Kenapa?

1315 Kata
"Harus banget Vina ikut ya mas?" Aku menoleh sekilas pada istriku yang duduk manis di sampingku. Aku mengangguk, "Iya, acara ini wajib bawa pasangan." "Kalau belum nikah atau nggak punya pacar gimana?" "Boleh ajak adik, saudara, tetangga atau siapapun boleh asal masih waras saja." Jawabku sambil tertawa dan langsung mendapat cubitan di lenganku. Saat ini aku dan istriku sedang dalam perjalanan ke acara reuni SMA, dimana di undangan mewajibkan untuk membawa pasangan. "Mas Angga datang?" Aku kembali menoleh, kenapa dia tanya Angga? "Datang, kenapa?" Tanyaku. "Nggak papa, cuma tanya." "Jangan bilang kamu naksir Angga yang." "Ya enggak lah, Vina mana berani naksir pria lain, suami Vina selain tampan dia juga pencemburu, bisa di dor nanti." Jawabnya membuatku tertawa, memuji sekaligus menjatuhkan itulah kebiasaan istriku, sama seperti mamah. "Mana berani mas dor kamu yang, paling juga kamu mas sekap di pulau terpencil tanpa fasilitas apapun dan mas bikin hamil terus setiap tahunnya." Jawabku sambil kembali tertawa dan langsung dihadiahi pukulan kecil di lenganku. "Perasaan bicara apa saja ujungnya pasti kesitu mulu deh, nggak ada yang lain ya?" Aku menggeleng, "Itu kan kebutuhan rumah tangga wajib terpenuhi yang, kamu juga suka kan? Mas masih ingat loh saat malam pertama kita, saat ka__." "Stop! Nggak usah di bahas." Teriaknya sambil menutup mulutku dengan tangannya, membuat aku makin tertawa. 3 minggu setelah menikah meskipun hampir setiap ada waktu dan kesempatan aku pasti akan merayu istriku agar mau b******a, aku masih tetap tak bisa melupakan malam pertama kami yang sempat tertunda karena tamu dari bulan yang tak ada akhlak itu. Malam pertama yang tak akan aku lupakan seumur hidup, Vina meminum jus jeruk yang di berikan para kaka iparku, siapa lagi kalau bukan bang Alvand, bang Vino, bang Andi dan juga bang Hafiz yang tiba - tiba saja datang ke rumah dinasku membawakan satu gelas jus jeruk, ya hanya satu gelas saja. Harusnya aku curiga tapi karena aku selalu positif thinking jadi ya aku anggap jus biasa saja. Jus jeruk yang mereka bawa ternyata sudah di campur dengan obat perangsang, entah dapat info dari mana, mereka pikir Vina masih datang bulan jadi berniat mengerjaiku tapi malah Vina yang kena, untung saja saat itu tamu Vina yang dari bulan sudah pergi dari dua hari yang lalu dan aku belum di beri tahu, sepertinya istri cerewetku ini juga kena karma karena diem - diem bae padahal si tamu sudah pergi. Vina yang baru keluar dari kamar mandi langsung saja meminum jus jeruk yang ada di nakas, karena aku pikir itu jus biasa jadi aku biarkan saja Vina meminumnya, tak tahunya jus laknat yang membawa keberuntungan untukku, jahat sekali ya aku ini, tapi aku memang menyukainya dan harus berterima kasih pada kaka iparku yang sampai saat ini belum tahu jika Vinalah yang meminumnya. Tak perlu aku ceritakan disini bagaimana nakalnya Vina saat malam itu yang tak perlu aku rayu juga memberikan semuanya padaku, berbeda dengan sekarang harus aku rayu dulu baru mau itu juga ada S&K yang harus aku penuhi, cukup aku dan Vina istriku yang tahu apa saja yang kami lakukan sepanjang malam, kasihan sama kalian yang sampai sekarang belum di halalin juga, lagi pula ada kawan - kawan yang masih di bawah umurkan hehehe. "Padahal mas berharap banget kamu bisa senakal malam itu loh yang meskipun tanpa pengaruh obat." Kataku kembali menggodanya. "Di bilang jangan bahas masih bahas terus, Vina turun nih!" "Jangan dong, maaf deh, mas salah." Kataku sambil mencolek dagunya. "Awas saja kalau masih bahas itu, Vina bakal ngambek dan pulang ke rumah Ayah." "Jangan dong, nanti mas sendirian." "Biarin, habisnya mas nyebelin tahu nggak!" "Iya, maaf sayangku, di maafin nggak?" Vina mengangguk, "Mamacih sayangku." Mobil yang aku kemudi sudah sampai di parkiran sebuah restoran yang di sewa untuk acara reuni, aku dan istriku berjalan memasuki restoran. Hampir semua mata menatap ke arah kami, wajar saja karena dulu aku salah satu siswa most wanted di SMA, di tambah aku menikahi gadis cantik yang berasal dari keluarga Abhimanyu jadi wajar saja kami menjadi pusat perhatian, dan aku masa bodo dengan mereka yang menatap kami. Aku segera menuju meja dimana Angga, Andra, Raka, Sadewa dan 4 wanita yang aku kenal sebagai adik dan saudara mereka berempat sudah duduk manis, pangkat boleh mentereng tapi mereka masih jones, berbeda denganku yang sudah mebawa kekasih halal. Sombong lu Ndra. "Macet bro makanya baru datang." Kata Raka saat aku sampai di meja mereka. "Tahu nih rumah paling dekat malah datang terlat." Sambung Andra. Aku hanya tertawa saja, "Sory, biasa nunggu ibu negara yang baru pulang ngesift." Kataku jujur karena memang aku menunggu Vina pulang sift baru bersiap berangkat ke acara reuni. "Mas Angga dapat salam loh." Kata istriku tiba - tiba saat kami sudah duduk, membuat kami semua yang satu meja, terutama aku menatapnya. "Dari siapa?" Itu bukan Angga tapi Raka yang langsung kepo sepertiku. "Nolla." Jawabnya sambil tersenyum. Siapa tadi? Nolla? Ini istriku serius nggak sih, Nolla Kowad yang pelit senyum tapi kalau sudah kumpul bersama istriku atau anggota keluarga lainnya langsung gesrek sama persis seperti istriku, yang kata Mommy suka sekali bikin Mommy jantungan karena suka bikin masalah. "Kamu serius yang?" Tanyaku dan istriku mengangguk. "Serius lah, tadi ketemu di RS terus Vina cerita kalau mau datang ke acara reuni SMA mas, Vina bilang mungkin juga ada mas Angga karena kalian satu SMA dan satu angkatan kemungkinannya mas Angga datang, tadinya mau Vina ajak tapi Nolla nggak bisa karena malam ini jaga." "Bukannya Nolla sedang dekat sama perwira polisi ya." Kata Dewa, Angga? Dia masih diam saja menjadi pendengar diantara kami, padahal dia yang sedang kami bahas. "Mas Yoga masih berjuang, tapi kemungkinannya mereka nggak bisa bersatu karena rumit dan banyak yang menjadi penghalang di antara mereka." "Maju saja Ngga sepertinya Nolla kasih lampu hijau juga, tuh nitip salam segala." Kata Raka. "Hai Ndra, hai semuanya." Sapa seseorang membuat kami semua menoleh ke sumber suara yang ternyata Laras, dia pernah satu kelas denganku. "Hai." "Ndra sorry ya gue nggak bisa datang di nikahan lu, masih di Jerman temenin tunangan gue." Kata Laras, aku mengangguk. "It's okay Ras, datang sendiri?" Laras menggeleng, "Nggak, sama tunangan gue lagi angkat telfon tadi, itu dia jalan kesini." Kata laras sambil menunjuk ke seseorang yang berjalan menghampiri kami. "Kenalin ini tunangan gue, mas Rian." Laras memperkenalkan tunangannya saat dia sudah sampai di depan kami. Kami semua satu persatu menyambut uluran tangannya, kecuali Vina istriku. Dia diam saja bahkan wajahnya terlihat sangat tegang membuatku khawatir. "Sayang, are you okay?" Tanyaku sambil mengusap bahunya, istriku yang gelagapan seperti baru tersadar dari lamunan menatapku. "Vina mau pulang mas." Katanya. "Tapi acara belum di mulai yang, kamu sakit?" Tanyaku lagi dan dia menggeleng. "Vi...Vina cuma cape saja mas." Aku masih belum percaya dengan jawabannya itu, aku merasa dia benar - benar berubah saat kedatangan Rian tunangan Laras, entah hanya perasaanku saja atau memang benar jika Vina berubah karena Rian. Apa mereka saling mengenal? Kenapa istriku tak mau menyambut uluran tangannya? Kenapa dia malah menggenggam tanganku dengan sangat erat, bahkan dia berkeringat di dalam ruangan yang dingin ini. Aku ingin bertanya tapi suara MC yang sedang membuka acara membuatku mengurungkan, aku hanya bisa membalas genggaman tangannya dan mendekatkan kursi yang aku duduki, agar dia nyaman. Siapa Rian ini, kenapa istriku dengan sangat cepat berubah dari ceria menjadi pendiam sepanjang acara, bahkan sampai kami sudah pulang ke rumah dinas dia masih diam membisu membuatku semakin penasaran. Aku pamit pada istriku untuk keluar sebentar, aku keluar karena ingin menemui bang Alvand, aku ingin bertanya barangkali bang Alvand mengenal siapa Rian itu, kenapa membuat Vina berubah dalam waktu yang sangat cepat. "Mau tanya apa?" Tanya bang Alvand langsung saat aku sampai di rumah dinasnya yang ternyata ada bang Hafiz juga. Aku menatap bang Alvand, "Abang kenal Rian? Rian Wijaya." Kataku, aku tahu nama lengkapnya karena tadi sempat kepo di sosmed Laras. Bang Alvand tak menjawabnya, tapi dari perubahan wajahnya yang memerah seperti menahan amarah dan tangannya yang mengepal sudah membuatku tahu jika bang Alvand juga mengenalnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN