Disinilah aku bersama dokter cantik, duduk berdua di sebuah restoran mewah yang sengaja sudah aku reservasi. Setelah perdebatan panjang yang di menangkanku karena untung saja ada bang Alvand yang ikut bicara agar dokter cantik mau dinner bersamaku.
Sesuai janjiku, malam minggu aku datang ke rumah dokter cantik. Aku tahu rumahnya karena beberapa kali bang Alvand mengajakku, tapi anehnya aku tak pernah bertemu dokter cantik setiap datang ke rumahnya.
Aku menatap wajahnya yang sedari tadi cemberut, dia terlihat sangat menggemaskan.
"Itu bibir kenapa di majuin terus sih, kode ya?" Aku mengawali pembicaraan karena sejak tadi selesai pesan makanan dia diam saja.
"Kode apaan." Jawabnya ketus, khas dia banget.
"Kode minta kiss lah, emang dokter enggak kangen sudah hampir satu tahun?" Kataku lagi dan dia langsung melotot membuatku tertawa.
"Mata sampai mau keluar gitu." Kataku lagi.
"Danton ngapain sih paksa saya makan di luar, saya lagi mager akut tahu." Aku kembali tertawa mendengar perkataannya.
"Akut kaya penyakit saja." Kataku sambil terkekeh, "Memangnya dokter enggak kangen ya sama saya? Padahal saya kangen banget loh makanya sengaja ajak dokter keluar sekalian kencan."
"Kencan mulu yang di bicarain kaya orang pacaran saja."
"Mulai malam ini kita pacaran." Kataku dan detik itu juga dokter cantik langsung menatapku tajam, sepertinya dia terkejut.
"Loh, enak saja main mutusin, memangnya saya mau apa."
"Apa dokter lupa dengan tantangan yang saya berikan waktu itu? Tantangannya di menangkan oleh saya itu berarti dokter enggak bisa lagi nolak saya, dokter harus terima cinta saya meskipun dokter belum bisa mencintai saya, tenang saja saya akan membuat dokter jatuh cinta sama saya." Kataku tersenyum sambil terus menatapnya.
"Jadi tantangan itu serius?" Dia menyipitkan mata indahnya, bahkan memajukan tubunya membuatku mulai gugup karena jantungku nakal sekali berdetak makin kencang dan tak terkendali.
Please dokter cantik jangan seperti itu, jangan sampai aku lupa diri dan menerkammu saat ini juga.
Aku berusaha sekuat mungkin menguasai diri, aku mengangguk, "Seriuslah, sejak kapan Nendra enggak serius? Apapun yang Nendra ucapkan dan janjikan akan Nendra penuhi meskipun nyawa taruhannya."
"Apes dong saya." Katanya membuatku cengo, kenapa malah kata itu yang dia keluarkan, apes apanya? Bukannya dia beruntung bisa mendapatkan cinta pria tampan sepertiku, kenapa malah apes.
"Kenapa apes?" Tanyaku.
"Apeslah karena jadi pacar Danton menyebalkan yang tukang paksa, OMG hidupku nanti bakal kaya apa coba." Aku tertawa mendengarnya, ada - ada saja dokter cantikku ini.
"Tapi dokter suka kan." Dia langsung mencebikkan bibirnya, itu membuatku makin gemas ingin mengecupnya saat ini juga.
"Berarti mulai sekarang kita pacaran?" Aku mengangguk, dia masih saja enggak percaya.
"Mulai detik ini kita resmi pacaran, mulai detik ini juga kita rubah bahasa kita yang saya kamu dan formal menjadi aku, terus mulai sekarang jangan panggil Danton tapi panggil mas."
"Pacaran nembaknya enggak romantis, peraturannya juga banyak banget." Gerutunya.
"Banyak apa sih cuman ubah panggilan dan bahasa saja, bisa kan?"
"Iya deh."
"Gitu dong, baru pacarnya mas Nendra." Dia malah tertawa membuatku kembali bingung, dari tadi dia cemberut terus tapi kenapa sekarang kebalikannya.
"Kenapa ko ketawa? Ada yang lucu." Dia mengangguk.
"Panggilan mas bikin geli." Jawabnya membuatku mendengus kesal.
"Itu karena belum terbiasa, mulai saat ini biasakan, mas enggak mau tahu." Kataku dan lagi dia tertawa sampai pramu saji yang mengantarkan pesanan ikut senyum karena lihat dokter cantik yang tertawa geli sampai pegang perut.
