Selesai pengarahan dari Danyon, kami semua segera berangkat menuju desa tujuan masing - masing. Aku bersama Serda Adit dan Serda Ucok mengawal dokter cantik siapa lagi kalau bukan Alvina Putri bersama dua perawat yang akan membantunya yaitu suster Mimi dan suster Rita.
Para wanita berjalan di depan, kami menyusuri jalan setapak yang sepertinya membuat para wanita kesulitan untuk berjalan karena kebetulan semalam turun hujan. Aku memperhatikan dokter cantikku yang dari tadi memegang tangan suster Mimi, sepertinya dia takut terpleset.
Otak cerdasku pun langsung memberi ide cemerlang, "Suster Mimi." Kataku, suster Mimi yang berada di depan menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang begitu juga dengan dokter cantik dan suster Rita.
Aku berjalan mendekat, menarik tangan dokter cantik yang berada dalam genggaman suster Mimi lalu aku genggam erat membuat si pemilik tangan langsung memberikan tatapan tajamnya.
"Jangan marah, saya cuman kasihan sama suster Mimi, dia juga kesusahan jalannya di tambah harus pegangin dokter juga. Jadi biar saya yang pegangin bu dokter ya." Kataku tersenyum.
"Saya bisa jalan sendiri." Jawabnya.
"No, nanti jatuh saya juga yang repot." Jawabku cepat.
"Ta__"
"Jangan bantah calon suami." Kataku yang langsung mendapat pukulan dari tangan dokter cantik yang satunya.
Aku terkekeh, begitu juga dengan yang lainya, "Kalian berempat jalan saja dulu di depan, saya di belakang bersama dokter Vina." Kataku yang langsung di laksanakan mereka.
Aku berjalan menggandeng tangan halus dokter cantik, rasanya sangat nyaman dan tenang setidaknya untuk saat ini selama Danki tak ada di dekat dokter cantikku.
"Hari ini penyuluhan apa dok?" Tanyaku memulai obrolan dan tentunya karena ada misi balas dendam manis yang tak akan dia lupakan hari ini, lagian juga empat orang di depan saja sudah asik ngobrol masa yang di belakang diem diem bae.
"Gizi seimbang." Jawabnya.
"Dokter tahu nggak, bukan makanan saja yang harus memiliki gizi seimbang, tapi hati saya juga perlu penyeimbang. Penyeimbangnya ya dokter Alvina Putri seorang." Kataku tersenyum menatapnya yang berada di sampingku, jujur aku selalu geli sendiri setiap bibirku mengeluarkan kata - kata receh untuk dokter cantik ini.
Dia menatapku dengan bibir yang berkedut seakan mau senyum tapi terlihat gengsi dan sekuat mungkin di tahan, uuhhh gemesin banget sih dok.
"Nggak usah gombalin saya, nggak akan mempan." Katanya.
"Siapa yang gombal sih, saya bicara jujur kok."
"Iyain saja deh biar cepat." Jawabnya lagi.
"Dok, boleh nggak saya minta foto dokter?"
Dia kembali menatapku, "Nggak boleh, memangnya buat apa? Buat pelet saya biar suka sama Danton ya?"
Aku tertawa mendengar jawabannya, "Saya masih punya iman dok, buat apa pakai cara begituan kalau cara alami saja bisa saya lakukan agar bu dokter suka sama saya."
"Terus buat apa minta foto?" Dia menatapku.
Aku tersenyum dengan responnya ini, dia terlihat penasaran, "Mau saya posting ke Sosmed saya, biar semua orang tahu kalau bidadari itu beneran ada, dan bidadarinya itu dokter Alvina Putri." Jawabku sambil menaik turunkan kedua alisku dan dokter cantik langsung membuang muka, aku tahu dia sudah nggak bisa lagi tahan untuk tersenyum. Yessss berhasil. Batinku.
Aku sentuh dagunya, aku hadapkan wajahnya agar menatapku, dan...
Heeyyy lihat pipi putihnya sekarang mulai merona, ya ampun makin menggemaskan sekali singa betinaku ini saat blushing.
"Lanjut Danton." Seru Serda Adit di depan membuatku melepas tangan dari dagu dokter cantik dan tersenyum, ternyata suaraku terdengar oleh mereka. Ya ampun padahal sudah aku usahakan bicara sepelan mungkin.
"Berisik jangan ganggu." Kataku, dan ke empat orang di depan malah tertawa. Kurang asem kalian, awas saja nanti bakal aku suruh kurve atau sikap tobat semalaman.
Aku menghentikan langkahku begitu juga dokter cantik, "Kenapa berhenti?"
"Biarkan mereka agak jauh, suka ganggu males." Kataku jujur dan dokter cantik malah tertawa.
"Makanya nggak usah aneh - aneh." Katanya.
"Aneh apaan sih dok, perasaan biasa saja."
"Aneh karena suka ngegombal, muka sangar begitu tapi sukanya ngegombal nggak cocok tahu." Katanya sambil melangkahkan kakinya, tapi tangannya segera aku tarik dan dia berbalik menabrak d**a bidangku yang kalau para betina bilang pelukable.
Mata indahnya menatapku membuat jantungku seketika langsung jedag jedug tak karuan, mata ini selalu saja membuatku meleleh, jarak wajahku dengannya hanya beberapa cm saja, dia terlihat amat sangat cantik, bibirnya yang masih berwarna merah sukses melambai menggodaku.
"Saya nggak merasa gombalin dokter, saya bicara jujur dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya tulus mencintai dokter dari pertama kali kita bertemu, saya mau dokter menjadi ibu persit dan juga ibu yang melahirkan anak - anak saya, saya mau di setiap mata ini akan tertidur atau terbuka saat bangun tidur yang saya lihat hanya bu dokter, saya mau menghabiskan sisa hidup hanya bersama bu dokter, saya mau bu dokter mendampingi saya meraih melati emas hingga bintang emas di pundak saya, menurut saya semua itu nggak aneh tapi wajar saja karena saya mencintai bu dokter, yang aneh itu kalau saya lakukan ini di depan umum."
Cup
Aku mengecup bibirnya dan dia terlihat sangat terkejut, tubuhnya langsung menegang, sejujurnya aku juga sudah panas dingin tak karuan karena menciumnya. Tapi mau bagaimana lagi aku harus melakukannya jangan sampai di dahulu Danki, ini salah satu misi balas dendam manisku pada dokter cantik.
"Saya sangat mencintaimu dokter Alvina Putri, saya serius tak main - main, seorang Mahya tak akan lupa atau mengingkari ucapannya dan saya akan membuktikan semua ucapan saya."
Aku kembali memiringkan kepalaku untuk mengecup bibirnya, awalnya hanya ingin mengecup saja tapi aku justru menyesapnya, melumat perlahan bibir bawahnya yang terasa sangat manis, aku berhenti melumat tapi bibirku masih menempel pada bibirnya, aku lihat dokter cantikku memejamkan mata dan tanpa aku duga dia membalasnya, dia menggerakkan bibir tipisnya membuatku tersenyum dengan sambutan baiknya itu.
Aku tekan tengkuknya untuk memperdalam pagutan kami, ini kali pertamanya aku merasakan bibir seorang wanita yang ternyata rasanya sangat manis, ini kali pertamanya aku bertukar saliva dan itu pun dengan gadis yang sangat aku cintai.
Entah keberanian dari mana sampai aku berani melakukan ini padanya. Kami saling melepas pagutan saat pasokan oksigen terasa makin berkurang, aku menempelkan dahiku pada dahinya dan tersenyum.
"Terima kasih." Kataku tulus sambil mengecup ujung hidungnya.
"My first kiss, oh no Danton jahat sekali sudah mencurinya." Gerutunya, aku terkekeh mendengarnya.
"Dokter juga sudah mencuri ciuman pertama saya, kita impas dan saya minta hanya saya yang boleh mencium bibir yang manis ini, jaga dengan baik hanya untuk saya karena saya juga akan menjaga dengan baik bibir saya hanya untuk bu dokter." Kataku sambil mengusap bibirnya dengan jariku.
"Ekhem Ekhem, tolong ya jangan mesra - mesraan di depan saya yang masih di bawah umur." Aku dan bu dokter terkejut, aku bahkan lupa sekarang berada dimana.
Aku menggaruk leherku yang nggak gatal, rasanya awkward sekali ketangkap basah anggota sendiri.
"Kalian ini suka sekali menggagalkan momen romantis saya ya." Kataku berpura kesal untuk menutupi rasa malu.
"Lagian romantis di tengah hutan begini, romantis itu kalau di kamar Danton." Kata suster Mimi membuat aku dan dokter cantik saling tatap.
"Suster Mimi! Awas ya kamu, Serda Adit tolong kondisikan itu suster Mimi, kayaknya stress deh karena Serda Adit belum juga nembak." Aku dibuat terkejut mendengar perkataan dokter cantik, dan apa itu? Kenapa Serda Adit jadi salting begitu?.
