sofa ruangan Falisha setelah memakan satu bungkus coklat dan menonton youtube dari ponsel Falisha. Tentu saja Falisha tidak bisa bekerja dan harus menyerahkan pekerjaannya pada Sofia. Dan kini bayi itu sudah terlelap, wajah polos yang terlihat sangat lelah. Falisha memberi kecupan di kening dan pipi Kalya, lalu meninggalkannya tidur dengan nyenyak.             “Ciye, mama perhatian banget sih,” ucap Sofia. Falisha mengacuhkan ejekan Sofia dan melihat pekerjaan temannya itu. Dia kembali mengecek yang Sofia kerjakan dan merevisinya. Tidak berapa lama pintu ruangan Falisha terkejut dan saat dia menoleh Candra sudah ada di depan pintu. Falisha, Sofia dan dua timnya langsung berdiri saat melihat Candra. Untuk ketiga orang bawahan Falisha, mereka lebih karena menghormati si bapak Candra. Sementara Falisha lebih karena terkejut dan merasa bersalah padanya.             “Maaf, saya mau mengambil Kalya,” ucap Candra. Falisha menunjuk ke arah sofa dan melihat anak lekakinya yang sangat aktif itu tidur dengan pulas.             “Terima kasih,” ucap Candra setelah menggendong Kalya. Falisha hanya menganggukkan kepala dan menundukkan kepala. Dia tidak berkata apa pun pada Candra. Karena memang dia yang menginginkannya.             “Kenapa gak minta maaf aja sih,” bisik Sofia. Falisha tidak mengacuhkan perkataan Sofia dan kembali menyelesaikan pekerjaannya.   Falisha sudah mengambil keputusan untuk berpisah. Dia sudah berkabung selama tiga hari penuh. Dan sekarang dia harus menjalani kehidupannya. Dia tidak ingin lagi mengingat apa pun yang sudah mereka lewati. Falisha hanya mengenang semua yang sudah mereka lakukan tidak lebih dari sebuah kenangan yang harus ia pendam. Namun sayangnya sering kali bayangan itu harus datang dan menyiksanya.   Itu seperti resiko dari apa yang sudah ia pilih. Dan resiko yang harus Falisha terima adalah menderita dengan seluruh kenangannya. Sudah hampir satu minggu lebih mereka berpisah. Tapi hampir setiap hari dia masih harus bertemu di kantor. Terutama di setiap rapat. Belum lagi hubungan mereka yang hampir diketahui seluruh karyawan. Membuat beberapa orang semakin menggunjingnya. Dan yang tidak Falisha mengerti adalah, ada satu gosip yang beredar kalau Falisha tidak ingin menerima anak dari bapak Candra.   Ya Falisha mengakui, kalau pun dia tahu dari awal mungkin akan sulit untuk Falisha menerimanya. Tapi bukan itu yang sebenarnya menjadi inti masalahnya. Candra tidak mempercayainya sejak awal. Dia menyembunyikan anaknya. Bahkan dia tidak berani memperkenalkan Falisha di depan teman-temannya. Dan itu yang membuat Falisha merasa hubungan mereka tidak akan pernah berhasil. Karena rasa kepercayaan itu sangatlah penting.   Falisha melihat jam yang sudah hampir menunjukkan pukul lima sore. Falisha pun bersiap untuk pulang dan akan melanjutkan pekerjaannya di rumah. Memasukkan data ke dalam tas Falisha pun pergi lebih dulu. Dia butuh menenangkan otaknya agar tidak mengacau pekerjaannya. Dia harus melepaskan seluruh emosi dan pekerjaan. Kehilangan akan selalu berat, tapi pada akhirnya dia harus menjalani kehidupannya.             “Dar, lo mau nebeng gak?” tanya Ernest yang kebetulan berpapasan dengannya.             “Boleh deh,” jawab Falisha. Falisha langsung mengikuti Ernest ke parkiran motor dan menaiki motor antik Ernest. ****   Candra membawa Kalya masuk ke dalam kamar. Putranya itu langsung mengambil robot ironman kesukaannya dan memainkan. Candra duduk di kursi kamar putranya itu dan melihat kebahagiaan jelas di mata putranya. Bukan karena ikut ke kantornya, tapi ada hal lain yang membuatnya senang. Candra tidak mengatakan apa pun soal Falisha pada Candra, tapi putranya itu mendadak saja menjadi dekat dengan Falisha dan bahkan memanggilnya mama. Apa putranya ini sangat menginginkan seorang ibu? Candra sangat mengerti anak seumuran Kalya pasti membutuhkan sosok seorang ibu, tapi perempuan itu tidak mau menjadi ibu untuknya. Candra mendekati Kalya dan memangku putranya.             “Kal, kenapa Kal memanggil tante Falisha ‘mama’?” tanya Candra.             “Mama Jo baik, kayak mama Fal. Mama juga ada di hp papa,” jawab putranya itu. Candra tidak menyangka anaknya ini sepintar itu. Mudah sekali dia menyimpulkannya.             “Mulai besok Candra jangan ganggu tante Falisha lagi, ya,” ucap Candra. Ada sirat kesedihan di mata putranya itu. Candra selalu ingin kebahagiaan putranya. Tapi dia juga tidak ingin memberikan harapan kosong pada putranya.             “Janji?” tanya Candra, dengan mengulurkan kelilingnya. Kalya pun hanya menatap Candra dan menangis dengan keras. Candra menggendong putranya itu dan menepuk punggungnya. Berusaha untuk menenangkan tangisannya. Terkadang menjadi anak kecil lebih menyenangkan, dia bisa menangis kapan pun. Setiap kali dia merasa sakit, terluka atau pun tidak suka dengan apa pun. Candra mengembuskan napasnya pelan dan memeluk putranya dengan erat. Sampai bayi kecilnya itu tertidur. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN