Tak terasa 2 minggu lagi tepat satu tahun sudah aku berpisah dengan Danton menyebalkan itu, tapi sampai sat ini aku belum juga bertemu dengannya, pikiranku sudah tak karuan karena entah kenapa aku menginginkan kembali bertemu dengannya lagi.
Hari ini aku sedang libur jadi seharian hanya tiduran di kamar saja bersama Zivand, anak bang Alvand dan mbak Zia yang saat ini usianya menginjak 5 tahun.
"Vina bangun."
"Vina libur Mom, mau tidur saja." Jawabku saat Mommy membangunkanku.
Bukannya berhenti, Mommy justru makin kencang mengguncang tubuhku.
"Apa sih mom."
"Mommy mau minta tolong, itu antarkan opor Ayam buat abang soalnya mbak Zia belum pulang, kasihan abang kamu sudah lapar."
"Abang suruh ke sini saja apa mom, Vina malas ke sananya."
"Jangan bantah, Mommy tunggu di bawah kalau 5 menit enggak turun siap - siap saja Mommy terima lamaran mamanya Pipit." Kata Mommy sambil keluar kamarku.
Pipit lagi Pipit lagi memangnya enggak ada yang lainnya apa, dari nama saja udah enggak banget masa cowok namanya pipit, mending kalau badannya macho, lah ini sudah namanya Pipit penampilannya bikin ngelus d**a banyakin istighfar.
Asal kalian tahu kawan, Pipit itu badannya lebih tinggi dari aku, agak gemuk, sukanya pakai kemeja lengan panjang kotak - kotak, celana bahan, sepatunya kinclong sampai - sampai lalat bisa ke pleset kalau nempel, rambutnya belah tengah klimis banget enggak tahu dia pakai minyak apaan karena baunya juga aneh banget.
Mommy yang benar saja mau jodohin aku sama dia, aku ini anak perempuan satu - satunya padahal.
Dengan kesal aku bangun dan segera turun ke lantai satu dari pada nanti di nikahkan sama Pipit, aku paling takut kalau Mommy sudah bicara karena pasti bakal di tepati.
"Mana sini buruan." Kataku saat sudah di depan Mommy.
"Cuci muka dulu sana, dasternya juga ganti dulu jangan bikin malu abang, anak perawan pakai daster batik sudah mirip emak - emak habis lahiran saja." Gerutu Mommy.
"Tanggung sebentar lagi mandi sore." Kataku langsung mengambil rantang dan ngacir pergi.
"Vinaaa cuci muka!" Teriak Mommy namun tak aku dengarkan, aku langsung mengambil motor di garasi karena akan lebih cepat naik motor dari pada mobil. Naik motor aku bisa lewat belakang yang langsung di blok rumahnya bang Alvand dan lebih cepat dari pada lewat depan muternya ke jauhan.
Aku mengendarai motor menuju asrama tempat tinggal bang Alvand, sepanjang jalan seperti biasa orang - orang menatapku, ya aku memang cantik jadi wajar mereka menatapku seperti itu dan aku cuek saja.
Sampai di pintu masuk belakang asrama aku membunyikan klakson, sudah lima menit aku menunggu tapi tak kunjung ada petugas yang datang, akhirnya aku turun dari motor lebih baik motor aku tinggal di sini saja, aku bisa terobos portal dan jalan kaki menuju tempat tinggal bang Alvand itu lebih cepat.
Lagi pula kenapa tumben sekali ini enggak ada yang jaga, apa sedang ada giat sampai portal di biarkan kosong tanpa penjagaan.
Aku ambil rantang dan berjalan menerobos portal, baru juga merunduk setengah badan yang menerobos tapi seruan seseorang membuatku berhenti dan kembali tegak berdiri.
"Heeeyy kamu mau apa? Berani sekali terobos portal, mau maling ya." Aku menoleh menatap pria tinggi berbaju loreng yang wajahnya tertutup masker, dia juga memakai topi sehingga hanya matanya saja yang terlihat.
"Heeeyy enak saja kalau bicara, Om baru ya di sini makanya enggak tahu siapa aku." Kataku sambil menatapnya.
Aneh pria di depanku justru diam mematung menantapku, tanpa berkata apapun membuatku bergidik ngeri, mana sepi lagi kan akunya jadi merinding disko.
"Heeeyy itu mata bisa kali kedip dan mulut yang tadi bicara pedas masih bisa kan di pakai buat bicara? Apa sekarang jadi bisu karena melihat pesona kecantikanku."
Lagi, dia tetap diam saja menatapku tanpa bicara sepatah katapun membuatku esmosi jiwa
"Bisa bicara enggak sih, kalau enggak mau bicara juga buka portalnya aku masuk." Kataku lagi tapi dia lagi dan lagi tak menjawab hanya diam menatapku.
"Om Ali." Aku melambaikan tangan dan berteriak memanggil Om Ali yang baru datang dengan sepedanya, Om Ali tersenyum dan melambaikan tangannya.
"Om buka dong portalnya, Vina mau masuk." Kataku, tapi Om Ali malah senyam senyum kemudian menatap pria di depanku.
"Itu sudah ada Danton mbak." Kata om Ali sambil jalan masuk pos penjagaan masih senyam senyum enggak jelas.
"Om Ali, Vina bilangin abang nih kalau om enggak mau buka portalnya. Abang sudah kelaparan ini Vina mau antar makan" Teriakku tapi om Ali tak juga keluar, aku jadi kesal ini kenapa sih dengan mereka.
Tak lama ada motor datang yang ternyata bang Hafiz, aku langsung lega karena bang Hafiz pasti bakal buka portalnya.
"Bang buka portalnya dong, Vina mau antar makan buat bang Al." Kataku, bang Hafiz menatapku bukannya membukakan portal, bang Hafiz malah tertawa terbahak - bahak membuatku mengernyitkan dahiku heran, ini pada kenapa sih orang - orang pada aneh banget.
"Dik kamu datang kesini enggak ngaca dulu?" Kata bang Hafiz membuatku makin heran.
"Buat apa Vina ngaca, bukan rahasia lagi kalau Vina memang cantik, kenapa? Jangan bilang abang sekarang naksir sama Vina! Sorry ya bang Vina enggak tertarik sama bang Hafiz." Jawabku.
"Siapa juga yang naksir kamu dik pacar abang jauh lebih cantik, itu wajah kamu kenapa sih sudah mirip kucing garong." Kata bang Hafiz sambil tertawa membuatku terkejut.
Apa tadi? Kucing garong? Wah sembarangan ini bang Hafiz, aku ini selalu menjadi rebutan para pria dimanapun aku berada ini malah di katain mirip kucing garong.
"Dari pada ngedumel mending ngaca, betapa cantiknya wajah kamu dik." Bang Hafiz kembali tertawa.
Aku yang penasaran langsung memutar kaca spion motor dan betapa terkejutnya aku melihat wajah cantikku yang saat ini....
"Aaaaa Zivand!" Aku langsung berteriak menutupi wajahku, dan hanya nama Zivand yang aku sebut karena sudah pasti dia pelakunya.
Pria di depanku, bang Hafiz dan om tentara yang kebetulan baru pada datang ikut tertawa juga melihatku, membuat aku makin malu, pantas saja sepanjang jalan orang - orang menatapku aneh.
Kalian tahu kawan, apa yang terjadi dengan wajah cantikku?
Wajah cantik Alvina putri sekarang penuh coretan, coretan membentuk kumis seperti kucing di pipi kanan kiriku, bulatan hitam di ujung hidungku, alis yang sangat tebal entah bentuk apa dan satu lagi bibirku yang di poles lipstik merah tapi belepotan kemana - mana.
Ya ampun aku malu sekali, aku sudah percaya diri tapi malah penampilanku acak adul begini, Mommy tolong Vina, malu sekali ini mom.
Aku menunduk karena malu, mau pulang pasti sepanjang jalan aku akan jadi bahan tontonan lagi, mau ke asrama abang Al itu akan lebih memalukan lagi, malu sama ibu - ibu persit.
Mataku melihat sepasang sepatu yang pemiliknya berseragam loreng berdiri di depanku, aku tetap menunduk tak berani menatap karena satu alasan malu.
"Hai dokter cantik." Deg suara itu? Dan panggilan itu? Aku sangat mengenalnya.
Aku langsung mendongak untuk melihat siapa pria di depanku ini dan dia juga perlahan membuka masker yang menutupi wajahnya, betapa terkejutnya aku saat melihat wajah yang tadi tertutup masker.
Pria di depanku tersenyum, senyum yang berhias lesung pipi membuat detak jantungku makin cepat, aku benar - benar syok.
"Kenapa? Kaget ya?" Katanya, aku mengangguk.
"Sudah percaya kalau kita memang sudah di takdirkan?" Katanya lagi.
"Danton kenapa ada di sini?" Aku malah balik bertanya.
Ya benar sekali pria yang sudah menuduhku mau mencuri, pria yang dari tadi diam membisu itu Danton menyebalkan yang bernama Ganendra Badhrika Mahya, dia saat ini berdiri di depanku dengan senyum manisnya.
"Karena takdir yang membawa saya kesini dan karena takdir pula yang membawa dokter datang menemui saya." Jawabnya.
"Kalian saling kenal?" Tanya bang Hafiz membuatku mengalihkan pandangan pada bang Hafiz, aku mengangguk.
"Waktu Vina di Kalimantan bang." Jawabku dan bang Hafiz mengangguk.
"Ini loh Ndra adiknya Danyon." Kata bang Hafiz membuatku bingung.
"Kenapa memangnya bang?" Tanyaku penasaran.
Bang Hafiz bukannya menjawab dia hanya menggelengkan kepalanya, "Bang Hafiz bikin penasaran saja." Gerutuku.
"Ini Danton sedang apa di sini?" Tanyaku lagi.
"Kamu kemana saja sih dik, padahal Ganendra hampir satu tahun loh di sini." Jawab bang Hafiz.
Apa? satu tahun? Ko bisa aku enggak pernah lihat dia? Ini kebetulan atau apa?
"Buruan sana antar makanannya, ini bang Al sudah tanya kamu sudah sampai sini apa belum." Kata bang Hafiz lagi.
Aku langsung menggeleng, "Kenapa?" Tanya bang Hafiz.
"Abang mau bikin Vina jadi tontonan ibu - ibu persit, ini abang saja yang bawa." Kataku kesal, bagaimana bisa aku masuk area asrama kalau wajah cantikku seperti ini.
"Kode banget sih kamu dik, bilang saja minta di antar. Ndra antar tuh adik kesayangan Danyon yang sudah seperti kucing garong haha." Bang Hafiz tertawa dan berlari memasuki pos saat aku akan menimpuknya dengan sandal.
Kurang asem ini bang Hafiz, awas saja tunggu pembalasanku.
"Ini pakai masker saya, ayo saya antar." Kata Danton menyerahkan maskernya.
Dengan amat sangat terpaksa aku menerima maskernya, masker yang tadi dia pakai. Ya ampun mimpi apa aku semalam, sudah muka penuh coretan, baju daster dan sekarang pakai masker bekas pria menyebalkan ini.
Aku memakai maskernya, aroma mint yang selalu keluar dari mulutnya bahkan tertinggal di masker ini, membuatku gimana gitu.
"Ayo naik." Katanya lagi yang ternyata sudah duduk manis di atas motorku, aku pun mengangguk dan langsung menaiki motor.
Danton membunyikan klakson menyapa para Om loreng yang berada di pos penjagaan, ternyata di pos rame tapi kenapa dari tadi enggak ada satupun yang keluar menolongku.
Motor berhenti di depan rumah bang Alvand, aku langsung saja berlari masuk karena takut ada yang melihat.
"Kamu kenapa ko di antar Nendra?" Tanya bang Alvand saat aku sudah masuk dan aku langsung membuka masker, detik itu juga bang Alvand langsung tertawa.
"Jangan tertawa, ini kerjaan anak abang." Teriakku kesal, bang Alvand mendekat menahan tawanya, "Biar nanti abang hukum Zivand, sekarang bersihin sana." Aku mengangguk langsung pergi ke kamar mandi, untung saja bukan pakai spidol permanen coba kalau permanen aku jitak bolak - balik keponakan tampanku itu.
Selesai membersihkan wajah aku langsung menuju ruang tamu, bang Alvand sudah makan rupanya dan saat ini sedang berbincang dengan pria yang tadi mengantarku.
"Sini duduk." Aku pun duduk di samping bang Alvand.
"Kamu sudah kenal Nendra dik?" Aku mengangguk, "Syukurlah kalau begitu." Aku langsung menatap bang Alvand, maksudnya apa itu? Ko bang Alvand bersyukur?.
"Pulang sana, sudah sore, bilang sama Zivand bundanya pulang besok." Aku pun mengangguk berpamitan pulang.
"Saya ikut lagi ya bu dokter, motor saya ada di pos." Aku hanya mengangguk saja.
Aku dan Danton kembali berboncengan, lihatlah mata ibu - ibu persit menatap kami berdua dengan penasaran. Aku cuek saja maklum aku cantik dan Danton tampan wajar kalau jadi pusat perhatian.
Tampan? Apa aku tak salah bicara? Aku mengakui Danton menyebalkan ini tampan? Sadar Vina!.
Motor berhenti di portal pos, Danton pun turun dari motor dia menatapku membuat jantungku kembali marathon.
"Apa sih." Kataku jutek.
"Saya masih enggak nyangka bisa bertemu kembali dengan dokter dan lebih enggak nyangka lagi ternyata dokter adiknya bang Alvand." Katanya tersenyum.
"Terus kenapa memangnya kalau saya adik bang Alvand?" Dia tak menjawab hanya tersenyum saja membuatku menyipitkan mata curiga.
"Sudah sana pulang, hati - hati di jalan dokter cantiknya Nendra, tunggu malam minggu nanti ya saya mau ajak dokter kencan." Katanya sambil mengedipkan mata kananya, Khas seorang Ganendra setiap kali menggodaku.
"Enggak." Jawabku sambil menaiki motor dan melajukannya, bisa - bisanya dia mau ajak aku kencan padahal baru bertemu sekarang ini, lagi pulan siapa dia mau ajak aku kencan.
"Zivand!" Teriakku saat sudah sampai di rumah.
"Ini rumah bukan hutan Vina." Seru Mommy yang datang mendekatiku membuatku menciut sama tatapan mata Mommy.
"Kenapa teriak?"
"Zivand nakal mom, masa wajah cantik Vina di coret - coret, Vina kan malu diketawain banyak orang." Gerutuku kesal.
"Salah kamu sendiri, Mommy sudah suruh cuci muka malah kamu pergi."
"Mommy enggak bilang kalau wajah Vina penuh coretan."
"Salah kamu sendiri, intinya tadi Mommy sudah suruh kamu buat bersihin." Jawab Mommy sambil berjalan meninggalkanku yang kesal.
Hari apa sih ini apes banget.