Tantangan

1395 Kata
Author Pov Ganendra berjalan mondar mandir mencari keberadaan gadisnya, yaitu Alvina. Sudah empat hari sejak pulang dari Posyandu mereka tak bertemu, lebih tepatnya Vina seperti menjauhi Nendra karena setiap Nendra mendekatinya dengan secepat kilat Vina menghilang. Saat jadwal jaga di Klinik juga Vina malah tukeran sama dr. Dwi, dia lebih memilih tugas di luar. Bahkan saat kedatangan Bidan baru, Vina juga nggak ada dan saat malam hari Nendra mendatanginya selalu saja dia sudah tertidur padahal masih sore membuat Nendra kelimpungan. "Pak Danton." Panggil seseorang. "Ya." Jawab Nendra. "Sampai sekarang saya belum bertemu dokter Alvina, apa beliau memang tugasnya di luar terus? Ada beberapa hal yang mau saya tanyakan, kemarin tanya dokter. Felix beliau bilang saya suruh ke dokter Alvina langsung karena yang pegang data dokter Alvina, saya juga sudah ke tempat tinggal beliau tapi selalu sudah tidur." Kata Bidan Ika, ya yang memanggil Nendra Bidan baru yang bernama Ika bukan dokter cantiknya. Nendra mengangguk, "Coba nanti saya bicara sama dokter Vina, karena saya juga sudah beberapa hari nggak ketemu, mungkin dokter Vina kecapean karena habis jalan kaki, kapan - kapan bu bidan bisa ikut biar bisa merasakan perjalanannya, kalau tim dokter Vina sudah kembali ke Jakarta dan ada tim baru berarti tanggung jawab bu bidan untuk memandu." Jawab Nendra. Tanpa Nendra sadari ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan interaksi Nendra dengan bidan Ika, dia hanya bisa tersenyum getir, entah kenapa rasanya sangat menyesakkan d**a. "Kalau sudah nggak ada lagi yang di bicarakan saya permisi bu bidan." "Pak Danton mau kemana? Mmm...maksud saya." Bidan Ika menatap Nendra, ini nih yang paling Nendra nggak suka baru berapa hari kenal sudah begini sangat berbeda dengan dokter cantiknya. "Saya ada tugas, mari." Nendra langsung pergi tanpa mendengar jawaban dari bidan Ika. Nendra kembali melanjutkan mencari keberadaan dokter cantiknya, sungguh Nendra sangat merindukan dokter cantiknya itu. Walaupun dia selalu jutek dan galak pada Nendra bagi Nendra itu tak masalah, karena Nendra sudah benar - benar mencintanya. Nendra tahu jika sebenarnya Vina gadis yang baik, Nendra sudah sering melihat Vina yang suka membantu warga, dia juga sangat ramah dan murah senyum. Vina bersikap kebalikannya jika bersama lawan jenis yang menurut Vina akan menyukainya,Vina seakan membangun tembok pembatas agar tak ada pria yang mendekatinya. Berbeda dengan pria lainnya yang langsung mundur karena sikap Vina, Nendra justru kebalikannya dia semakin gigih mendekati Vina, dia merasa tertanyang karena baru kali ini ada kaum betina yang selalu menolak pesonanya. "Danton cari dokter Vina ya?" Nendra menoleh ke belakang, ternyata Serda Adit yang bertanya dan Nendra mengangguk. "Tadi saya lihat dokter Vina lagi duduk sendirian di batu besar pinggir sungai." Kata Serda Adit, "Terima kasih." Nendra menepuk bahu Serda Adit dan segera berlari menuju sungai. Sampai di pinggir sungai mata elang Nendra memindai, mencari keberadaan gadisnya dan ketemu, dia sedang duduk sambil tangannya melempar kerikil ke sungai. Nendra berjalan mendekati Vina dan duduk di sampingnya, membuat Vina terkejut karena tiba - tiba Danton menyebalkan yang sudah membuat suasana hati Vina dalam beberapa hari ini kacau ada di sampingnya. Vina memang sengaja menjauhi Nendra karena dia tak mau memberi banyak harapan untuk Nendra walau sejujurnya Vina juga memiliki rasa pada Nendra, tapi untuk saat ini dia sedang tak mau mengenal cinta karena kenangan beberapa tahun yang lalu masih saja berkelebat di kepalanya. "Kenapa menjauhi saya?" Tanya Nendra tapi Vina diam saja. "dokter tahu? Beberapa hari ini saya mencari dokter, saya sangat merindukan dokter." Lanjut Nendra, Vina menoleh kesamping kirinya dimana Nendra duduk. "Maaf." Kata Vina, Nendra menoleh dan netra mereka berdua saling bertemu begitu jelas jika sebenarnya mereka saling merindukan. "Untuk apa?" Tanya Nendra. "Semuanya." Jawab Vina, "Maaf, saya juga nggak bisa balas perasaan Danton." Lanjut Vina. "Kenapa?" "Ada sesuatu hal yang nggak bisa saya ceritakan, maaf." "Apa dokter sudah punya pacar, tunangan atau bahkan suami?" Tanya Nendra dan Vina menggeleng. "Kalau begitu apa alasan dokter nggak mau terima saya? Kita sama - sama single dok dan saya juga sangat yakin kalau dokter memiliki perasaan buat saya." "Kalau dokter nggak punya perasaan buat saya nggak mungkin dokter akan membalas ciuman saya beberapa hari yang lalu dan pastinya dokter akan marah, minimal menampar saya saat itu juga." Lanjut Nendra membuat Vina diam membeku, dia bingung harus