"Dokter Vina ih." Teriak suster Mimi sambil menghentakkan kakinya ke tanah.
"Serda Adit jangan bikin malu lah, masa bilang cinta saja nggak berani. Kalau nggak suka jangan beri harapan dan kalau suka jangan membiarkan terlalu lama, nanti kalau pindah ke lain hati nangis." Kataku menahan tawa.
Sekarang keadaanya berbalik, aku dan dokter cantik yang skakmat mereka.
"Sudah lah, kita lanjutkan perjalanan, Serda Adit memang cenceremen." Kata dokter cantik membuat aku, Serda Ucok dan suster Rita tertawa terbahak, dokter cantikku ini bisa saja melawak.
Setelah 30 menit perjalanan kami sampai di desa dan segera memulai Posyandu, para wanita melakukan pemeriksaan dan imunisasi, sedang kami para pria hanya membantu memegang anak yang akan imunisasi, membantu mengukur tinggi badan dan juga berat badan.
Selesai pemeriksaan dan imunisasi, dokter cantikku memberi penyuluhan pentingnya Gizi seimbang, aku memperhatikan setiap gerak tubuhnya, sesekali dia juga melirik sekilas ke arahku dan dengan jahilnya aku melambaikan tanganku dan juga memajukan bibirku seakan menciumnya dari jauh membuatnya terlihat gugup, aku memang suka sekali menggodanya, sangat suka melihat wajah gugupnya apa lagi kalau pipinya sudah merona aku makin suka.
Selesai memberi penyuluhan dia berjalan mendekatiku yang masih duduk manis menatap setiap langkahnya yang semakin mendekat padaku.
"Sudah selesai semua?" Tanyaku dan dia mengangguk.
Setelah berpamitan pada tetua desa dan juga warga desa yang masih berada di tempat Posyandu, kami berenam kembali berjalan untuk pulang. Aku kembali menggenggam tangannya, dia tersenyum padaku senyum yang sangat manis sekali.
Selama perjalanan pulang kami banyak bercerita, baru kali ini dokter cantikku banyak bicara padaku dan dia juga beberapa kali tertawa membuatnya makin terlihat sangat cantik, jangan tanyakan keadaan jantungku kawan karena saat ini sedang jedag jedug tak karuan, lagi dan lagi dokter cantikku ini kembali membuatku jatuh cinta.
"Dokter Alvina"
"Ya."
"Terima kasih ya."
"Untuk?"
"Untuk hari ini yang membuat saya sangat bahagia."
"Hm." Jawabnya singkat membuatku ingin guling - guling di semak, untung cinta kalau nggak udah aku tukar di marketplace.
"Katanya mau ada Bidan yang masuk ya?" Tanya dokter cantik dan aku mengangguk.
"Kabarnya sih begitu, minggu - minggu ini katanya sudah tiba, dia dari jawa sudah PNS." Jawabku apa adanya.
"Cieee segitu detailnya tahu, mantan Danton ya?" Aku mengernyitkan dahiku, apa - apaan ini kenapa mantan pacarku? Pernah pacaran juga enggak.
Aku sentil bibirnya pelan, dan dia mengaduh lalu mencebikkan bibir tipisnya ,"Itu bibir pengin di cium lagi?" Dia melotot menatapku dan aku dengan jahilnya secepat kilat mengecup bibirnya lagi.
"Danton ih." Aku tertawa melihatnya yang kesal.
"Habis bicaranya asal banget deh, pernah ketemu juga nggak kok malah jadi mantan pacar, asal dokter tahu ya saya ini belum pernah pacaran, bukan karena nggak laku tapi karena pacaran bukan prinsip hidup saya, yang saya mau saat jantung saya berdetak kencang dan hati saya menghangat nggak hanya saat di dekatnya tapi hanya karena mendengar namanya di sebut, saya juga selalu ingin membuatnya bahagia dan melindunginya, maka saya akan serius dan langsung menikahinya, dan semua itu saya rasakan hanya sama bu dokter seorang."
Dia menatapku beberapa saat, namun tetap diam tak menanggapi apa yang aku katakan. Dia diam membisu hingga kami sampai di Yon, aku jadi bingung dengan perubahannya yang mendadak diam.
"Danton, Serda Adit dan Serda Ucok terima kasih sudah menemani kami seharian ini, kami permisi, mari." Kata dokter cantikku berpamitan tapi dia tidak menatapku sama sekali.
Aku menatap kepergiannya dengan begitu banyak pertanyaan yang semuanya berawal dengan, kenapa?.