Seminggu setelah lamaran dadakan yang di balut insiden memalukan itu, setiap hari Danton menyebalkan mendatangi Rumah Sakit membuatku kesal karena ternyata dia punya banyak fans, aku bahkan baru tahu jika followers instagramnya sudah 11M lebih.
Postingan fotonya yang sedang memakaikan cincin di jari manisku bahkan jadi trending topic, berbagai hastag muncul seperti patah hati nasional, sakit hati adek, mari rebut kembali, mencintai jodoh orang dan masih banyak lagi lainnya membuatku tersenyum geli, masih tak percaya saja sama Danton menyebalkan itu.
Aku tak pernah menyangka jika aku bisa sampai sejauh ini dengan Danton, aku selalu tak bisa berkata apa - apa jika sudah di depannya, sekesal apapun aku dengannya langsung lenyap saat dia di depanku dan tersenyum memamerkan lesung pipinya.
Jam menunjukan pukul 11 siang itu berarti sebentar lagi mas Nendra datang. Cieee mas aku masih sering geli sendiri saat memanggilnya mas atau saat dia menyebut diri dia sendiri dengan mas tapi mau bagiamana lagi aku harus menurutinya, makin hari selain makin romantis mas Nendra juga makin cerewet dan posesif.
Aku masih ingat saat ada kecelakaan beruntun dan petugas jaga IGD sampai kewalahan, aku yang kebetulan lewat ikut membantu walau bukan ranahku karena aku spesialis Obgyn tapi untuk sekedar pertolongan pertama aku bisalah.
Saat itu aku akan memberi pertolongan pada pasien laki - laki yang luka di tangannya, tak terlalu parah hanya robekan terkena pecahan kaca dan aku akan menjahitnya tapi dengan menyebalkannya mas Nendra melarangku, dia malah menarik suster Mimi agar menggantikanku.
Dia bersikap seperti itu karena pasien yang tak tahu diri juga, sedang terluka tapi masih saja menggodaku dengan meminta nomorku dan tanya apa aku sudah menikah apa belum, jelas saja mas Nendra langsung cembuker.
Tok tok tok
"Masuk." Kataku saat pintu ruangan ada yang mengetuk.
Pintu ruang kerja terbuka dan masuklah pria yang sejak tadi terus berada di pikiranku.
"Assalamualaikum cintanya mas Nendra." Sapanya membuatku ingin tertawa, tapi sekuat mungkin aku tahan.
"Waalaikumsalam." Jawabku.
"Mau makan dimana?"
"Terserah mas saja, Vina ngikut."
"Aaiihh sayangnya mas Nendra, benar - benar calis idaman."
"Enggak nyambung."
"Nya__
"Stop! Kita keluar sekarang, Vina sudah lapar." Kataku langsung mendekatinya, jika di biarkan maka sudah di pastikan dia akan mengeluarkan gombalan recehnya yang sialnya selalu membuat jantungku jedag jedug tak karuan dan pipiku ini langsung memanas.
"Iya, kasihan banget sih sayangnya mas Nendra sampai kelaparan." Katanya sambil tersenyum dan langsung memarkirkan tangan kanannya di pinggangku.
Aku dan mas Nendra berjalan keluar ruangan, tangannya masih saja nangkring di pinggangku, sekuat apapun aku menepisnya tak pernah dia pedulikan malah dia akan semakin menjadi dengan melingkarkan tangannya sampai perutku jadi aku biarkan saja tangannya nangkring di pinggangku.
Saat kami akan melewati beberapa perawat dan anak koass yang sedang duduk di depan ruang jaga IGD sambil bernyanyi, karena IGD sedang sepi. Aku memang lebih suka lewat IGD dari pada ke Lobby muternya terlalu jauh dari ruang kerjaku.
Aduh mamae ada cowo baju loreng
bikin saya terpana
liat dia pu senyuman bikin hati tergoda
mo tanya - tanya dia punya siapa
siapa tau belum ada kita mau masuk tengah
senyum manis lesung pipi bikin hati tertarik
Mereka kompak menyanyikan lagu itu, aku menoleh pria di sampingku yang memang memakai seragam lorengnya dan dia sedang tersenyum memamerkan lesung pipinya.
"Ada Vina saja masih tebar pesona, apalagi kalau enggak ada Vina." Aku mencebik kesal, mas Nendra menatapku lalu tersenyum, dia makin mendekatkan tubuhku dengannya.
"Maaf ya saya sudah ada yang punya, bidadari cantik di samping saya ini." Katanya sambil mengecup rambutku, membuat jantungku langsung nakal detaknya makin tak beraturan.
"Ya patah hati adek bang."
"Jadi yang kedua juga enggak apa."
