chapter 13

1333 Kata
Falisha harus mampir ke toko baju dan membeli satu scarf. Candra membelikannya dress baru dan juga dalaman. Hanya saja dia lupa ada sesuatu yang harus ia tutupi sehabis berhubugan. Leher. Bagaimana tidak? Bekas percintaan mereka tersebar di leher dan area d**a. Dan dia masih harus bekerja untuk mengejar target bulan ini. Jadi Falisha memaksa Candra untuk menurunkannya di salah satu toko pakaian. Dengan senyum Candra pun mengantarnya ke dalam toko dan membiarkan Falisha memilih sendiri scarf yang dia inginkan.    Karena rasa rindunya pada wanitanya itu. Candra benar-benar tidak melepaskannya semalaman. Dan setiap respon Falisha membuat Candra semakin menggila. Mereka menghabiskan malam dari di sofa ruang tengah, kamar, bahkan sampai di dalam kamar mandi. Tubuh perempuan itu mungkin terlihat kecil, tapi dia memiliki gairah yang sangat luar biasa. Bahkan dia tahu bagaimana caranya membuat Candra merasa puas.   Falisha mengambil satu scraf berwarna cream yang hampir sama dengan rok dan blouse coklatnya. Candra sepertinya ingin menjadikannya seperti model dengan barang-barang branded. Dia membeli barang-barang yang Falisha sendiri tidak sanggup membelinya. Dia pernah protes dengan ini semua, tapi pria itu seakan tidak mempedulikannya. Bukan karena dia tidak ingin terlihat modis, Falisha lebih takut jika ada yang iri dengannya dan mengirim guna-guna padanya.   Di saat Falisha dan Candra sedang membayar scraf cream. Tiba-tiba ada seorang pria yang menepuk bahu Candra. Ada raut terkejut yang Candra sembunyikan saat melihat pria itu. Dia hanya tersenyum dan menjabat tangannya dengan sopan. Pria itu menoleh pada Falisha dan tersenyum. Pria itu mengulurkan tangan pada Falisha. Falisha pun berniat bersikap ramah dengan membalas senyum dan jabatan tangan pria itu.             “Siapa nih?” tanya pria itu.             “Dia temen gue,” jawab Candra. Falisha menoleh pada Candra. Teman? Pria ini mengenalkan dirinya pada teman lamanya, hanya sebagai teman? Falisha hanya tersenyum. Pria itu bicara dengan Candra yang terlihat ingin menghindar. Setelah temannya itu pergi Falisha lebih dulu meninggalkan Candra.             “Falisha,” panggil Candra. Pria itu menahan Falisha dan menatap wajah wanita itu. Dengan bingung Candra pun bertanya,” kamu kenapa?”             “Kenapa? Kamu ngenalin aku ke temen kamu, sebagai teman. Dan kamu nanya kenapa?” tanya Falisha balik. Raut wajahnya terlihat sangat marah. Candra mengusap wajahnya dan merasa bingung. Dia tahu ini salah. Tapi ada sesuatu kekhawatiran yang tidak belum bisa Candra ceritakan pada Falisha.             “Fal, maksud aku gak kayak gitu,” balas Candra bingung.             “Gak kayak gitu gimana?” tanya Falisha. Dia malas berdebat seperti orang bodoh. Belum lagi orang-orang yang melihat mereka. Falisha menarik tangannya dari Candra dan berkata,” maaf aku harus kerja.” Falisha langsung meninggalkan Candra keluar dari pusat belanja dan menaiki taksi. Rasanya ingin menangis. Dia sudah mengingatkan dirinya kalau Candra tidak mungkin serius padanya. Pasti akan ada waktunya dimana pria itu akan meninggalkannya. Tapi, kenapa walau sudah sejuta kali dia memperingati dirinya sendiri, rasanya tetap saja sakit.   ****   Foto shoot berjalan dengan sangat lancar dan baik. Semua saling bertepuk tangan dan berterima kasih satu sama lain. Dan juga model-model kali ini sangat baik. Tinggal ada satu foto shoot lagi untuk wanita-wanita berpengaruh setelah jam makan siang. Mereka sedang di wawancara terlebih dahulu dan nanti akan di atur untuk foto shoot di luar studio. Sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya saja dia harus meyakinkan Ernest mengambil titik-titik penting yang harus di foto. Jadi mau tidak mau dia akan ikut ernest foto di luar studio. Hanya di sekitar lingkuran kantor. Apalagi bagian halaman belakang kantor yang sangat cantik untuk foto-foto.             “Fal, lo diri situ deh,” ucap Ernest. Seakan menunjuk bagian tengah studio.             “Ngapain?” tanya Falisha.             “Lo kan repot di bagian pemotretan doang. Tapi gak pernah di poto, udah buruan. Mumpung gue lagi baik,” ucap Ernest.             “Ogah!” balas Falisha. Sofia yang sudah sangat tahu kalau Falisha sangat sulit untuk di ajak foto, langsung menariknya ke depan kamera Ernest. Dan belum sempat dia mengelak, Ernest sudah lebih dulu mengambil fotonya.             “Lo tuh bakat jadi model loh, Dar,” ucap Ernest yang melihat hasil jepretannya. Sofia pun ikut melihat dan mengiyakan perkataan Ernest.             “Itu mah emang teknik kameranya aja,” jawab Falisha yang langsung kembali membenahi barang-barangnya.             “Eh mbak, kadang tuh butuh ngarahin satu model itu bisa sampe tiga puluh menit. Ini lo tanpa di arahin udah cakep gini,” balas Ernest. Mendengar itu Falisha menjadi penasaran. Dia pun melihat fotonya dan jujur dia cukup takjub dengan hasil jepretan dan ‘bakat’ yang Ernest katakan. Falisha tidak pernah merasa percaya diri di depan kamera. Karena banyaknya hujatan tentang tubuhnya yang kurus dan memiliki kulit kuning langsat. Tidak putih seperti Sofia. Dan karena itu dia tidak percaya pada dirinya. Bahkan dia tidak percaya kalau Candra benar-benar mencintainya. Karena semua pria akan meninggalkannya. Falisha mengembuskan napasnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.   Dari depan pintu ruang studio foto Candra memperhatikan Falisha, Ernest dan Sofia yang berbicara dengan santai. Kalau saja dia bisa berbicara sesantai itu dengan Falisha. Kalau saja dia bisa menceritakan semuanya pada Falisha. Tapi dia takut perempuan itu akan meninggalkannya. Dan bagaimana dengan Kalya? Apa Falisha mau menerimanya? Candra menarik napas dan menghelanya. Tidak berapa lama salah satu karyawan masuk dan mengambil barangnya yang tertinggal.             “Si bapak kepdir ngapain diri di depan pintu studio? Mana lama banget,” ucap karyawan itu. Falisha hanya terdiam dan kembali membenahi barang-barangnya dan pergi keluar. Dia tidak ingin mempedulikan Candra untuk saat ini. Dia tidak mau mengerti apa pun tentangnya. Karena dia sangat kecewa dan marah dengan apa yang Candra lakukan tadi pagi.   ****   Untuk menghindari Candra, Falisha sengaja pamit untuk pulang lebih awal. Dengan beralasan sedang tidak enak badan. Falisha berjalan keluar ruangan dan masuk ke dalam lift. Dan saat keluar lift dia melihat anak berusia tiga tahun sedang menangis. Falisha melihat kiri kanan. Petugas reseptionis sudah tidak ada. Mungkin ia sedang ke toilet. Batita itu memakai kaos merah dengan celana kodong. Falisha mendekati dengan peralahan dan membujuknya.             “Adek, kamu kenapa nangis?” tanya Falisha.             “Papa...” tangisnya. Sepertinya dia tersesat dan mencari papanya, pikir Falisha. Falisha mencoba tersenyum dan kembali mendekati anak laki-laki itu.             “Tante boleh tau nama kamu?” tanya Falisha. Dengan mata yang sangat indah, anak lelaki itu menatap Falisha.             “Kalya,” jawabnya. Falisha mengulurkan tangannya dan berkata,” kita duduk di sana yuk. Tante ada permen di tas.” Kalya menggelengkan kepala dengan keras.             “Kata papa, dak boleh minta pelmen sama olang lain,” ucapnya. Falisha tersenyum geli. Dia tidak menyangka anak laki-laki ini sepintar ini.             “Kalau baca buku, mau?” tanya Falisha. Dengan perlahan Kalya pun menganggukkan kepalanya. Dia meraih tangan Falisha dan mengikuti perempuan itu duduk di bangku tunggu. Falisha bersyukur di bangku tunggu ada buku untuk anak kecil. Mungkin memang disediakan untuk tamu yang memang membawa anak. Dan Kalya terlihat sangat senang. Tidak berapa lama petugas reseptionis pun kembali ke tempatnya. Falisha meyakinkan Kalya untuk duduk di kursi tunggu sementara dia berjalan ke reseptionis.             “Mbak, tolong di umumin, ya. Ada anak hilang namanya Kalya, usia tiga tahun dan pakai kaos merah dan celana kodok,” ucap Falisha. Bagian reseptionis pun mengangguk. Falisha segera kembali mendekati Kalya. Dan berjongkok dihadapan anak tampan itu.             “Sayang, papa mau turun. Kalya jangan kemana-mana ya. Tante mau pulang dulu,” mendengar perkataa Falisha, secara otomatis air mata anak laki-laki itu kembali menggenang. Falisha pun mendesah dan kembali duduk di sebelah Kalya. Tidak sampai lima menit seorang pria keluar dari lift. Falisha sudah berdiri untuk menyerahkan anak tampan itu, tapi dia terhenti saat yang ia lihat Candra keluar dari lift.             “Papa...” teriakan Kalya membuat Falisha menoleh pada balita itu dan melihat Candra dengan leluasa menggendongnya. Sejenak seluruh gosip kalau Candra sudah menikah dan memiliki anak terputar dikepala Falisha. Dan saat itu juga dia menuduh dirinya pelakor. Belum satu masalah selesai, dia malah mendapatkan masalah baru.   Tanpa berkata apa pun Falisha pergi dari hadapan Candra dan Kalya. Dia menahan air matanya yang sudah menggenang di ujung pelupuk mata. Falisha menutupi mulutnya merasa kisah hidupnya sangatlah menyedihkan. Dia selalu marah setiap kali kekasihnya memiliki selingkuhan, tapi sekarang dirinyalah yang menjadi selingkuhan.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN