Aku, mau kamu!

1799 Kata
Sudah tiga hari kami semua sibuk menyambut kelahiran Zivana Achazia Mahendra, putri cantik bang Alvand dan mbak Zia. Putri cantik yang menjadi rebutan kedua omnya, siapa lagi kalau bukan mas Nendra dan bang Vino yang berebut untuk menggendongnya, membuat bang Alvand kesal dan menjitak mereka berdua karena selalu saja membuat Ivana menangis. Pagi tadi mbak Zia sudah diperbolehkan pulang, lahiran normal pulih dengan cepat, aku salut sama mbak Zia yang tenang saat melahirkan. Aku sendiri, jika nanti melahirkan entah bisa seperti mbak Zia atau tidak. Saat ini aku sedang berada di IGD, karena tadi ada kecelakaan beruntun dan salah satu korbannya sedang hamil, sudah memasuki trimester tiga, untung saja tak terjadi sesuatu yang fatal hingga masih bisa dipertahankan. Aku berjalan untuk kembali ke ruang kerjaku, tapi panggilan dari seseorang membuat langkahku terhenti. "Dokter Vina." Aku menoleh dan ternyata suster Mimi. "Ya, suster Mimi." Jawabku tersenyum. "Ini ada kiriman makanan buat dokter." Kata suster mimi sambil menyerahkan paperbag dan aku menerimanya. "Dari siapa?" Tanyaku. "Dari suamiku Lettu Ganendra." Mataku langsung membelalak mendengar jawaban suster Mimi, sejak kapan mas Nendra jadi suaminya. "Dia suamiku." Kataku, membuat suster Mimi tertawa. "Cieee, suami, dulu mah lari - larian terus kalau di dekati danton." Kata dr. Dwi yang tiba - tiba saja berada di sampingku. "Jangan ungkit masa lalu, itu kan dulu." Kataku sambil terkekeh. "Yang antar kesini siapa sus?" Tanyaku. "Ojol dok." Aku hanya mengangguk dan membuka paperbag yang ternyata berisi salad, aku membaca note yang tertera di atas cup salad. 'Di makan ya sayang, dari suami tampanmu Mas Ganendra' Aku tersenyum, bisa saja bapak yang satu ini, selalu membuatku makin cinta. "Seneng banget ya, punya suami tampan, tajir dan perhatian." Kata dr. Dwi, aku tertawa. "Makanya, buruan cari suami." Kataku sambil berjalan menuju ruang kerjaku. Sore ini aku terpaksa pulang menggunakan taxi, siang tadi mas Nendra memberitahuku tak bisa menjemput karena harus menghadap bang Andi. Tadinya mas Nendra akan meminta tolong bang Vino atau lainnya untuk menjemputku, tapi aku tolak karena jarak rumah sakit ke asrama tak terlalu jauh. Sampai di rumah, aku langsung mandi dan masak untuk makan malam. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi mas Nendra belum pulang juga membuatku cemas, apa lagi ponselnya juga tidak aktif. Ceklek Pintu depan terdengar ada yang membuka, aku langsung berjalan ke depan untuk melihat siapa yang membuka pintu, ternyata mas Nendra. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam, ko baru pulang?" Aku mencium punggung tangan suamiku, dia terlihat sangat letih. "Baru selesai briefing yang." "Briefing?" Mas Nendra mengangguk. "Sini, ada yang mau mas bicarakan." Kata mas Nendra sambil membawaku untuk duduk di sofa. Mas Nendra menatapku, aku sangat yakin jika perjuanganku menjadi istri seorang prajurit TNI yang sesungguhnya akan segera di mulai. Mas Nendra menggenggam kedua tanganku, matanya masih terus menanatapku. "Maaf jika ini sangat mendadak, besok setelah subuh mas dan prajurit yang terpilih untuk menjalankan misi khusus harus berangkat, mas terpilih karena keahlian mas sebagai sniper sangat di butuhkan dalam misi ini." Aku tersenyum, ternyata memang benar dugaanku, awal perjuanganku menjadi ibu persit dimulai sekarang, "Pergilah mas, Vina akan selalu mendoakan mas Nendra dan team agar selalu mendapat perlindungan Allah." Kataku. Mas Nendra menatapku, "Kamu nggak marah?" Aku mengernyitkan dahiku, "Marah? Kenapa harus marah?" "Karena mas tinggal di saat sedang hamil." Aku tersenyum mendengar jawabannya. "Mas Nendra memang suami Vina, tapi jika di rumah dan Negara tidak membutuhkan, jika Negara membutuhkan, ibu pertiwi sudah memanggil maka mas Nendra milik Ibu pertiwi dan Vina harus menerima semua itu, ini sudah tugas Vina mendukung di setiap tugas mas." Mas Nendra tersenyum, detik berikutnya menarik tubuhku ke dalam dekapannya. "Terima kasih, tadinya mas takut istri mas akan marah." "Nggak akan mas." Mas Nendra melepas pelukannya, menatapku dan mencium keningku cukup lama, "Sekali lagi, terima kasih sayang." Aku mengangguk. "Mas bersih - bersih dulu, Vina siapkan makan ya." Mas Nendra menggeleng, "Kenapa?" Tanyaku. "Yang, mas ngidam lagi." Katanya membuatku syok. "Apa? Ngidam?" Tanyaku, mas Nendra mengangguk. "Kabulin ya, sebelum besok mas berangkat." "Ngidam apa?" Tanyaku. Mas Nendra tersenyum, "Mas mau, bang Alvand, bang Vino dan bang Andi masak buat mas." "Ini sudah malam mas, sepulang tugas saja ya." Mas Nendra menggeleng. "Mas mau sekarang." "Mas!" "Sekarang." Aku menggeram kesal, "Oke, Vina hubungi mereka dulu." Aku mengambil ponsel dan segera menghubungi mereka semua lewat group family D2R, awalnya mereka semua menolak tapi karena aku yang terus memohon, apalagi Ayah dan Appa juga sudah turun tangan membuat mereka bertiga tak lagi bisa menolaknya. "Ayo." Kataku. "Kemana?" "Kerumah mbak Zia, Ayah bilang di sana masaknya mumpung Ayah dan mommy ada di sana, bang Vino sedang meluncur." Kataku, mas Nendra mengangguk dan mengekoriku keluar rumah menuju rumah bang Alvand. Sampai di rumah bang Alvand, sambil menunggu bang Vino, aku dan mommy membantu menyiapkan bahan - bahan yang akan di masak. "Ganendra ngidam masakan apa sih dek." Tanya bang Alvand. "Terserah kalian yang masak, asal enak dan masakan asli kalian katanya." "Mana Nendra!" Kami semua menoleh ke belakang, bang Vino berdiri sambil bertolak pinggang, wajahnya terlihat kesal. "Lagi pergi, sama Zivand." Jawab mommy. "Kamu yang hamil, suamimu yang rempong ngidam." "Kalau nggak ikhlas, harusnya nggak usah datang." Kataku. "Bukan nggak ikhlas, buat keponakan apa sih yang nggak." "Ya sudah nggak usah marah, buruan masak nanti keburu malam, besok habis subuh mas Nendra harus berangkat." Kataku. "Kemana?" "Katanya ada misi khusus, tanya bang Andi tuh yang tahu." Kataku, bang Vino hanya mengangguk saja. Mereka bertiga pun mulai membagi tugas, ada yang memotong sayur, mencuci ayam, mengulek bumbu, membuat aku dan mommy tertawa karena terlihat sekali sangat kaku. "Loh, ko sudah masak." Seruan dari bapak yang lagi ngidam membuat tiga pria di depanku langsung menatap mas Nendra. "Terus kapan masaknya? Besok? Kata Vina subuh nanti lu berangkat." Jawab bang Vino. "Maksud Nendra, masaknya ada aturannya, nggak kaya gini." "Aturan?" Cicitku, mas Nendra mengangguk. "Nendra mau, abang bertiga pakai daster dan wig ini." Mas Nendra menyerahkan paperbag pada ke tiga abangku. "Daster?" "Wig?" "Nggak!" Jawab mereka bertiga kompak. "Mommy, Nendra mau lihat mereka bertiga masak pakai daster dan wig." Kata mas Nendra manja pada mommy. "Andi, Alvand, Vino segera turuti." "Andi malu mom, kalau Andriana lihat bisa habis di ketawain mom." Tolak bang Andi. "Vino juga nggak mau, bisa jatuh pasaran Vino." "Bukannya sudah jatuh ya? Buktinya sampai sekarang belum juga laku." Kataku yang langsung mendapat jitakan bang Vino. "Bukan nggak laku, masih proses seleksi." "Alah, ngeles saja, sudah buruan turuti suami Vina yang lagi ngidam, awas saja kalau anak Vina ileran kalian bertiga harus bertanggung jawab." Kataku membuat mereka bertiga berdecak kesal. Dengan cemberut dan terpaksa, mereka bertiga akhirnya memakai daster juga wig yang mas Nendra bawa, aku dan mommy langsung tertawa ngakak saat melihat tiga pria berbadan kekar khas prajurit memakai daster dan wig, bahkan mbak Zia dan Ayah datang ke dapur, mungkin penasaran mendengar aku dan mommy tertawa. Benar saja, Ayah dan mbak Zia ikut tertawa melihat mereka bertiga. "Sebentar, senyum dong." Tiba - tiba mas Nendra mengeluarkan ponselnya dan memotret mereka bertiga. "Heh, mau buat apa?" Kata bang Vino. "Kenang - kenangan." Jawab mas Nendra sambil nyengir. Setelah menunggu selama hampir satu jam, memasak dengan di selingi berbagai drama, ada yang kena minyak, ada yang menangis saat kupas bawang, ada yang terus bersin karena terlalu banyak memasukkan lada bubuk, akhirnya masakan sudah siap tersaji di atas meja makan. "Enak nggak?" Tanyaku saat mas Nendra sedang memakan masakan dari tiga pria yang sedang cemberut di depanku. "Keasinan, tapi okelah, cukup enak." Jawab mas Nendra sambil kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Pletak "Aduh, abang sakit tahu!" Seru mas Nendra karena bang Vino kembali menjitaknya. "Terima kasih kek, sudah susah payah di masakin." Mas Nendra nyengir, "Iya, terima kasih abang - abang Nendra yang tampan." "Awas saja kalau misi besok gagal, gantian abang yang akan kasih hukuman." Kata bang Andi. "Siap, doakan saja." ??? Selesai shalat subuh, aku mengantar mas Nendra sampai di depan pintu, karena ini misi khusus jadi aku tidak di perbolehkan mengantarnya hingga bandara. "Jaga diri baik - baik ya yang, kalau jenuh boleh ke rumah mommy, mamah atau mbak Zia." Aku mengangguk. "Mas juga jaga diri, selalu waspada, jangan lupa berdoa, ingat mas, Vina dan anakmu menunggu di rumah." Mas Nendra mengangguk dan tersenyum, kemudian berjongkok menyejajarkan dirinya dengan perutku. "Sayang, jaga mamah selama papah tugas ya, jangan nakal, doakan selalu papah ya nak, papah sayang kamu dan mamah." Kata mas Nendra sambil mengusap perutku yang masih rata, kemudian menciumnya cukup lama. Mas Nendra kembali berdiri, menatapku begitu lekat, "Mas punya hadiah buat kamu, pakai ya." Kata mas Nendra menyerahkan kotak kecil yang saat aku buka, ternyata berisi kalung. "Pakaikan." Pintaku, mas Nendra tersenyum dan memakaikan kalung pemberiannya. "Cantik." "Terima kasih." Kataku, mas Nendra mengangguk, "Jangan pernah di lepas ya, mas berangkat." Aku mengangguk, mas Nendra mencium keningku cukup lama dan mengecup bibirku. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Jawabku sambil tersenyum melepas kepergian mas Nendra untuk bertugas, higga tubuh tegapnya tak terlihat lagi olehku. Sejujurnya hatiku sangat kacau karena baru pertama kalinya aku di tinggal tugas, tapi di depan mas Nendra aku harus kuat, aku tak mau membebaninya dalam bertugas karena memikirikanku. Mulai hari ini, aku kembali mengerjakan apa saja sendiri seperti saat masih belum menikah. Sejak menikah, mas Nendra selalu memanjakanku dalam berbagai hal, kecuali masak karena dia sama sekali tidak bisa memasak. Hari demi hari sudah terlewati, tak terasa sudah lima hari mas Nendra pergi bertugas tanpa ada kabar sama sekali, bang Andi bilang team yang berangkat memang tidak diperbolehkan membawa ponsel karena di khawatirkan terlacak radarnya. Pagi ini berangkat ke rumah sakit rasanya lemas tak semangat sama sekali, saat tadi akan turun dari ranjang saja aku malas. Tapi karena sudah menjadi tugas, aku memaksakan diri untuk berangkat. Aku mengendarai mobil sendiri, bang Alvand dan bang Vino sudah menawarkan diri untuk antar jemput, tapi aku menolaknya, aku harus terbiasa melakukan apapun sendiri, aku tidak mau di bilang manja. Aku masih ingat awal - awal pindah ke asrama, aku menjadi bahan pembicaraan ibu persit lainnya, mereka bilang aku manja tak bisa apa - apa karena aku terbiasa hidup mewah sebagai keturunan Abhimanyu, ditambah mertuaku yang seorang Mahya, nama yang berkibar di dunia militer, semua tahu siapa klan Mahya. Aku memarkirkan mobil di dekat IGD karena ruang kerjaku lebih cepat jika lewat IGD, lewat lobby kejauhan. Aku turun dari mobil, berjalan menuju ruang IGD, langkahku langsung terhenti saat melihat seseorang yang berdiri di depanku, memakai pakaian serba putih dan kaca mata hitam. Jantungku langsung berdetak kencang, aku ingin lari tapi tubuhku seperti tak bertulang, rasanya sangat lemas. Dia berjalan mendekatiku, berjalan perlahan dengan tersenyum. "Hai cantik, jumpa lagi denganku." Katanya. "Mau apa kamu?" Kataku menatapnya, rasanya untuk bernafas saja terasa susah, dadaku terasa sesak. Dia kembali tersenyum, "Aku, mau kamu!" Katanya sambil menjentikkan jarinya ke atas, tak lama sebuah mobil datang dari arah belakang dengan begitu cepatnya aku ditarik memasuki mobil, seketika aku langsung berteriak sekuat mungkin. "Toloooong." ??? Terima kasih yang sudah vote ???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN