Kabar kehamilanku sudah tersebar di seluruh keluarga Mahya dan Abhimanyu, aku sampai kewalahan membalas pesan dan juga mengangkat telfon dari keluarga yang mengucapkan selamat atas kehamilanku, apa lagi di keluarga papah Hadi, ini cucu pertama sehingga mereka semua menyambutnya dengan gembira.
Mbak Zia meski sedang hamil tua, pagi tadi sudah sampai rumah dinasku membawa satu kantong kresek berisi mangga muda, bang Alvand juga bertanya aku sudah ngidam apa, aku jawab saja.
"Vina ngidam, Diamond and Tanzanite Cluster Necklace, koleksi Tiffany Paper Flowers." Kataku sambil nyengir, memamerkan deretan gigiku.
Bang Alvand langsung mendengus kesal mendengar jawabanku, detik berikutnya kepalaku di jitak, membuatku mengaduh, sebenarnya tidak sakit aku hanya berpura - pura sakit saja.
"Itu sih bukan ngidam dek, ngidam tuh misalnya kamu pengin cium ketiak abang, atau pengin cium aroma kentut, itu baru ngidam." Kata bang Alvand membuatku langsung melotot, yang benar saja, ngidam macam apa itu nggak elite banget.
"Ish abang, ngidam macam apaan itu menjijikan sekali. Anak Vina 'kan istimewa, jadi ngidamnya juga lain dari yang lain." Kataku.
Mbak Zia hanya tertawa saja melihat interaksiku dengan bang Alvand.
"Apa ini?" Aku langsung berjengkit kaget saat tiba - tiba saja ada tangan yang menjulur dari belakang dan suara bariton tepat di telingaku, membuat aku yang tadi sempat melamun mengingat saat tadi banh Alvand dan mbak Zia berkunjung ke rumah langsung tersentak kaget. Pelakunya? Siapa lagi kalau bukan suamiku yang baru pulang selesai lari pagi.
"Ya ampun mas! Kaget tahu, kebiasaan deh tahu - tahu muncul, udah kaya jelangkung saja." Gerutuku sambil mengusap d**a, mas Nendra malah terkekeh.
"Masih pagi sudah melamun, mas tadi sudah ucap salam tapi nggak ada jawaban." Kata mas Nendra yang menarik kursi di meja makan dan duduk di sampingku, tangannya masih bergerilya membuka kantong kresek bawaan mbak Zia yang masih berada di atas meja makan.
"Mangga muda, sama kedondong dari mbak Zia." Kataku.
"Wah, kayanya enak nih, kupasin dong yang."
Aku langsung menatap mas Nendra, sejak kapan dia suka yang asam - asam? Bukannya dia ada masalah sama lambung.
Aku menggeleng, "Nggak boleh, masih pagi belum juga sarapan, ingat mas punya masalah lambung."
"Mas mau sekarang, air liur mas sudah mau berjatuhan yang, kupasin." Katanya lagi sambil merengek seperti anak kecil.
"Nggak!"
"Yang, please." Katanya lagi sambil menangkupkan kedua tangannya membuatku makin heran.
"Mas kenapa sih? Ngidam?"
Mas Nendra diam tampak sedang berpikir, kemudian menatapku dan mengangguk, "Sepertinya iya yang, mas ngidam pengin makan yang asam - asam." Katanya.
"Ketek Vina mau?" Kataku sambil tertawa, mas Nendra langsung mendengus kesal membuatku makin tertawa, "Lah, katanya pengin yang asam - asam, ketek Vina masih asam nih belum mandi, 'kan nggak pakai deodorant."
"Sayang." Kata mas Nendra merengek.
"Sarapan roti dulu, sambil nunggu Vina kupas buahnya." Aku langsung berdiri mengambil pisau dan juga piring, mas Nendra menurutiku karena saat aku kembali sedang mengunyah roti dengan selai nutella kesukaannya.
Aku kembali duduk di samping mas Nendra mengupas mangga dan kedondong.
"Cuci dulu mas, jorok ih." Kataku sambil memukul tangan mas Nendra, buah baru di kupas belum di cuci sudah mau di makan saja, benar - benar nggak sabaran bapak ngidam yang satu ini.
"Lama yang, mas sudah ileran nih." Katanya.
"No!" Kataku berdiri membawa buah yang sudah di kupas untuk di cuci.
Selesai mencuci buah, baru juga aku taruh di meja, mas Nendra langsung ambil mangga yang dari warnanya saja sudah terlihat betapa asamnya, tapi pak tentara di depanku makan mangga enak sekali tanpa ada ekspresi asam atau apa.
"Memangnya nggak asam ya mas? Pakai gula apa garam buat kurangi asamnya." Kataku, mas Nendra menggelengkan kepalanya.
"Enak yang, seger banget tahu, cobain deh." Mas Nendra memberiku sepotong mangga dan aku menerimanya, meski ragu akhirnya aku coba karena penasaran.