"Janur kuning belum melengkung, boleh dong ditikung."
Dan masih banyak lagi celotehan lainnya, membuatku kesal. Mereka beneran apa cuman iseng denganku sih.
"Enggak usah di dengarkan, mas hanya milik kamu seorang." Katanya.
"Mau sama mereka juga silahkan saja." Kataku sambil berjalan meninggalkannya.
"Duluan ya." Kata mas Nendra pada mereka semua, aku masih bisa mendengar suara baritonnya, tak lama tangan itu kembali nangkring di pinggangku hingga sampai di mobil.
"Mas, nanti malam ikut Vina bisa?" Kataku saat sudah berada di dalam mobil dan mas Nendra juga sudah menjalankannya keluar area Rumah Sakit.
"Kemana?"
"Mas Nendrakan belum Vina hukum, masih ingat dong saat lamaran." Kataku dan dia mengangguk.
"Memangnya mau apa sih? Jangan hukum mas yang aneh - aneh."
"Enggak aneh, temani Vina ke salah satu yayasan milik Ayah."
"Oke, jam berapa?"
"Jam 7 bisa?" Mas Nendra mengangguk.
Selesai makan siang mas Nendra mengantarkanku kembali ke RS tapi aku melarangnya untuk mengantar sampai ruang kerjaku seperti biasa, karena aku masih kesal dengan perawat dan anak koass yang berani sekali menyanyikan lagu untuknya.
***
Malam ini tepat jam 7 malam mas Nendra sudah sampai di rumahku, aku dan dia berpamitan sama Mommy dan Ayah.
"Kita mau kemana sih yang?" Tanya mas Nendra saat kami sudah berada di dalam mobil menuju lokasi dimana aku akan menghukum mas Nendra.
"Nanti juga tahu, ikuti saja arahan dari Vina." Dia pun hanya mengangguk saja.
45 menit perjalanan kami akhirnya sampai juga di lokasi tujuan, aku menatap pria di sampingku yang sedang kebingungan ini.
"Kenapa?" Tanyaku.
"Panti jompo?" Tanya mas Nendra kebigungan dan aku mengangguk.
"Iya, ayo turun." Ajakku, mas Nendra ikut turun membuatku ingin tertawa karena dia tak menaruh curiga apapun padaku yang akan memberinya hukuman.
Aku dan mas Nendra berjalan memasuki panti, di dalam panti memang sedang ramai karena ada salah satu Oma yang sedang merayakan ulang tahun.
"Assalamualaikum, selamat malam Oma - oma semuanya." Sapaku.
"Waalaikumsalam." Jawab Oma-oma serempak.
"Kejutannya ini ya cantik?" Tanya Oma Rike yang saat ini berulang tahun, aku tersenyum dan mengangguk.
Bukan hanya Oma Rike yang bersorak senang tapi juga semua, "Ayo malam ini kita happy bersama berondong, musik!" Seru Oma Riri.
Suara dentuman musik ala anak muda yang mengadakan party di club terdengar membuatku tertawa, sementara mas Nendra wajahnya semakin lucu karena kebingungan, dia makin erat memeluk pinggangku apalagi saat melihat para Oma mendekatinya dan langsung menarik tangannya, dia seperti ketakutan dan aku malah tertawa melihatnya.
"Sayang! Mas sudah bilang hukumannya jangan aneh - aneh." Teriak mas Nendra, aku hanya tertawa dan melambaikan tanganku lalu melangkah pergi meninggalkannya yang sedang di serbu para Oma.
Aku keluar panti memasuki mobil, aku sengaja menunggu di dalam mobil, jika di dalam panti sudah aku pastikan tak akan tega melihat mas Nendra yang memohon bantuanku untuk lepas dari para Oma, jadi lebih aman di mobil saja.
2 jam sudah aku menunggu mas Nendra tapi belum juga keluar, apa terjadi sesuatu dengannya? Jangan - jangan dia diperkosa para Oma lagi! No, itu tak boleh terjadi, mas Nendra hanya miliku. Cieee ikutan posesif.
Aku sudah bersiap untuk turun, belum juga membuka pintu mobil mataku melihat mas Nendra yang lari keluar panti di kejar para Oma membuatku tertawa terbahak - bahak.
Mas Nendra langsung masuk ke dalam mobil, "Jalan sayang, buruan." Katanya.
Aku justru menurunkan kaca di pintu samping mas Nendra "Oma, Vina pulang dulu ya, Vina bawa berondongnya." Kataku sambil menahan tawa, mas Nendra menatapku horor. Dia terlihat sangat kacau, pakaian yang dia pakai sekarang berantakan bahkan rambut yang kinclong dan rapi karena pomade sudah acak - acakan.
"Jalan sayang, atau mas cium kamu." Katanya lagi dan aku semakin tertawa melihat wajah paniknya.
Aku perlahan menjalankan mobil, aku sedang berusaha sekuat mungkin menahan tawa.
"Tertawa saja enggak usah di tahan." Suaranya terdengar sangat kesal, "Sudah mas bilang hukumannya jangan aneh - aneh, ini malah amat sangat aneh tahu enggak."
"Aneh apa sih, lagian merayakan ulang tahun salah satu Oma sama saja beramal tahu." Kataku yang membela diri.
"Kamu sih enak kabur, mas yang di dalam ya ampun sayang! Mas di dalam di grepe - grepe bahkan pipi mas sudah enggak suci lagi, untung saja mas masih bisa jaga bibir mas hanya buat kamu." Katanya yang terdengar frustasi membuatku langsung tertawa ngakak.
"Ko bisa keluar?" Tanyaku yang berusaha menahan tawa.
"Mas kan pintar, ya mas cari caralah biar bisa lepas, ya ampun seumur - umur baru kali ini mas lihat Oma yang pada bar - bar seakan lupa usia, mereka ajep - ajep loh sayang." Aku makin ngakak di buatnya, hingga aku memilih menepikan mobil karena sudah tak tahan ingin tertawa lepas, aku sampai memegang perutku.
Mas Nendra menatapku, "Kenapa sih ketawa terus? Seneng banget lihat calsum menderita begini." Katanya.
"Kamu lucu mas." Kataku masih terus tertawa.
Mas Nendra mendekatiku, mencondongkan tubuhnya yang saat ini sudah lepas dari seatbelt membuatku seketika menghentikan tawa karena was - was dengan apa yang akan di lakukan mas Nendra, aku memundurkan tubuhku hingga mentok ke pintu mobil.
Mata kami saling bertemu, tiba - tiba jantungku berdetak kencang karena yang aku lihat saat ini ada gairah dimatanya. Mas Nendra semakin mengikis jarak diantara kami, "Tertawalah sayang asal itu buat kamu bahagia, tapi ingat mas juga akan memberimu kejutan besok, sekarang bantu mas menghapus semua kecupan para Oma di pipi mas."
Aku terkejut mendengar perkataan mas Nendra, apa tadi? Kejutan? Apa dia akan balas dendam? Terus maksudnya menghapus kecupan para Oma apa?.
Belum juga otakku menemukan jawaban, kedua tangan mas Nendra sudah membingkai wajahku, mas Nendra memiringkan wajahnya dan...
Cup
Dia mengecup bibirku membuatku mati kutu tak bisa apa - apa, jantungku seperti sedang lari maraton. Mas Nendra menatap wajahku dan tersenyum, "Ini hukuman pertama untuk calis mas yang nakal." Katanya dan lagi benda kenyal itu mendarat dengan sempurna di bibirku.
Awal yang hanya mengecup berubah jadi lumatan, mas Nendra menggigit bibir bawahku yang mau tak mau membuatku membuka mulutku, dengan cepat lidahnya masuk mengabsen bagian dalam mulutku.
Kami saling bertukar saliva, entah kenapa aku juga sangat menyukai. Mas Nendra tak pernah kasar, dengan pelan dan lembut dia membuatku melayang.
Mas Nendra melepaskan bibirnya, mengusap bibirku dengan jarinya dan tersenyum.
"Enak?" Tanya mas Nendra membuatku mendunduk karena malu.
"Setiap kamu nakal sama mas, maka mas akan kasih kamu hukuman seperti ini." Aku langsung menatapnya, yang benar saja hukuman seperti ini, bisa setiap hari aku nakal. Hahaha just kiding kawan, walau aku juga menyukainya tapi enggak akan lah.
Mas Nendra mengecup kembali bibirku dan langsung duduk bersandar, dia terlihat aneh karena sesekali membuang nafasnya kasar, mengacak rambutnya yang memang sudah kacau.
"Jalan sayang, mas sudah enggak tahan." Katanya tiba - tiba.
"Perut mas sakit?" Tanyaku, dia menatapku dan menggeleng.
"Terus?"
"Junior mas yang sakit karena minta keluar, buruan jalan jangan sampai mas terkam kamu di sini." Katanya membuatku syok, aku tahu maksud dia apa karena aku tak polos - polos banget dengan bahasa seperti itu.
Tanpa melihatnya dan bertanya apapun lagi aku segera melajukan mobil, jantungku sudah kebat - kebit tak karuan bahkan pipiku sudah terasa memanas.
OMG kenapa dia sejujur itu sih, bicaranya blak - blakan pakai bahasa sefrontal itu, sabar Vina calon suamimu memang erronya pake banget.