"Ketawanya udahan, makan dulu nanti keburu dingin." Ucapku kesal.
"Iya mas Nendra." Katanya sambil menahan tawa, tapi aku malah tersenyum mendengarnya memanggilku mas, nyeeeesss sekali rasanya.
Selesai makan aku mengantar pacarku pulang, cieeee pacar, iyalah kan sudah official, mah putra tampanmu sudah punya pacar nih.
Tadinya aku mau ajak nonton tapi dia bilang besok pagi ada jadwal operasi jadi aku antar pulang saja lagi pula aku harus menemui papa dan mama untuk melamar pacar cantikku ini. Aku harus gerak cepat jangan sampai Kapten Wisnu atau siapapun datang melamar duluan, bisa nangis 7 hari 7 malam aku.
Biarpun dia galak tapi akunya sudah cinta pakai banget mau bagaimana lagi dong, dia galak tapi selalu memberi warna untuk hidupku, dia galak tapi malah membuatku selalu ingin tertawa karena tingkahnya yang sering absurd.
Mobil sampai di halaman rumah, kami turun bersama karena sebagai pria sejati aku harus mengembalikan dengan benar setelah aku ajak keluar, jangan pas mau ajak keluar pamit pada orangtuanya baik - baik tapi pas pulangnya main tinggal saja.
Pintu rumah terbuka, Om Dhika yang membukanya, aku tersenyum dan mencium punggung tangan beliau. Harus sopan sama calon Ayah mertua biar langsung ACC restu.
"Ko sudah pulang?" Tanya Om Dhika.
"Iya Om, besok katanya Vina ada operasi." Kataku dan Om Dhika mengangguk.
"Vina ke kamar dulu ya yah, ngantuk." Ujar dokter cantikku yang sudah melangkahkan kakinya meninggalkan aku dan Ayahnya.
"Kamu enggak pamit sama Nendra juga?" Kata Om Dhika, aku jadi tersenyum sendiri karena camerku sangat pengertian sekali menegur anaknya yang memang harus di kasih hukuman kalau nanti ketemu, masa enggak pamit sama pacarnya. Awas saja sayang, nanti aku hukum kamu.
"Sudah yah."
"Kapan? Ayah enggak dengar."
"Tadi dari hati ke hati." Teriaknya yang sudah menghilang di lantai dua.
Aku kembali di buatnya tak mampu berkata lagi, apa dia bilang? Dari hati? Ya ampun sayang, kamu ko bikin aku melayang bahagia saja sih, mas jadi makin cinta deh sama kamu.
"Anak itu, sabar ya Nendra." Kata Om Dhika menatapku.
"Iya Om."
"Tadi Alvand sudah bicara, kamu beneran mau lamar Vina?" Aku mengangguk.
"Insya Allah Om lusa saya datang bersama keluarga untuk melamar putri Om Dhika." Kataku mantap dan Om Dhika mengangguk.
"Om tunggu." Jawab beliau sambil menepuk bahuku.
"Siap Om, kalau begitu Nendra pamit pulang." Pamitku.
"Iya, hati - hati di jalan."
"Siap Om, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku pun memasuki mobil, melajukannya menuju rumah mamah.
"Assalamualaikum mah, putra mamah yang tampan pulang nih." Teriakku saat sudah memasuki rumah.
"Waalaikumsalam, tumben pulang." Jawab mamah.
"Anak pulang bukannya di sambut malah di bilang tumben." Aku mencium punggung tangan mamah dan juga papah yang sedang asik memainkan ponselnya.
"Kamu mah pulang sudah bisa di tebak pasti ada maunya, ada udang dibalik batu." Aku tersenyum mendengar perkataan mamah, memang benar ya Ibu itu selalu mengerti anaknya.
"Mamah kalau bicara suka benar deh." Kataku sambil mencium pipi beliau, rasanya sangat nyaman kalau sudah di dekat mamah.
"Iyalah orang ada tulisannya di jidat kamu." Aku tertawa mendengar jawaban mamah, sepertinya dokter cantikku bakal klop sama mamah, kalau bicara sama, sebentar memuji, sebentar menjatuhkan, untung saja aku sudah kebal jadi no problemo.
"Nendra mau bicara serius pah mah."
"Apa? Tumben sekali serius, biasanya juga enggak pernah serius."
"Nendra mau, lusa papa dan mama berangkat melamar gadis yang Nendra cinta." Seketika ruangan sunyi, papa dan mama saling tatap.
"Kamu lagi waras kan?" Tuh kan mamah mulai lagi, anak sendiri dipertanyakan kewarasannya coba, sabar Nendra demi misi melamar dokter cantik.
"Ish mamah, ya waraslah memangnya Nendra stress apa."
"Kamu minta lamar anak orang dadakan begitu, lamaran itu banyak yang mesti dipersiapkan Nendra, apa lagi kamu seorang Mahya masa iya cuman datang orang doang mau taruh di mana muka papah kamu."
"Ko muka papah sih mah." Protes papah.
"Sudah papah diam saja, itu hanya perumpamaan saja."
"Mama tenang saja untuk bawaan sudah Nendra siapkan, besok akan di antar ke sini, cincin juga sudah Nendra beli."
"Kamu serius mau lamar anak orang?" Aku mengangguk.
"Siapa namanya? Orang mana? Kalian ketemu dimana? Dia sudah kerja apa masih kuliah? Mamah harus tahu siapa dia, kamu enggak pernah bawa perempuan ke rumah tahu - tahu minta melamar."
"Satu - satu kali mah."
"Mamah Syok Nendra dengar kamu mau lamar anak orang, atau jangan - jangan kamu sudah hamilin anak orang ya? Ngaku!"
"Astaghfirullah mamah, Nendra masih punya pikiran kali. Mamah enggak usah syok, mamah kenal ko orang tuanya. Nama gadis itu Alvina, orang Jakarta, Nendra ketemu saat resepsi nikahan bang Alvand, dia dokter spesialis kandungan, dia anak dari pasangan dr. Dhika dan dr. Forza kakanya Om Firza." Jelasku.
Yang benar saja mana mungkin aku berani menghamili anak orang, bisa di gantung sama mamah, apa lagi kalau yang aku hamili dokter cantik, bukan hanya mamah tapi juga tiga bodyguard dokter cantik yang selalu menjaganya bakal bikin aku jadi remahan, 'kan ngeri.
"What? Serius kamu?" Aku mengangguk.
"Ko anaknya dr. Forza bisa mau sama kamu? Dia kan cantik."
Ya ampun pertanyaan mamah memang ya bikin aku istighfar terus, kaya anaknya jelek saja, sudah terlihat dengan jelas anaknya tampan kaya gini.
"Ya mau dong, kan Nendra tampan."
"Kamu enggak ancam dia kan? Jangan - jangan mau di lamar karena di bawah tekanan kamu lagi." Ampun ibu kowad satu ini, terus saja enggak percaya.
"Ya ampun mamah, enggak percayaan banget sih sama Nendra. Pokoknya lusa Nendra mau papa sama mama lamar Vina untuk Nendra jangan sampai keduluan Kapten Wisnu."
"Kamu punya saingan juga?" Aku mengangguk.
"Danki Nendra saat di Kalimantan, kata bang Alvand dia juga mau lamar Vina tapi bulan depan makanya Nendra gercep mah." Mama manggut - manggut.
"Oke, lusa keluarga besar Mahya akan datang melamar." Jawab mamah mantap membuatku tersenyum.
***
Hari yang di tunggu - tunggu pun tiba, hari ini aku akan melamar pacar cantikku Alvina. Dia pasti syok melihat kedatangan keluarga besarku yang tiba - tiba datang melamarnya. Aku jadi enggak sabar lihat wajah cantiknya yang terkejut pasti terlihat menggemaskan sekali.
Hari ini aku menggunakan kemeja batik warna dasar hitam motifnya berwarna gold sama seperti kebaya Vina yang sudah aku titipkan sama mbak Zia istri mas Alvand.
Aku buru - buru karena sudah terlambat, tadi ada tamu kunjungan dan aku menemani bang Hafiz menyambut tamu.
Aku langsung mengendarai motor menuju rumah gadis yang sangat aku cinta untuk melamarnya.
Sampai di rumahnya aku segera masuk menyusul keluargaku yanh sudah berada di dalam, "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jawab semua serempak, pandanganku langsung tertuju pada gadis yang akan aku lamar, dia saat ini duduk di tengah kedua orang tuanya memakai kebaya yang aku belikan. Masya Allah cantik sekali calisku.
"Ma__"
"Mmm maaf Vina ada perlu dulu dengan mas Nendra." Aku cukup terkejut mendengarnya memanggil mas di depan banyak orang apa lagi dengan cepatnya dia menarik tanganku keluar rumah.
"Kenapa?" Tanyaku langsung saat sudah di teras rumah.
Dia menggenggam tanganku, "Plis bantu aku." Katanya membuat aku bingung.