"Wueeekkk, asam mas." Aku langsung mengeluarkan mangga dari mulutku, rasanya asam banget sampe gigiku gemeletuk ngilu. Mas Nendra tertawa saat melihatku yang terus bergidik gara - gara makan mangga muda.
"Manis ko, asam dari mana."
"Lidah mas bermasalah tuh." Kataku sambil melangkah pergi ke dapur.
"Yang, siang nanti masak sayur asam ya sama bikin sambal terasi, terus ada lalapnya juga, jangan goreng ayam, tapi pakai tempe goreng nggak pake tepung." Kata mas Nendra saat aku sudah kembali membawa segelas air putih.
"Ngidam lagi?"
Mas Nendra mengangguk, "Ngidamnya nggak susah 'kan, jadi harus buat, oke sayang." Mas Nendra memamerkan senyum manis dengan lesung pipinya, aku cuma bisa geleng - geleng saja, ini si bapak ngidam apa ngerjain aku sih.
???
Karena hari ini aku sift malam, sesuai permintaan mas Nendra, aku membuatkannya sayur asam lengkap dengan sambal terasi, lalapan dan juga tempe goreng tanpa tepung yang memang kesukaan mas Nendra.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam." Jawabku saat mas Nendra sudah di depanku, aku mencium punggung tangan mas Nendra.
Sudah waktunya makan siang, setiap aku ada di rumah, mas Nendra memang selalu pulang untuk makan siang di rumah, katanya enak makan di rumah, tapi kalau aku sedang sift, mas Nendra tidak pulang.
"Wah, enak nih." Katanya yang langsung duduk, menyodorkan piring di depannya, minta di isi nasi.
"Cuci tangan dulu, jorok ih dari luar juga." Kataku, mas Nendra nyengir.
"Lupa yang." Katanya sambil berdiri, berjalan menuju wastafel.
Aku mengambilkan nasi untuknya, menyiapkan minumnya juga. Selesai cuci tangan mas Nendra langsung makan dengan lahapnya, aku suka setiap melihat mas Nendra makan, meski masakanku tak seenak mommy atau mbak Zia tapi mas Nendra tetap memakannya dengan lahap.
Bahkan mas Nendra lebih memilih masakanku dari pada beli di luaran, membuatku benar - benar bahagia memiliki suami yang tidak rewel dalam hal makan.
"Enak?" Tanyaku, mas Nendra mengangguk.
"Banget yang, nambah lagi nasinya." Katanya yang sudah menyodorkan kembali piringnya."
Aku menuruti saja, "Segitu saja nggak usah banyak - banyak, nanti kekenyangan."
"Oke." Jawabnya.
Selesai makan siang mas Nendra berangkat lagi ke kantor, sekarang tinggal aku seorang diri. Berselancar di sosial media sambil menunggu mas Nendra pulang hingga tak terasa adzan ashar sudah berkumandang, berarti sebentar lagi mas Nendra pulang.
Aku bersiap untuk mandi dan shalat ashar, selesai shalat aku keluar rumah untuk menyirami tanaman di depan rumah.
"Sore mbak Nendra."
Aku balik badan karena ada yang menyapaku, "Sore, eh dasar." Kataku kesal, karena yang barusan menyapaku mas Nendra, dia sekarang tertawa melihat aku yang kesal.
"Sudah mandi?" Aku mengangguk, "Yah, mas mau mandi bareng yang." Kata mas Nendra dengan nada kecewa.
"Heh, di luar ngomongnya begitu." Kataku.
Bugh
"Aww." Seru mas Nendra sambil memegang kepalanya, menoleh ke arah seseorang yang telah melempar bola plastik, tepat mengenai kepala mas Nendra.
"Abang, sakit nih." Seru mas Nendra pada bang Vino yang sedang tertawa. Ya, pelaku yang nimpuk kepala mas Nendra bang Vino, yang berjalan mendekat bersama Zivand.
"Itu mulut ya, bicaranya asal keluar saja."
"Bicara apa? Nendra beneran sakit bang."
"Cemen banget sih Ndra, tadi bilang apa sama Vina? Mandi bareng?" Kata bang Vino, mas Nendra langsung terkekeh.
"Abang dengar?"
"Dengar lah, suaramu itu mirip toa Ndra."
Aku dan Zivand tertawa mendengar mereka berdua yang memang suka sekali berantem jika sudah bertemu, kadang membuat kepalaku pening.
Saat aku membela bang Vino maka mas Nendra yang ngambek, saat aku membela mas Nendra maka bang Vino gantian ngambek. Jadi, aku biarkan saja jika mereka sudah berantem, karena aku tahu sebenarnya mereka saling menyayangi, hanya saja cara mengungkapkannya lain dari yang lain.
???
Terima kasih yang sudah Vote, comment & follow ??