chapter 16

1056 Kata
Semua staff merencanakan liburan tahun baru. Falisha pun sudah mempersiapkan untuk pesta itu. Pihak kantor berencana akan menyewa sebuah villa di daerah Jogja yang dekat dengan pantai. Falisha dan Sofia sudah bersiap dengan bikini andalan mereka dan pesta yang masih sebulan lagi. Setiap kali mingingat liburan dia pun menjadi amat sangat semangat dengan semua target yang diberikan. Falisha melihat jam dan sudah waktunya untuk pemotretan. Dua orang temannya sudah lebih dulu pergi ke ruang fotografer untuk menyiapkan semuanya. Dan sekarang sudah waktunya dia ke sana.   Falisha berjalan keluar ruangan dan berbelok ke lorong menuju studio. Saat Falisha ingin membuka pintu studio, sebuah suara terdengar di kejauhan. Dia menoleh dan melihat anak kecil itu sedang berlari ke arahnya. Falisha tersenyum dan menyambut balita lucu itu ke dalam pelukannya.             “Kamu ikut papa?” tanya Falisha. Kalya menggelengkan kepalanya dan menunjuk seorang pria yang berjalan di belakang Falisha. Orang itu membungkuk hormat pada Falisha.             “Pak Didi, sehat?” tanya Falisha.             “Baik, bu. Ibu gimana?” tanyanya balik.             “Saya juga baik,” saut Falisha. Perhatian Falisha beralih pada anak kecil yang menarik bajunya. Dia pun menunduk agar sejajar dengannya. tangan Falisha membelai rambut Kalya yang sangat lembut dan juga pipinya.             “Kal mau cari papa?” tanya Falisha. Namun anak itu menggelengkan kepala dengan raut wajah kesal yang menggemaskan.             “Papa sibuk, papa ingkar janji,” ucap Kalya dengan suara menggemaskan.             “Emang papa janji apa?” tanya Falisha.             “Papa mau jemput Kal, terus beli ice cream, tapi papa sibuk,” jawabnya. Falisha menatap anak lelaki yang terlihat kesepian, lalu membelai rambut anak lelaki ini. Semakin dia dekat dengan Kalya, semakin dia ingin membalikkan waktu. Tapi dia sadar kalau dia tidak akan bisa memutar semuanya kembali. Falisha tersenyum pada Kalya dan membelainya lembut. ” tante mau kerja dulu, ya,” ucap Falisha. Kalya menatapnya dengan mata polosnya. Seakan berharap Falisha mengajaknya.             “Kal mau ikut?” pintanya dengan suara yang sangat menggemaskan. Falisha menggigit bibirnya, dia takut Kalya bosan di dalam. Karena bagaimana pun di dalam butuh ketenangan. Setelah menimbang, Falisha pun kembali membelai rambut Kalya yang tebal.             “Kal boleh ikut, tapi disana bakal banyak orang dan semuanya akan sibuk. Di dalam kamu ngegambar aja, ya,” ucap Falisha. Anak lelaki itu pun mengangukkan kepalanya dengan semangat. Falisha tersenyum lucu dengan ekspresi balita ini. Dia mengambil tas Kalya dari pak Didi yang masih berdiri di belakang anak lelaki itu dan membawanya ke dalam studio.   Dan saat Falisha membawa balita itu ke dalam studio, semua model dan beberapa staf yang berada di dalam langsung menyerbu Kalya. Anak kecil itu terlihat tidak nyaman dan berlindung di belakang Falisha. Dia langsung mengangkat Kalya dan menggendongnya. Mengajarkan pada Kalya untuk memperkenalkan dirinya.             “Nama kamu siapa?” tanya Falisha.             “Kalya,” suaranya yang biasanya tegas, kini terdengar kecil.             “Kalya umur berapa?” tanya seorang model. Anak balita itu tidak menjawab, tapi menunjukkan tiga pada jari kecilnya. Melihat Kalya yang merasa semakin tidak nyaman, Falisha pun berusaha untuk mengalihkan perhatian mereka.             “Kita mulai yuk, biar gak kesiangan,” ucap Falisha. Semua pun mulai bersiap. Untuk kali ini Falisha mengusung gaya fashion klasik berpadu dengan make up western. Dan yang jadi masalah adalah Kalya tidak mau turun dari gendongannya. Serangan tadi membuat anak kecil ini ketakutan. Dan mau tidak mau Falisha harus mengarahkan para asistennya dalam make up. Falisha memilih beberapa baju dengan satu tangan dan mengarahkannya pada Sofia untuk diberikan pada model yang sedang berganti pakaian di bilik yang di sediakan.   Walau sedikit repot semua proses lancar dan pemotretan pun tetap berjalan baik. Falisha tersenyum pada Kalya yang masih ada di gendongannya dan memberikannya ciuman. Rasanya dia benar-benar jatuh cinta pada balita ini. Dan juga pada ayahnya. Falisha tersenyum pahit dan harus membuang semua perasaannya. Dia menyukai Kalya karena balita ini membutuhkan sosok seorang ibu.             “Kal,” ucap seorang pria bersama dengan pintu yang terbuka. Lagi-lagi dia merasa sulit untuk bernapas setiap kali melihatnya. Dan tidak akan mudah untuk membuang segala perasaan dihatinya. Apalagi bagi Falisha, Candra sangatlah berbeda dengan pacarnya yang dulu. Diluar ketertutupan dan segala rahasianya, pria itu memperlakukannya dengan sangat baik.             “Kal gak mau sama papa, Kal mau sama mama,” ucapan balita itu membuat seluruh tatapan tertuju pada Falisha dan Candra. Seakan bertanya,” kapan mereka bikinnya?”   Falisha yang merasa tidak nyaman langsung membawa Kalya keluar. Candra pun mengikuti Falisha yang membawa Kalya ke ruang pantry. Perempuan itu membujuk putranya dengan s**u coklat. Kalya pun mengangguk dan mau duduk di bangku pantry. Falisha membuat dua s**u coklat. Dia meletakkan satu gelas di depan Kalya dan satu lagi untuk dirinya sendiri.             “Kita balapan minum s**u, ya. Kalau Kal menang, besok mama beliin coklat,” bujuk Falisha. Dia seperti mulai terbiasa dengan panggilan ‘mama’ dari anak kecil ini. Kalya pun menganggukkan kepalanya. Falisha meminum susunya sedikit demi sedikit, sementara Kalya meminum dengan semangat.             “Kal menang! Hore... hore...” seru Kalya. Falisha memasang wajah sedih yang menurut Candra sangat menggemaskan. Falisha membersihan sisa s**u di bibir Kalya dan berkata,” mama janji akan beliin Kal coklat. Tapi besok ya. Sekarang Kal pulang sama papa dulu.” Perkataan Falisha membuat mata anak kecil itu berlinang dan langsung menangis. Falisha panik dan langsung menggendong Kalya.             “Kal kenapa?” tanya Falisha panik.             “Kal gak boleh ketemu mama sama papa,” adu balita kecil itu. Falisha menoleh pada Candra yang hanya terdiam di depan pintu pantry. Dia mengusap punggung anak lelaki itu dan menenangkannya. Cukup lama anak lelaki itu menangis Falisha pun terus menenangkannya dan meyakinkan pada Kalya kalau dia bisa bertemu dengannya kapan pun.   Apa yang Falisha berikan pada Kalya saat ini membuatnya dan putranya berharap banyak. Dia tidak bisa memaafkannya, tapi kenapa dia begitu memperhatikan putranya? Kenapa dia tidak menghindar saja? Dan Kalya memanggilnya ‘mama’ hanya karena melihat foto Falisha ada diponselnya. Dia memang menjadikan foto Falisha sebagai foto layar ponselnya. Bahkan sampai saat ini. Putranya sangatlah jarang memainkan ponsel Candra. Mungkin dia melihatnya saat ada notifikasi masuk ke dalam ponselnya. Dan keinginanya untuk memiliki ibu, menyimpulkan dengan sangat mudah kalau Falisha adalah ibunya. Apa ada yang bisa lakukan untuk memperbaiki semuanya? Apa Falisha bisa memaafkannya? Apa mereka bisa mengulang semuanya lagi?   Dia masih memperhatikan Falisha menenangkan Kalya yang menangis dengan sangat pelan. Memeluk Falisha seakan wanita itu adalah dewi pelindungnya. Sesekali Falisha mencium Kalya dan kembali menenangkannya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN