Hari ini seluruh prajurit dan tenaga kesehatan berbaur dengan warga setempat untuk kerja bakti dalam rangka membasmi sarang nyamuk juga menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Vina tengah menatap kesal dua orang yang sedang berbincang, bukannya kerja bakti malah asik berduaan. Batin Vina menggerutu dengan kesal.
Dua orang yang sedang Vina tatap siapa lagi kalau bukan Nendra dan bidan Ika yang memang selalu mendekatinya, sejujurnya Nendra juga merasa risih dia nggak suka cara bidan Ika terus mengekorinya.
Mata Nendra tak sengaja melihat gadisnya yang sedang menatapnya, Nendra melambaikan tangan dan tersenyum manis, tapi Vina justru membalasnya dengan mengacungkan jempolnya ke bawah membuat Nendra terkejut, kenapa pula dengan dokter cantiknya itu, kemarin sudah sangat manis kenapa sekarang galak lagi.
Dengan jahilnya Nendra melempari Vina dengan tanah yang dia bulatkan saat Vina balik badan membelakanginya, lemparan Nendra tepat sasaran mengenai punggung Vina membuat Vina menoleh ke belakang menatap Nendra yang kembali melambaikan tangan pada Vina.
Vina melotot pada Nendra, tapi Nendra membalasnya dengan kiss bye, Vina menerimanya membuat Nendra tersenyum girang namun detik berikutnya Vina membuat gerakan seakan membantingnya ke tanah dan menginjaknya berkali - kali membuat Nendra cengo di buatnya.
Vina menggerakkan sangkur yang dia pegang seakan menebas leher, kemudian jarinya menunjuk Nendra, jari lentiknya yag lain menampilkan gerakan seperti gunting yang sedang memotong alias mengancam akan menyunat Nendra membuat Nendra bergidik.
"Hahahaha." Suara tawa menggema membuat Nendra dan Vina celingukan, ternyata aktifitas yang mereka lakukan sedang menjadi tontonan orang yang ada di situ.
"Lanjut Danton."
"Balas Danton."
"Cieee yang mau di sunat."
"Habis lah punya Danton."
Dan masih banyak lagi godaan lainnya membuat Vina malu, sedangkan Nendra malah senyam senyum sendiri.
Vina hendak pergi pindah lokasi karena jika tetap di situ dekat dengan Nendra nggak akan baik untuknya, selain jantungnya yang kian nakal karena selalu berdetak dengan cepat jika dekat dengan Nendra, pasti dia terus menjadi bahan ledekan. Namun lagi dan lagi Nendra membuat Vina kesal.
"dokter Alvina." Langkah Vina terhenti menatap Danton tampan yang sangat suka menggodanya itu.
"Ya." Jawab Vina ketus seperti biasa.
"Boleh saya tanya sesuatu?"
"Apa." Jawab Vina yang saat ini menyilangkan kedua tangannya di depan d**a dan matanya memicing curiga pada sang Danton.
"Kapan saya bisa halalin bu dokter?" benarkan, dengan senyum jahil yang berhias lesung pipi danton kembali menggoda Vina.
"Danton panggil saya hanya untuk tanya itu?"
"Iya."
"Danton kapan seriusnya sih sama saya."
"Bu dokter, saya tanya nggak jawab sekarang malah tanya kapan seriusnya, sekarang juga boleh." Jawabnya menaik turunkan kedua alisnya.
"Apanya?"
"Seriusin bu dokter lah, pulang dari sini kita urus pengajuan ya."
"In your dreams Danton." Jawab Vina kesal dan langsung berlalu meninggalkan danton tampan yang sedang tersenyum bahagia karena sudah sukses menggoda Vina lagi.
"Cieee cieee."
"Asik lah gombalan Danton makin jago."
"Lanjutkan Danton."
Suara teriakan anggota Nendra makin ramai, namun Vina tak mempedulikannya dia dengan cepat melangkah pergi pindah lokasi yang penting jauh dari Danton menyebalkan itu.
"Danton suka sama dokter Vina ya?" Tanya bidan Ika yang sedari tadi melihat interaksi Nendra dan Vina, seketika wajah Nendra yang dari tadi berhias senyuman kembali lurus tanpa senyuman persis seperti papan triplex, sangat berbeda saat bersama Vina.
"Seperti yang bu bidan lihat." Jawab Nendra yang melangkah pergi meninggalkan bidan Ika yang masih terkejut mendengar jawaban Nendra.
Di tempat lain, Vina yang baru saja duduk di kagetkan dengan kedatangan Danki Wisnu yang tersenyum manis padanya.
"Boleh ikut duduk?" Tanya Danki dan Vina mengangguk.
"Cape ya?" Tanya Danki, Vina tersenyum dan kembali mengangguk, "mau saya ambilkan minum?"
"Terima kasih Danki, tadi saya sudah minum." Jawab Vina dan Danki mengangguk.
"Disini dokter sampai kapan?"
"8 hari lagi." Danki kembali mengangguk.
"Almarhum istri saya juga dokter, saya bertemu dengannya saat satgas pamtas di Papua, dia berhati malaikat seperti dokter Vina, sayangnya dia pergi meninggalkan saya untuk selamanya satu jam setelah melahirkan putra kami."
"Saya turut berduka untuk istri Danki, semoga khusnul khotimah."
"Aamiin terima kasih bu dokter."
"Danki pindah tugas ke sini apa putra Danki juga ikut?"
"Nggak ikut dok, putra saya di asuh mertua saya karena pekerjaan saya yang bisa saja dapat tugas dadakan mana mungkin 'kan saya tinggal sendirian di rumah apa lagi dia masih kecil baru 3 tahun." Vina mengangguk.
"Kalau begitu cari mamah baru untuknya, biar Danki tugas dimanapun putra Danki bisa ikut karena akan ada yang menemaninnya jika Danki ada tugas dadakan."
Danki Wisnu menatap Vina membuat Vina salting, "Maunya begitu tapi belum ada yang pas di hati saya." Jawab Danki tersenyum.
"Jangan cari yang pas di hati Danki, tapi cari yang mau menerima dan di terima putra Danki itu yang paling penting, seiring berjalannya waktu nanti juga bisa pas dihati Danki." Jawab Vina.
"Apa bu dokter suka anak - anak?"
"Suka, apa lagi pekerjaan saya kan memang berhubungan dengan anak - anak, lebih tepatnya bayi sih karena saya yang membantu mereka saat akan melihat dunia." Jawab Vina tersenyum.
"Apa dokter mau jadi ibu untuk anak saya?"
"Eh apa? Gimana maksudnya?" Jawab Vina panik.
"Kalau saya melamar bu dokter menjadi ibu untuk anak saya apa ibu mau?"
"Ta__"
"Sayang, ternyata kamu di sini, mas cari - cari kamu dari tadi." Tiba - tiba saja Nendra datang menghampiri Vina dan Danki, Nendra dengan sengaja mencium kening Vina di depan Danki.
Tadi saat meninggalkan bidan Ika, Nendra mencari Vina hingga dia melihat Vina yang sedang duduk berdua bersama Danki dan Nendra mendengar saat Danki meminta Vina menjadi ibu untuk anak Danki.
Tentu saja hal itu membuat Nendra kesal, makanya dengan sengaja Nendra memanggil Vina dengan sebutan Sayang dan mencium keningnya di depan Danki.
"Ijin Danki, saya bawa tunangan saya karena ada yang mau saya bicarakan, dari kemarin sedang ngambek, ayo sayang ikut mas tadi Ayah kamu telfon." Kata Nendra membuat Vina terkejut, sejak kapan Danton menyebalkan ini ada komunikasi dengan Ayahnya.
Dan apa tadi, mas? Hampir saja Vina tertawa karena rasanya geli mendengar Nendra menyebut dirinya dengan panggilan mas.
"Permisi Danki, kami pergi dulu." Kata Vina, sejujurnya Vina juga bersyukur karena Nendra datang tepat waktu di saat Vina blank harus jawab apa pada Danki.
Danki hanya mengangguk saja, dia menatap kepergian Vina dan Nendra hingga tak terlihat lagi.
Nendra membawa Vina ke tepi sungai, karena hanya di situ tempat yang aman untuk mereka berdua bicara.
"Maksudnya apa tadi? Kenapa panggil saya sayang? Sejak kapan ada komunikasi sama Ayah saya? Kenal juga nggak." Kata Vina saat sudah sampai di tepi sungai, berdiri di atas batu besar.
"Memang kenapa kalau saya panggil sayang? 'Kan dokter memang wanita yang saya sayang, dan masalah telfon iya maaf saya sudah bohong, habisnya Danki Wisnu apa - apaan tadi melamar bu dokter." Jawab Nendra kesal.
"Danki kan bilangnya kalau, jadi belum tentu melamar saya beneran."
"Kalau benar melamar gimana?"
"Mungkin bisa di pertimbangkan, Danki dewasa, baik, karirnya bagus dan dia juga tampan, satu lagi dia sudah berpengalaman." Jawab Vina tersenyum membuat Nendra kesal.
"Ingat ya bu dokter hanya milik saya, saya nggak suka bu dokter dekat - dekat Danki."
"Lah kalau saya memang berjodoh sama Danki gimana?" Kata Vina lagi sengaja membuat Nendra makin panas karena Vina tahu Nendra sedang cemburu.
"Nggak mungkin." Jawab Nendra kesal.
"Kenapa sih? Danton cemburu?"
"Pria manapun akan cemburu saat wanita yang di cintainya di dekati pria lain, apa lagi sampai mengungkapkan perasaannya."
Vina tertawa mendengar jawaban Nendra, membuat Nendra menatap Vina bingung.
"Kenapa tertawa? Ada yang lucu?"
Vina mengangguk, "Wajah Danton lucu kalau lagi cemburu, geli saya lihatnya." Kata Vina kembali tertawa lagi.
Nendra berjalan mendekati Vina membuat tawanya perlahan terhenti, Vina malah was - was melihat aura Nendra yang saat ini tak seperti biasanya. Nendra menatap tajam Vina.
Vina sudah balik badan bersiap lari namun dia kalah cepat dengan gerakan tangan Nendra yang menarik tangannya membuat tubuhnya menabrak d**a bidang Nendra.
Kedua tangan Nendra memeluk pinggang Vina, matanya masih menatap tajam Vina membuat Vina gugup.
Cup
Nendra mengecup bibir Vina sekilas, kemudian menatap mata indah Vina, "Saya mau bibir ini hanya akan memuji dan membicarakan hal baik tentang saya bukan pria lain, saya mau bibir ini juga hanya tersenyum manis untuk saya, saya mau bibir ini hanya milik saya, you are mine, understand?" Vina dengan terpaksa mengangguk, dia bingung harus bagaimana, dia mendadak takut dengan Nendra.
Aura Nendra lain dari biasanya membuat semua keberanian Vina hilang, Vina pun merasa aneh pada dirinya sendiri karena selalu saja luluh jika mata elang Nendra sudah menatapnya.
"Good girls." Kata Nendra tersenyum.
Nendra memeluk Vina, "I Love you Alvina Putri." Kata Nendra tepat di telinga Vina.
Vina tak menjawabnya, tapi dia membalas pelukan Nendra. Membuat Nendra tersenyum, Nendra akan sabar menunggu dokter cantiknya menjawab cintanya dan dia tak akan pernah lelah menyatakan cintanya.