menjawab apa karena yang di katakan Nendra itu benar adanya. "Kenapa dokter nggak mau terima cinta saya?" Tanya Nendra lagi. "Sudah saya bilang ada sesuatu hal yang nggak bisa saya ceritakan." Jawab Vina. Nendra menggenggam tangan Vina, menatapnya dengan lekat, "Apa dokter meragukan cinta saya? Apa yang harus saya lakukan agar dokter mau menerima cinta saya?" "Saya nggak meragukan cinta Danton, saya memang nggak bisa saja dan Danton tak perlu melakukan apapun." "Oke, sekarang saya tanya, apa dokter percaya takdir?" Tanya Nendra dan Vina mengangguk. "Apa dokter nggak merasa jika kita memang di takdirkan bersama?" Tanya Nendra lagi, Vina menatap mata elang Nendra yang saat ini sedang menatapnya juga. "Awal melihat dokter hati saya sudah yakin bahwa dokter ditakdirkan untuk saya, kita terpisah bertahun - tahun dan saya sudah berusaha mencari dokter namun hasilnya nihil, tanpa di duga kita bertemu lagi di sini di tempat yang jauh dari tempat dimana pertama kali kita bertemu. Saya selalu mengingat wajah dokter tapi saya nggak tahu siapa nama dokter, disetiap Shalat saya hanya minta di pertemukan kembali dengan gadis yang sudah membawa lari semua hati saya tanpa tersisa sedikitpun, saya meminta tanpa menyebut nama hanya bisa membayangkan wajah cantiknya dan Allah mengabulkannya." "Itu hanya kebetulan saja." Jawab Vina cepat. Nendra menggeleng, "Bukan kebetulan tapi memang kita di takdirkan kembali bertemu. Apa dokter mau menerima tantangan dari saya?" "Apa?" Nendra melepas kalung Dogtag yang dia pakai dan memberikannya pada Vina, "Simpan kalung ini dengan baik, jika setelah dokter pulang dari sini dalam waktu nggak lebih dari 1 tahun kita kembali di pertemukan berarti itu memang takdir dan dokter harus menerima cinta saya, gimana?" Vina tampak diam dan berpikir, "Oke, tapi jangan curang loh ya nanti sengaja cari saya." Jawab Vina. Nendra tertawa mendengar jawaban Vina, "Tenang saja bu dokter, saya nggak akan mencari bu dokter, siapa tahu saya ada pelatihan di Jakarta atau pindah tugas di Jakarta nggak sengaja kita ketemu di jalan. Tapi tenang saja saya janji nggak akan dengan sengaja menemui dokter, biarkan cinta yang membawa dokter menemui saya." Kata Nendra tersenyum. Meskipun Nendra sudah meminta bantuan papanya agar bisa pindah ke Jakarta tapi dia akan tetap menepati ucapannya karena Nendra juga ingin tahu jika Vina memang takdir cintanya. "Oya bu dokter, tadi Bidan Ika bilang ke saya mau bertemu dokter katanya ada beberapa hal yang mau ditanyakan dan mau minta data apa saya juga nggak tahu." "Iya deh yang lagi dekat, semoga jodoh ya, kalau gitu tantangan tadi batal saja nggak usah di lanjut." Jawab Vina dengan nada kesal membuat Nendra mengernyitkan dahinya, kenapa dengan gadisnya ini? Apa dia cemburu?. Seulas senyum terpancar diwajah tampan Nendra." Cieee ada yang cemburu, tenang saja dok karena cinta saya sudah mentok untuk dokter seorang meskipun di depan saya berjejer model yang kata orang cantik dan sexy saya nggak akan tertarik karena bagi saya yang cantik dan sexy hanya dokter Alvina Putri seorang." "Gombal mulu." Kata Vina, tapi tetap saja dia tersenyum dan jangan tanyakan lagi jika jantungnya sedang tak baik - baik saja karena berdetak makin kencang saja. Nendra merangkul bahu Vina membuat Vina berjingkat karena kaget, Vina menatap Nendra yang sedang tersenyum manis memamerkan lesung pipinya. "Saya selalu merasa nyaman dan tenang jika di dekat dokter, sini sandarkan kepala dokter di d**a saya biar terlihat mesra seperti sedang pacaran." Kata Nendra sambil terkekeh. "Danton ih." Kata Vina sambil mencubit perut Nendra, namun tetap saja Vina menuruti perkataan Nendra, dia menyandarkan kepalanya di d**a bidang Nendra. "Kaya gini kan enak." Kata Nendra lagi, tangannya mengusap rambut Vina dengan sayang. Vina merasa sangat nyaman seperti berada dalan pelukan Ayah atau kedua abangnya. Vina seperti menemukan rumah baru untuknya pulang, Danton menyebalkannya benar - benar memberi Vina kenyamanan. Hari ini Vina dan Nendra menghabiskan waktu bersama hingga petang datang, mereka kembali pulang. Sepanjang jalan Nendra merangkul pundak Vina sampai di depan rumah tinggal Vina, Nendra tak mempedulikan setiap mata yang menatap mereka. Apa lagi tadi Nendra sempat melihat Danki yang sedang menatap tanpa berkedip membuat Nendra bersorak penuh kemenangan. "Istirahat ya bu dokter cantik, sampai jumpa besok pagi." Kata Nendra dan Vina tersenyum lalu mengangguk. Nendra pergi berjalan menuju baraknya, hari ini dia sangat bahagia karena rindunya sudah terobati, Vina memang paling jago membuat Danton galak gegana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN