chapter 8

1246 Kata
Pernah dengar yang namanya dejavu? Dan sepertinya saat ini Falisha sedang mengalami hal itu. Dimana dia terbangun di apartemen dengan tubuh yang sangat letih dan tanpa busana. Seluruh pakaiannya sudah berserakan di lantai. Falisha berniat untuk mengenakan seluruh pakaiannya dan kabur secepatnya. Tapi tiba-tiba saja Candra keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk dan memegang sikat gigi.             “Jangan berani-berani pergi tanpa seizinku,” ucap Candra. Dan saat itu juga Falisha terdiam, dia baru saja memakai dalaman dan pria itu menatapnya dengan liar sambil menyikat giginya. Tanpa berkata  apa pun Candra kembali masuk ke dalam kamar mandi dan Falisha pun kembali duduk di kasur dan menutup wajahnya. Rasa malunya menjadi sangat double. Melakukan hubungan dengan bos dua kali dan dua-duanya dia sama sekali tidak mengingat apa pun yang ia lakukan.   Tidak berapa lama Candra kembali keluar dengan pakaian yang lebih lengkap. Dia sudah memakai kemeja putih dan jas abu-abu. Sementara Falisha masih duduk di kasur seperti orang bodoh. Setelah Falisha sadar ia langsung berlari ke kamar mandi yang menyatu dengan walk in closet. Falisha mengguyur tubuhnya dengan air hangat dan berharap mengingat sedikit saja apa yang mereka lakukan. Tapi sayangnya otaknya seperti terblokir setiap kali dia mabuk. Falisha keluar dengan handuk yang menutupi sebagian tubuhnya. Dia lupa membawa pakaiannya tadi. Dan saat ia kembali ke kamar, bajunya sudah tidak ada. Berganti dengan dress katun berwarna maroon beserta dalaman berwarna hitam berenda. Dan dari mereknya, Falisha sangat tahu itu bukan mereka sembarangan. Seumur hidup dia tidak pernah membeli baju apalagi dalaman brandit.   Falisha langsung mengambil dress dan juga dalaman ke kamar mandi dan memakainya. Melewati walk in closet dia berkaca dan memandang tubuhnya yang terbalut dengan dress berwarna maroon. Entah kenapa dia merasa tubuhnya terlihat semakin sexy dengan dress yang ia kenakan sekarang. Biasanya dia memang lebih pede mengenakan celana jeans atau blouse. Dia hanya akan memakai dress jika akan pergi ke party atau ke bar. Itu pun pakaian yang ia pakai jarang update. Bukan karena dia tidak tahu mode, lebih karena dia sayang pada duitnya jika harus beli pakaian terus. Dan sekarang dia memakai dress dengan merek ternama. Rasanya ia seperti menjadi wanita kalangan atas.   Falisha masih menautkan tubuhnya di kaca dan memperhatikan setiap detail dress. Seperti ikat pinggang yang sangat simple, bahan katun yang sangat adem dan resleting belakang. Hanya saja si bapak Candra sepertinya sengaja memilih dress ini karena tingginya yang di atas lutut. Falisha menarik napas dan menghembuskannya. Dia berjalan keluar dari kamar dan melihat seorang pembantu rumah yang sedang membuat sarapan. Sementara si bapak Candra sedang menelepon seseorang.             “Mau kopi, mbak?” tanya asisten rumah tangga. Falisha menjawab dengan anggukkan dan senyum. Dia duduk di meja bar. beberapa sarapan sudah siap di sana. Sepertinya Candra tidak terbiasa makan makanan berat saat pagi. Di meja makan hanya ada telur benedict pada satu piring dan kopi.             “Mbak mau sarapan apa?” tanya bibi sambil menaruh kopi dihadapan Falisha.             “Bisa tolong buatin nasi goreng, bi?” tanya Falisha. Bibi pun mengangguk padanya. Falisha tidak menyadari Candra yang sudah selesai dengan teleponnya dan tanpa permisi mendekati Falisha dan memberikan ciuman singkat di bibir wanita itu.             “Pak!” protes Falisha. Candra duduk di samping Falisha, menangkup wajahnya dengan sebelah tangan dan menatap perempuan di sampingnya.             “Semalam kamu sudah memanggil namaku dengan sangat erotis dan sekarang kembali dengan sebutan ‘pak’?” tanya Candra dengan nada tidak suka. Sementara Falisha mengalihkan mukanya yang sudah memerah. Sepertinya dia harus membawa kamera di tasnya. Jadi dia bisa melihat apa yang ia lakukan saat mabuk. Tapi, bukankah itu buruk jika ia melihat dirinya sendiri sedang bersetubuh dengan Candra. Oh Tuhan!             “Mbak, silahkan nasi gorengnya,” ucap bibi sambil menaruh nasi goreng di meja. Falisha pun mengucapkan terima kasih dan langsung memakannya. Dari sudut matanya dia meliaht Candra yang tersenyum menggoda.             “Kenapa bapak ketawa?” tanya Falisha tidak senang. Candra menaruh sendok dan menatap Falisha.             “Aku mengerti kalau kamu sangat merasa kelaparan,” ucap Candra. Detik awal Falisha tidak mengerti, tapi saat ia paham pipinya langsung merona dan itu membuat Candra semakin menyukainya. Falisha berusaha untuk mengacuhkan Candra dan memakan nasi gorengnya. Dan nyatanya memang benar, tubuhnya seperti kehabisan tenaga. Demi Tuhan! Dia tidak boleh minum lagi, terutama jika ada pria ini.   *****   Falisha ingin memaki Candra saat pria itu tidak menuruti perkataannya untuk menghentikan mobil di depan gedung. Jadi dia bisa jalan kaki ke dalam dan tidak perlu mendapatkan tatapan-tatapan menguliti di sekitarnya. Tapi dengan sengaja dia memarkirkan mobilnya diparkiran depan lobby. Membukakan pintu untuknya dan menggandengnya memasuki kantor. Falisha berusaha untuk menarik tangannya dari genggaman Candra, tapi pria itu seakan menguatkan genggamannya. Tidak menyakiti Falisha, tapi cukup untuk menahan perempuan itu untuk kabur. Rasanya Falisha ingin menggigit tangan pria ini agar dia melepaskannya.   Kalau saja kejadian malam itu tidak pernah ada. Kalau saja pria ini tidak membantunya untuk lepas dari Rio. Pasti semuanya gak akan jadi serumit ini. Bahkan Falisha tidak merasa menjadi kekasih pria ini. Dia lebih merasa menjadi perempuan simpanan. Pria ini lebih banyak memaksa apa yang dia inginkan ketimbang menanyakan apa yang ia inginkan. Tanpa peduli Falisha setuju atau tidak. Kalau mereka benar-benar menjadi kekasih, seharusnya pria ini menghormati apa pun keinginan Falisha. Dan kenyataannya mereka memang bukan sepasang kekasih, ini semua hanyalah rekasaya, kepalsuan, dan Candra memanfaatkan itu semua untuk menikmati tubuhnya. Dan pada akhirnya dia akan dilempar. Dan sekarang Falisha sedang memikirkan, bagaimana caranya dia melepaskan diri dari Candra, sebelum ia dibuang ketempat sampah olehnya.             Falisha membenci keadaan ini. Dia benci menjadi pusat perhatian yang di tatap oleh seluruh orang. Mungkin dia sudah terlihat pasrah dengan genggaman tangan Candra. Tapi dia masih merasa tidak nyaman. Kebencian, iri, pertanyaan, dan tatapan-tatapan yang hanya ingin tahu seakan membuat Falisha semakin terpojok. Candra memencet lift dan mereka pun masuk ke dalam. Dan saat itu Falisha seakan mendapatkan tenaga. Dia melepaskan tangannya dan menatap Candra tidak suka.             “Apa-apaan yang bapak lakukan, apa bapak gak sadar kalau semua orang memperhatikan kita?” tanya Falisha marah.             “Kamu kekasihku, Falisha. Bukankah itu hal biasa yang sepasang kekasih lakukan?” Balas Candra dengan pertanyaan. Falisha menarik napas dan menghembuskannya.             “Bapak Candra, berapa kali sudah saya katakan, ini semua hanya pura-pura! Jadi bapak tidak perlu...”             “Ini bukan pura-pura! Bagi aku kamu adalah kekasihku! Tapi mungkin tidak bagimu!” balas Candra. Membuat Falisha terdiam untuk beberapa saat. Dia seakan berpikir, apa yang dikatakan pria ini benar atau tidak. Tapi belajar dari sebelum-sebelumnya, Falisha tidak bisa mempercayai perkataan pria ini sepenuhnya.             “Jika bapak menganggap saya benar-benar kekasih bapak, seharusnya bapak menghormati dan peduli dengan permintaan saya. Bukan hanya untuk keegoisan bapak! Yang bapak lakukan sekarang sangat membuat saya tidak nyaman.” Falisha mengambil napas setelah mengeluarkans seluruh perasaannya. Candra terlihat tenang menatap Falisha dan dengan perlahan dia mendekat dan membuat Falisha terpojok.             “Kamu sendiri apa menganggapku kekasih? Diluar saat kamu sedang mabuk, sikap kamu sangat dingin dan seakan mengelak kalau kita adalah sepasang kekasih. Dan kamu meminta aku menghormati kamu, apa kamu bisa menghormati aku sebagai pacar kamu juga?” pertanyaan Candra membuat Falisha terdiam. Suara dentingan lift membuat Falisha tersadar. Dia keluar dari lift dan menyadari Candra tidak mengikutinya. Dia hanya menatap Falisha seakan memintanya untuk mempercayainya. Keduanya tidak berkata apa pun, keinginan Candra yang tidak main-main dan ketakutan Falisha untuk kembali disakiti seakan bertolak belakang. Keduanya masih tidak berkata apa pun, sampai pintu lift tertutup rapat. Seakan menyadarkan Falisha dari lamunannya. Dia menarik napas dan menghelanya. Falisha kembali berjalan menuju ruangannya dan melihat beberapa pekerjaan hari ini.   ****    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN