chapter 9

1476 Kata
Makan mie ayam dengan pakaian branded? Kenapa tidak? Seperti biasa Falisha dan Sofia memesan mie ayam di tempat biasa dan mengambil tempat duduk yang paling pojok. Falisha terpaksa meminjam syal milik salah satu teman kantornya. Setelah beralasan kalau dia merasa kedinginan. Padahal alasannya bukan itu, alasannya adalah tanda merah di lehernya. Oh astagah! Apa saja yang mereka lakukan semalam? Semoga saja lelaki itu bermain aman, karena jujur saja dia tidak siap untuk menjadi seorang ibu. Dia mungkin siap untuk menikah, tapi dia tidak siap untuk mengurus baby. Apalagi jika harus hamil diluar nikah. Lagi juga ia tidak tahu apa Candra mau menikahinya atau hanya ingin bermain-main dengannya. Mengingat Candra membuat Falisha merasa sedikit bersalah. Ucapan terakhir lelaki itu membuat otak Falisha terus berputar.   Falisha benar-benar tidak bisa menebak apa pria itu benar-benar mencintainya, atau hanya sekedar ingin bermain dengannya. Jujur saja masih sulit untuk Falisha mempercayai seseorang saat ini. Hati yang patah tidak akan mudah untuk di obati hanya dengan kata cinta. Dan tiba-tiba saja lelaki ini seperti memberikan harapan padanya.             “Telepon aja kalau emang kangen,” ucap Sofia. Falisha menatapnya dengan sinis dan temannya itu malah menatapnya balik dan berkata,” lo emang salah. Jadi ngaku aja.” Jelas temannya itu membuat Falisha menunduk, tapi dia masih tidak mau kalah.             “Tapi dia tuh suka maksa, Sof. Dari nembak gue aja gak ada romantis-romantisnya, kan gue kesel,” ucap Falisha.             “Jadi, lo mau di tembak kayak bocah SMA? Pake bunga dan di bawain coklat sama bunga gitu?” Balas Sofia sambil memakan mie ayamnya. Sementara Falisha hanya mengaduk mie ayamnya.             “Bukan gitu...” keluhnya. Dia menghela napas dan berkata,” lo tau gue baru diputusin sama Rio. Dan gak gampang untuk bisa percaya lagi sama cowok. Dan cara dia ngedeketin gue itu gak normal. Dia kayak lagi ngedesek gue, hanya karena kita melakukan one night stand. Dan seakan-akan dia ngancam gue, kalau gue gak mau turutin yang dia mau, dia akan sebar sifat asli gue.” tambah Falisha dengan perasaan yang benar-benar berantakan. Dia tidak bisa menebak bagaimana perasaannya pada Candra. Semuanya masih seperti puzzle. Dia tidak pungkiri kalau ia tertarik dengan wajah tampan, tubuh tinggi dan tegap, juga kekayaan keluarganya yang kemungkinan tidak akan habis sampai tujuh turunan. Tapi semua karyawan pun merasakan hal yang sama seperti dia. Falisha ingin merasakan hal special pada pria itu.   *****   Beberapa hari ini Candra tidak terlihat. Seharusnya Falisha merasa lega, karena dia bisa bekerja dengan baik jika pria itu tidak ada. Tapi dia malah merasa sangat kacau. Otaknya tidak bekerja dengan baik untuk seluruh pekerjaan. Seperti beberapa hari lalu saat rapat, dia tidak memahami konsep yang akan mereka buat untuk bulan depan. Untungnya itu tidak terlalu parah, dia masih bisa bertanya soal konsep dan sebagainya. Tapi setelah tahu konsep pun dia tidak tahu mau memakai konsep untuk potoshoot. Bahkan untuk bulan depan akan ada tamu perempuan-perempuan yang berpengaruh. Dia harus menyamakan seluruh konsep dress, makeup dan segala macamnya.   Falisha meninggalkan laptopnya dan mengambil sweater, lalu berjalan keluar dari apartemen. Langkahnya berjalan memasuki lift dan menuju lantai dasar. Dia berniat untuk membeli kopi dan makanan manis untuk mengembalikan otaknya. Dia tidak ingin memikirkan pria itu saat ini. Mungkin dia juga sedang memikirkan hubungan yang tidak masuk akal ini. Semuanya terasa sangat buru-buru, mendadak, bahkan Falisha belum sempat untuk berpikir dengan sangat rasional saat mengambil keputusan. Saat itu ia terkungkung dengan kearoganan Candra, dia juga terlalu memikirkan perkataan orang dan di tambah Rio yang tiba-tiba datang. Jadi dia tidak memikirkan apa pun sebelumnya. Tapi kenapa sekarang pikirannya yang malah terasa sangat kacau karena pria itu tidak ada kabar?   Pintu lift terbuka dan Falisha pun berjalan keluar dan saat beberapa langkah dia melihat seorang pria yang beberapa hari ini tidak ia lihat. Wajahnya terlihat kusut, bahkan pakaiannya pun tidak serapi biasa. Seperti ada banyak hal yang ia pikirkan. Pria itu melangkah mendekati Falisha, begitu juga dengan Falisha. Mereka berhadapan, tapi tidak mengatakan apa pun.             “Aku...” ucap keduanya bersamaan.             “Kamu dulu...” lagi-lagi bersamaan. Falisha menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal. Sementara pria itu tersenyum.             “Aku minta maaf atas keegoisan aku,” ucap Candra. Membuat Falisha tertegun. Tangan Candra meraih jemari Falisha dan menggenggamnya. Dan baru kali ini dia merasa jantungnya berdebar dengat kencang.             “Aku terbiasa memaksakan apa pun yang aku mau dan tanpa memikirkan keinginan kamu, aku memaksakan semuanya ke kamu,” tutur Candra. Sebelah tangannya menangkup pipi Falisha dan membelainya. Pipi yang terasa seperti pipi bayi, lembut dan halus.  Dan ia pun kembali berkata, “Tapi aku bersumpah Falisha, aku gak berniat untuk bermain sama kamu. Aku sungguh ingin menjalin hubungan dengan kamu. Hubungan yang panjang dan tanpa akhir.” Falisha pun merasa luluh dan menundukkan merasa bersalah.             “Aku... aku juga minta maaf,” ucap Falisha. Candra membelai pipi Falisha lagi, membuat perempuan itu menatapnya.             “Kita ulang semuanya dari awal?” tanya Candra. Falisha pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Sekali lagi Candra mencium bibir Falisha, tapi untuk kali ini Falisha menerimanya dengan terbuka. Tangan Falisha melingkar pada leher Candra dan membalas ciuman pria itu.   ****     Falisha membuka pintu apartemen dan mempersilahkan Candra untuk masuk. Apartemen yang sangat berbeda dengan apartemen milik pria ini. Dia mempersilahkan Candra untuk duduk di sofa. Sementara Falisha membuatkan minuman untuk mereka. Jujur saja Falisha tidak bisa menahan senyum di bibirnya. Dia merasa sangat bodoh karena berciuman dengan pria itu dengan sangat b*******h dan lagi-lagi diperlihatkan oleh orang-orang. Falisha menyeduhkan dua gelas kopi dan membawanya ke ruang tamu sekaligus ruang tv. Falisha menaruh kopi Candra di meja dan dia sendiri memegang gelas kopinya.             “Kamu beli atau sewa?” tanya Candra.             “Beli, tapi masih cicil,” jawab Falisha. Candra mengangguk dan memperhatikan seluruh detail apartemen dua kamar ini.             “maaf kalau apartemennya kecil, pak,” ucap Falisha. Candra yang masih mendengar Falisha memanggilnya ‘pak’ menoleh kesal. Falisha malah tertawa melihat ekspresi marah Candra. Dan tanpa permisi lagi-lagi Candra mencium bibir Falisha, pria itu mengambil gelas kopi dari tangan Falisha dan menaruhnya di meja. Candra memeluk pinggang Falisha dan menekan tubuh wanita itu, mencumbu bibir merah itu lebih dalam dan memelitkan lidah merah dan menyesapnya. Candra mendengar lenguhan perempuan itu dan membuatnya semakin menggila dan menekan tubuh Falisha semakin rapat dengannya. Falisha melepaskan kemeja Candra juga kancing kemeja pria itu. Keduanya seperti sama-sama terbakar dengan gairah. Tangan Candra pun sudah bermain di balik kaos yang Falisha pakai. Kaos longkar tanpa bra. Membuat keduanya semakin kehilangan kesadaran.   Sampai satu suara pintu apartemen terbuka membuat keduanya sama-sama berhenti. Candra dan Falisha menatap Sofia yang seperti terpaku di depan pintu. Sofia pun terlihat membawa seorang temannya dan ternyata adalah teman Candra.             “Lo ngapain disini?” tanya Candra. Dia menutup tubuh Falisha yang sedikit terbuka karena permainannya. Falisha pun merapikan pakaiannya dan melihat pria yang dibawa Sofia.             “Gue pacarnya Sofi, lo?” tanya Alvin, seraya menoleh kearah belakang Candra. Seakan ingin melihat perempuan yang tadi diciumnya.             “Kalian beneran lanjut?” tanya Alvin lagi. Candra tidak menjawab dan langsung duduk disofa, seraya meminum kopi yang sudah Falisha buat. Alvin pun duduk di sofa berseberangan dengan Candra dan menatapnya. Seakan meminta penjelasan darinya. Begitu juga Sofia yang menatap Falisha dengan berbagai macam pertanyaan. Candra menarik Falisha untuk duduk disampingnya, seakan menjawab pertanyaan kedua orang dihadapannya. Sementara Sofia berjalan ke Alvin dan tersenyum melihat kedua orang bodoh dihadapannya.             “Gak usah ditatap terus, yang,” ucap Sofia. Alvin hanya tersenyum dan tidak menyangka temannya itu sungguh berpacaran dengan sahabat pacarnya.   Pasalnya Alvin sangat tahu Candra. Dia bukan tipe pria yang suka bermain-main. Sekali dia melakukan sebuah hubungan badan dengan seorang perempuan, itu artinya dia benar-benar serius menginginkannya. Bukan hanya sekedar menginginkan kehangatannya. Dan setelah hampir tiga tahun, baru kali ini Alvin melihat Candra kembali dekat dengan seorang perempuan. Dan terlihat sangat intens dari caranya menggenggam wanita itu.             “Fal, gue bakal jamin kalau dia beneran serius sama lo,” ucap Alvin.             “Maksudnya?” tanya Falisha.             “Lo percaya gak, dia itu udah jomblo lebih dari tiga tahun,” jelas Alvin yang mendapat tatapan sinis dari Candra. Falisha menatap Candra dengan tatapan tidak percaya. Rasanya tidak mungkin untuk seorang pria sekelas Candra tidak memiliki kekasih selama tiga tahun lebih. ****   Candra memasuki rumah mama dengan tersenyum. Dia berjalan menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar balita kesayangannya. Kalya sudah tidur dengan memeluk robot ironman kesayangannya. Candra mencium kening bayi tampannya dan berjalan keluar. Bersamaan dengan itu dia berpapasan dengan mama yang sepertinya sedang ingin melihat cucunya. Candra memberi kecupan pada ibunya itu membuat mama mengerutkan kening bingung.             “Kenapa kamu? Pulang-pulang kayak abis dapet undian,” ucap mama. Candra tidak berkata apa pun, dia hanya tersenyum dan masuk ke dalam kamar di samping kamar Kalya dan menutupnya. Dia tidak menyangka sekali lagi bisa merasakan perasaan ini. Dia pikir hati ini hanya untuk Kalya saat bayi itu tiba-tiba saja ada di depan pintu rumahnya dengan selembar surat.   ****  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN