Ganendra Pov
Sampai detik ini aku masih bergidik ngeri saat ingat kejadian tadi malam, dokter cantik sukses membuatku mandi keringat dan stress di dalam panti bersama para Oma yang bar - bar memperebutkanku.
Seumur - umur baru kali ini aku merasakan ketakutan, dokter cantik memang keterlaluan memberi hukuman yang membuatku tak bisa melawan, bagaimana aku akan melawan jika yang menyerangku Oma - oma semua, yang ada aku bisa kualat.
Lebih baik aku berperang di medan pertempuran dari pada harus berhadapan dengan para Oma yang haus kasih sayang.
Sebenarnya para Oma hanya berebut saling menarik aku untuk menyuapi makan dan juga mengajak joget tapi aku segaja bilang ke dokter cantik kalau pipiku sudah tak suci karena jadi rebutan para Oma.
Begitu saja aku sudah ketakutan apa lagi kalau para Oma benar - benar berebut menciumku, pasti aku sudah pingsan di sana.
Saat aku sudah berhasil kabur dari para Oma dan memasuki mobil, dengan santainya dokter cantik membuka kaca mobil membuat jantungku makin berdebar karena para Oma kembali menyentuhku.
Aku sangat gemas saat melihat dia yang tertawa puas, entah kenapa aku tak pernah bisa marah dengannya meskipun apa yang dia lakukan sudah keterlaluan. Aku justru menikmati saat melihat dia yang tertawa sangat lepas sampai memegang perutnya, dia terlihat sangat cantik.
Tawanya terhenti saat aku mulai mendekatkan diriku dengannya, aku sudah tak lagi bisa menahan untuk tidak mengecup bibir cerewetnya itu, awalnya aku hanya ingin mengecup saja, eh malah jadi saling bertukar saliva, dokter cantik sih balas setiap kecupanku membuat gairahku makin membara.
Untung saja aku bisa mengontrol diri, kalau tidak pasti kami sudah ena - ena di mobil. Makin hari aku makin sulit mengontrol diri untuk tak menyentuh dokter cantik, apalagi bagiku bibirnya sudah seperti m****n yang membuatku kecanduan.
Karena alasan itu pula hari ini aku sudah mantap meminta papa dan mama datang ke rumah dokter cantik karena ada yang akan aku bicarakan.
Sekarang aku sedang menunggu dokter cantik di depan lobby, aku di larang menjemputnya ke dalam sejak insiden kemarin para perawat dan anak koas bernyanyi pria baju loreng.
Saat aku melihat dia yang cemberut entah kenapa hatiku justru menghangat, aku bahagia karena dokter cantik cemburu pada mereka yang menggodaku, itu berarti sudah ada cinta di hatinya untukku.
Aku menatap gadis cantik yang memakai celana panjang berwarna bitam, atasan hijau army dan flatshoes hitam berjalan mendekati mobilku, tak lama pintu mobil terbuka.
"Maaf, lama ya mas?" Aku menggeleng, "Mas baru 5 menitan ko." Kataku dan dia mengangguk.
Aku melajukan mobil setelah dokter cantik selesai memakai seatbelt, hari ini aku memang sengaja memintanya untuk tidak membawa mobil.
20 menit perjalanan, kami sampai di kediaman dokter cantik, dia tampak terkejut melihat mobil papa ada di depan rumahnya.
"Itu mobil papa kan mas?" Tunjuknya dan aku mengangguk.
"Papa kesini?" Aku mengangguk lagi, "Ada apa?"
"Kita turun, nanti juga di dalam tahu." Kataku, dokter cantik mengangguk saja dan turun dari mobil.
Aku menggenggam tangannya, membawanya masuk, "Assalamualaikum." Sapaku saat sudah di pintu.
"Waalaikumsalam." Jawab serempak yang ada di dalam ruang tamu.
Aku dan dokter cantik bergantian mencium punggung tangan Ayah, Mommy, Papa dan Mama.
"Ganendra, Alvina sekarang katakan apa yang ingin kalian bicarakan, kenapa meminta kami berkumpul." Kata Mommy Forza menatap aku dan dokter cantik yang duduk bersebelahan, dokter cantik juga ikut menatapku, aku tahu jika dia juga bingung dengan apa yang Mommy katakan.
Aku berdehem menenangkan debar jantungku yang menggila, "Ekhem, sebelumnya Nendra dan Vina minta maaf kalau apa yang akan kami katakan mungkin dadakan dan membuat semua kaget, Mommy, Ayah, Papa dan Mama mulai besok Nendra dan Vina akan mengurus surat pengajuan nikah, jadi tolong carikan tanggal untuk kami akad dan juga resepsi, kami sepakat untuk mempercepat pernikahan." Kataku membuat semua terlihat kaget, terlebih dokter cantik yang langsung melotot.
"Kalian serius?" Tanya papa dan aku mengangguk.
"Nanti papa buatin surat saja biar kalian tak perlu susah kesana kemari mengurus." Kata papa lagi tapi aku langsung menggeleng.
"Jangan pa, Nendra mau merasakan ribetnya mengurus pengajuan, biarkan Nendra dan Vina berjuang mengurus semuanya sendiri, tugas para orangtua hanya mencari tanggal buat akad dan resepsi, semua keperluan akan Nendra dan Vina urus berdua."
"No, Mommy dan mama kamu yang akan mengurus, ingat Nendra kalau Vina putri Mommy satu - satunya dan Mommy mau mengurus semuanya, kecuali berkas pengajuan di kesatuan itu urusan kalian."
"Ya, betul." Timpal mama dan aku pun hanya mengangguk patuh, dokter cantik sepertinya masih syok dari tadi dia diam saja. Aku tahu dia tak akan berani memprotes jika berada di depan para orang tua, dia anak yang soleha dan calis idaman banget 'kan.
"Ya sudah berarti semua di urus Mommy dan Mama, besok Nendra mulai mengurus berkas administrasi untuk pengajuan, ada yang mau Nendra bicarakan sama Vina, kalau begitu kami kebelakang dulu ya mom, yah, pa, ma." Kataku yang langsung menarik tangan dokter cantik membawanya ke halaman belakang.
Kami duduk di gazebo, dokter cantik masih saja diam membuatku gemas dan langsung mencubit pelan pipinya.
"Kenapa?" Tanyaku, dia menatapku.
"Di dalam itu maksudnya apa? Kapan kita pernah membicarakan pernikahan?" Aku tersenyum mendengarnya yang saat ini sedang kesal dan cemberut.
"Semalam." Kataku singkat, dia kembali menatapku, "Semalam kamu sudah membuat mas jadi rebutan para Oma dan mas menghukum kamu yang malah membuat mas tersiksa, jadi mas sudah ambil keputusan kalau kita akan menikah dalam waktu dekat, junior mas sudah tak sabar bertemu patnernya." Lanjutku sambil tertawa, dokter cantik justru memukul lenganku.
"Pikirannya ya, m***m banget sih." Katanya kesal dan aku makin tertawa.
"m***m juga sama kamu ini, makanya dari pada kamu mas hamilin duluan lebih baik kita percepat pernikahan, oke." Kataku menaik turunkan kedua alisku menggodanya, jari tanganku mencolek dagunya, membuat si pemilik dagu mencebik kesal.
"Selalu memaksa deh."
"Demi kebaikan kita sayang, jangan buat mas tersiksa terus setiap melihat kamu."
"Kebaikan apanya."
"Ya kebaikan, kamu tahu kan kalau mas pria normal yang semakin hari semakin sulit mengendalikan diri mas untuk tak menyentuhmu, sayang percaya sama mas kalau keputusan ini yang terbaik untuk kita, bukan karena mas yang sudah nggak tahan tapi karena usia mas dan kamu yang memang sudah pantas untuk menikah, mas ingin memiliki anak dari kamu." Kataku panjang lebar dan dia menatapku.
"Pernikahan itu bukan main - main mas, banyak yang harus dipersiapkan termasuk mental. Vina mau menikah sekali seumur hidup." Jawabnya membuatku tersenyum, aku genggam kedua tangannya.
"Mas juga hanya mau menikah sekali seumur hidup, hati mas sudah memilih kamu dan mas yakin kalau kamu wanita terbaik juga terhebat untuk mendampingi mas, perlahan kita bersama mempersiapkan semuanya termasuk mental kita untuk membina rumah tangga." Kataku meyakinkannya.
Dia tampak menarik nafas panjang dan menatapku, "Vina juga sudah nggak bisa debat lagi 'kan? Orang tua kita juga sudah tahu dan mereka sepertinya sangat bahagia, mana mungkin Vina mengecewakan mereka semua." Jawabnya membuatku makin erat menggenggam kedua tangannya dan tersenyum bahagia.
"Jadi?"
Dia mengangguk, "Iya, Vina mau dari pada kita berbuat dosa terus, mungkin lebih baik di sahkan saja, mau cium kek, mau ena - ena kek, udah bebas." Jawabnya membuatku tertawa.
Dia menatapku, "Kenapa ketawa? Ada yang lucu?"
Aku mengangguk, "Ternyata sayangnya mas Nendra juga sudah nggak tahan ya pengin ena - ena." Kataku sambil menaik turunkan kedua alisku kembali menggodanya.
Dan lihatlah pipi calon istriku langsung merona membuatku makin gemas, andai saja ini bukan rumahnya pasti sudah aku kecup bertubi -tubi pipinya.
"Kata siapa?" Katanya.
"Tadi bilang sendiri, katanya biar kalau mau cium atau ena - ena sudah bebas." Kataku tersenyum dan dia menjadi salah tingkah.
"Kamu bikin mas makin gemas saja sih, nggak usah malu karena mas juga sudah mengharapkan hal itu." Kataku dan dia malah mencubit perutku, aku makin tertawa di buatnya.
***
Hari ini selepas giat dan sudah aku pastikan tak ada lagi kegiatan yang harus aku jalani, aku meminta ijin untuk keluar. Hari ini aku akan mengurus berkas ke KUA meminta surat keterangan belum menikah dan ke kelurahan mengurus surat keterangan tempat tinggal dan dokumen lainnya.
Besok rencananya jika tak ada halangan akan mengurus SKCK dan juga ke Kodim, banyak yang harus kami urus, perlahan namun pasti, meskipun aku tahu ini akan memakan waktu dan juga menguji kesabaran tapi aku yakin kami bisa melewatinya, aku sengaja menolak usul papa yang akan mengeluarkan surat saktinya agar aku tak perlu repot mengurus berkas kesana kemari, aku ingin merasakan suka dukanya mengurus berkas pengajuan nikah sebagai anggota TNI.
Memakai seragam loreng kebanggaanku, saat ini aku dan dokter cantik memasuki kantor kelurahan, banyak pasang mata yang memandang kami, tapi tak aku pedulikan, aku menggenggam erat jemari tangan dokter cantik.
Hampir 3 jam aku dan dokter cantik berada ke kantor kelurahan, wajahnya sangat terlihat kalau di sudah lelah.
Aku merangkul bahunya, mendekatkan tubuhnya pada tubuhku, "Lelah ya." Tanyaku dan dia mengangguk, "Sini, sandar sama mas, kalau mau tidur juga nggak apa, nanti mas bangunin kalau nama kita di panggil." Dia mengangguk dan menyandarkan kepalanya di dadaku, aku mengusap pelan rambutnya.
Salah satu dari pegawai kelurahan berjalan mendekatiku, memberikan semua dokumen yang aku butuhkan, akupun mengucapkan terima kasih.
Rasanya tak tega membangunkan dokter cantik yang sudah pulas dalam dekapanku, perlahan aku mengangkat tubuhnya ala bridalstyle, aku kembali tak peduli saat banyak yang menatap ke arah kami.
Perlahan aku membuka mobil, meski sangat susah karena masih menggendong dokter cantik tapi akhirnya bisa juga, aku mendudukannya dan memakaikan seatbelt.
Aku memasuki mobil, perlahan melajukannya untuk pulang. Sudah cukup untuk hari ini, aku tak tega pada dokter cantik yang terlihat sangat lelah.