Duduk bersandar di ranjang menunggu istriku keluar dari kamar mandi ternyata cukup membuat irama detak jantungku makin tak beraturan, entah apa yang dia lakukan di dalam sana sejak aku masuk ke kamar ini dia belum keluar juga membuatku penasaran.
Selesai acara pedang pora dan juga resepsi Vina istriku memang langsung ke kamar pengantin, sedangkan aku menemui para sahabat dan rekan - rekan lainnya terlebih dahulu bersama bang Alvand.
Saat resepsi tadi aku baru tahu siapa pria di dalam vidio yang bang Alvand kirim saat pingitan, dia Yoga perwira polisi yang sudah menolong mbak Zia saat kabur dulu.
Yoga pria yang tampan dan juga baik, menurut istriku dia sedang berusaha mengejar cintanya Nolla anak dari Appa Reno yang juga di cintai sahabatku, Manggala alias Angga. Yoga pernah menolak cinta Nolla, hingga kini semua berbalik, saat Nolla pergi Yoga baru menyadari jika dia mencintai Nolla begitu sangat dalam, sudah 2 tahun Nolla pergi menghilang dari Yoga dan kembali bertemu di pernikahanku dan Vina saat ini.
Kapten Wisnu, beliau juga hadir saat resepsi tadi. Tatapan matanya masih terlihat sangat jelas memuja istriku, membuatku sempat badmood karena istriku malah tersenyum manis untuknya.
Suasana hatiku kembali membaik saat istriku berbisik, "Nggak usah cemburu, mulai saat ini aku milikmu dan kamu milikku." Dengan senyum yang lebih manis dari yang dia berikan pada Kapten Wisnu sukses menimbulkan desiran di dadaku.
Aku makin erat memeluk pinggangnya, menariknya agar lebih dekat denganku dan mencium pipinya yang sukses membuatnya tersipu malu karena mendapat sorakan dari para sahabat dan tamu undangan.
Ceklek
Suara pintu kamar mandi terbuka, aku menoleh ke sumber suara dan tak lama keluarlah istriku tercinta mengenakan piyama tidur berwarna merah maroon. Piyama? Bukannya tadi dia di beri lingeri sama mbak Zia cs ya? Bahkan sampai satu koper, aku masih ingat saat menjemputnya untuk pedang pora dan resepsi mereka semua sedang berkumpul di atas ranjang memberi hadiah lingeri untuk istriku.
"Iya, aku memang cantik, liatnya nggak usah gitu juga kali." Katanya sambil berjalan menuju meja rias.
Aku terkekeh mendengar ucapannya, ya dia memang cantik meski tanpa make up sekalipun. Aku langsung jatuh pada pesonanya saat pertama kali bertemu, meski jutek dan galak aku tetap mencintainya.
Aku mencintai dia bukan karena dia seorang Abhimanyu yang terkenal sebagai konglomerat dermawan, karena saat awal bertemu aku tak kenal siapa dia, juga bukan karena dia adik bang Alvand karena aku pikir dia hanya tamu undangan saja.
Aku juga bukan salah satu dari segelintir orang yang beranggapan jika TNI / POLRI jodohnya dengan orang kesehatan atau paling enggak Pramugari, awal bertemu aku tak tahu apa pekerjaannya.
Aku mencintai Alvina Putri Abhimanyu karena hatiku yang sudah memilihnya, bukan karena status sosialnya, pekerjaannya atau karena fisiknya. Banyak wanita yang bahkan lebih cantik dari Vina mendekatiku, tapi hatiku tak merasakan apapun, aku memang jahil tapi aku juga di kenal dingin jika ada wanita yang mendekatiku, aku juga terkenal galak dan tegas jika sedang memimpin anggotaku.
Tapi semua berubah saat aku bertemu Vina, desiran aneh dalam dadaku yang tak pernah aku rasakan pada wanita manapun membuatku yakin jika Vina memang hadir untukku, kali ini bukan aku yang dikejar wanita tapi aku yang mengejar wanita bahkan aku sering berbuat absurd, itu semua hanya karena Vina.
Aku turun dari ranjang, berjalan mendekati istriku yang sedang memoleskan cream diwajah cantiknya, menatapnya dari pantulan cermin.
"Kenapa pakai piyama?" Tanyaku, dia menghentikan aktifitasnya dan menatapku dari cermin juga.
"Kan mau tidur mas, masa aku pakai kebaya." Jawabnya membuatku mendengus kesal.
"Mbak Zia Cs tadi ngasih apa?" Tanyaku lagi, dia tampak berfikir.
"Lingeri."
"Terus kenapa nggak dipakai? Bikin suami bahagia pahalanya besar loh." Kataku, istriku tak menjawab dia berdiri dan melangkahkan kakinya menuju ranjang, duduk manis bersandar di sana. Aku menyusulnya yang juga ikut duduk bersandar di ranjang.
"Nanti saja." Jawabnya.
"Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti?" Dia kembali tak menjawabku tapi malah mengambil ponselnya.
"Mas tanya loh yang, wajib jawab." Kataku dan dia memberikan ponselnya, aku menerima ponselnya dengan bingung.
"Mas butuh jawaban, bukan ponsel."
"Iya, makanya buka itu ponsel Vina dan lihat." Aku pun menuruti saja, membuka ponsel yang sudah terbuka aplikasi berisi seperti kalender dan ada tulisan Haid hari ke 2. Haid? Maksudnya apa ini? Aku menatap istriku yang saat ini sedang asik memencet remot TV.
"Maksudnya apa ini?" Tanyaku lagi.
Vina mengangguk, "Maaf ya mas di tunda dulu, Vina kedatangan tamu dari bulan sudah 2 hari ini." Jawabnya sambil tersenyum, senyum yang kali ini tak aku inginkan.
"Dasar tamu nggak ada akhlak, kenapa nggak bilang sih kalau tamu kamu bakal datang di tanggal - tanggal ini." Kataku kesal, bagaimana nggak kesal coba, bahkan sejak sah menjadi suaminya aku sudah membayangkan jika malam ini akan menjadi malam yang panjang dan sangat membahagiakan untuk aku dan Vina, tapi apa ini? Dia kedatangan tamu yang tak tahu diri.
"Bukan salah Vina dong, waktu itu Vina sudah minta ganti tanggal kan, tapi mas nggak mau."
"Kamu cuman bilang ganti tanggal saja, nggak kasih alasan kalau di tanggal ini kedatangan tamu."
"Iya deh Vina yang salah, ya sudah sih kita bisa ena - ena nanti." Katanya sambil tertawa membuatku makin kesal, aku menarik tubuhnya dan memeluknya erat, menenggelamkan wajahku di ceruk lehernya.
"Jangan tertawa, kamu nggak tahu tersiksanya mas saat ini."
"Iya maaf."
"Tamunya bisa suruh pulang dulu nggak sih yang, bilang kalau junior mas mau bertamu." Kataku yang sudah sangat frustasi, Vina memukul punggungku pelan dan melepaskan pelukanku.
"Ngarang kamu mas, sabar sih."
"Biasanya berapa hari?"
"Seminggu, tapi kadang bisa juga lebih."
Aku langsung menggeleng, "No, seminggu saja jangan pakai lebih." Vina malah terkekeh mendengar protesku.
Vina membingkai wajahku dengan kedua tangannya, "Semoga saja, sabar ya suaminya Vina." Aku tersenyum mendengarnya, apa lagi detik berikutnya dia mengecup bibirku, membuatku tak lagi bisa lama - lama kesal dengannya.
"Kenapa sebentar?"
"Kalau lama takut sijun bangun." Aku terkekeh mendengar jawabannya, aku langsung menarik tengkuknya kembali menyatukan bibir kami, saling memagut melepas kerinduan selama seminggu pingitan.
Tak apa malam ini sijun gagal bertamu, mungkin sudah nasib. Masih ada hari esok dan seterusnya, aku menikahi Vina bukan semata hanya untuk patner kebutuhan biologisku saja tapi karena lilahi ta'ala ingin membangun rumah tangga melaksanakan sunah.
Biarkan malam ini cukup tidur dalam satu ranjang dan saling memeluk memberi kehangatan, begini saja aku sudah sangat bersyukur.
Bisa menikahi wanita yang tak pernah henti aku doakan meski aku tak tahu namanya merupakan anugerah besar buatku, aku selalu mendoakan gadis yang aku tak tahu siapa namanya, aku hanya selalu mengingat wajahnya, setiap sujudku tak pernah henti aku berharap untuk kembali di pertemukan lagi dengannya dan bisa berjodoh.
Allah mengabulkan doaku, aku kembali lagi di pertemukan dengannya setelah 4 tahun terpisah, dan Allah juga menjodohkanku dengannya karena saat ini aku sudah mengambil alih semua tanggung jawab Ayah Dhika, mulai saat ini aku yang bertugas membimbingnya, aku yang bertanggung jawab atasnya baik dunia maupun akhirat.