6. Hangout

2073 Kata
Siang ini, Marvi dan Minzy memutuskan untuk pergi berdua sesuai dengan perintah sang Ibunda. Alasannya sangatlah sederhana, agar keduanya tidak bosan di rumah, akhirnya mau tidak mau, Minzy dan Marvi mengikuti keinginan Helena. Marvi tampak fokus menyetir, sedangkan Minzy terlihat sedang memainkan ponselnya. Jujur saja, semenjak Marvi mengatakan rasa sukanya kepada Minzy. Minzy jadi mudah merasa canggung, apalagi duduk berdua di dalam mobil seperti sekarang. "Kamu lagi ngapain?" Tanya Marvi. Minzy melihat Marvi sebentar, kemudian kembali menatap layar ponsel dan melanjutkan kegiatannya melihat-lihat pakaian disebuah website. "Tumben gak formal," ucap Minzy. "Aku tanya, kamu lagi ngapain?" Ucap Marvi mengulang pertanyaan. Sepertinya dia mulai jengkel. "Aku lagi lihat-lihat baju di online shop." Jawab Minzy. Lalu tiba-tiba saja Marvi mengambil ponselnya. Minzy memasang ekspresi tak percaya. "Hey! Apa yang kau lakukan?! Kembalikan ponselku!" Ujar Minzy. Marvi menggelengkan kepalanya seraya menyimpan ponsel milik Minzy ke dalam saku celananya. "Tidak, aku tidak akan mengembalikan ponsel ini hingga kita sampai." Ucap Marvi. Minzy mendesah pasrah dan bersandar. "Kita bahkan tidak tahu akan pergi kemana." Ucapnya. Marvi meraih tangan kanan Minzy, menggenggamnya dan mengecupnya untuk waktu yang cukup lama. Hal itu membuat Minzy terdiam mematung. Detak jantungnya kembali berpacu dengan cepat. "Tenanglah... Aku suamimu. Tanganmu sangat dingin." Ucap Marvi yang menyadari bahwa Minzy sedang merasa nervous. Minzy memasukkan tangannya ke dalam saku jaket ketika Marvi melepaskan tangannya. "Minzy, aku ingin kau tahu beberapa hal." Ucap Marvi. "Heem, apa itu?" "Aku tidak suka diabaikan jika kau sedang bersamaku." Ucapnya. Minzy terdiam. "Lalu?" "Aku tidak suka kau berdekatan dengan pria lain." Minzy mendelik sebal. "Apa aku harus melakukan itu?" "Tentu saja." Ucap Marvi. "Untuk apa?" "Untuk menjaga perasaanku. Karena aku mencintaimu. Aku tidak suka, ada pria lain yang berdekatan dengan milikku. Itu akan sangat melukai perasaanku." Ucap Marvi menjelaskan. Minzy terdiam. "Kau mencintaiku?" Marvi mengangguk dengan cepat. "Secepat ini?" "Aku sudah memberitahumu, aku sudah mulai menyukaimu sejak pertama kali kau datang ke kantor. Harus berapa kali aku mengatakannya." Ucap Marvi. Minzy masih tidak percaya. "Itu baru beberapa minggu yang lalu, bagaimana bisa?" "Apa aku bisa mengatur perasaanku untuk kapan dan pada siapa aku jatuh cinta?" Tanya Marvi. Minzy terdiam. "Tapi aku tidak mencintaimu, untuk apa aku--" "Tapi kau istriku." Ucap Marvi. Marvi kembali meraih tangan kanan Minzy dan menggenggamnya dengan erat. "Aku mohon, berusahalah untuk mencintaiku. Dan mempertahankan pernikahan ini agar menjadi yang pertama dan terakhir untuk kita." Minzy tampak kebingungan. "Aku... Aku tidak tahu." Ucap Minzy. "Kau tenang saja, aku akan berusaha keras agar kamu mencintaiku. Kau hanya perlu membuka hati dan menyiapkan tempat untukku." Ucap Marvi yang kemudian mengecup punggung tangan Minzy untuk beberapa saat. Lagi dan lagi Minzy dibuat terenyuh dengan perlakuan manis Marvi. Setelah itu Minzy mulai sibuk dengan pikirannya. Tentang perasaan yang Marvi ucapkan. Minzy tidak melihat dan mendengar kebohongan dari setiap kalimat yang Marvi lontarkan. Tapi ia juga bingung, harus bagaimana? Akhirnya, setelah menghabiskan waktu cukup lama dan perbincangan yang membuat Minzy kebingungan, mereka sampai di sebuah taman yang luas dengan beraneka macam jenis bunga, pohon, sungai kecil yang jernih dengan bebatuan yang indah. Di taman itu terdapat juga sebuah pondok yang terbuat dari kayu. Cklek. Marvi membukakan pintu mobil untuk Minzy. Kemudian ia merangkul pinggang ramping Minzy untuk masuk ke dalam taman tersebut. Gerbang pertama mereka diminta untuk membeli karcis dan gerbang kedua, mereka memberikan karcisnya pada penjaga. Setelah itu mereka bebas menikmati ketenangan dan kesejukan taman yang sering dipanggil 'Ourland Park' Minzy memekik senang ketika ia mendapati banyak tanaman dan sejauh mata memandang hanya ada rumput hijau, air yang jernih dan pondok-pondok kecil untuk bersantai. "Woaah... Luar biasa!! Ini sangat indah!" Ucap Minzy sembari melompat-lompat kecil di samping Marvi. Ia langsung menggandeng tangan kanan Marvi. "Apa kita bisa ke sana? Melewati jembatan kecil itu?" Tanyanya yang terdengar sangat antusias. Marvi tersenyum dan mengangguk pasti. "Tentu saja." Mereka langsung berjalan menuju sebuah jembatan kecil untuk mencapai taman yang sesungguhnya. Tadi mereka masih berdiri di gerbang tempat memberikan karcis. "Woah... Ikannya banyak sekali!" Ucap Minzy memekik kesenangan. Marvi tampak berdiri tepat di belakang Minzy yang sedang menatap ke bawah jembatan. Menunjuk beberapa ikan yang menurutnya besar juga indah. "Aw!" Minzy memekik kaget ketika ikannya melompat ke atas. Marvi sigap merangkul pinggang Minzy karena ia takut Minzy akan terjungkal ke bawah. "Hati-hati, kau bisa terjatuh." Ucapnya. Minzy mengangguk pelan. Wajahnya bersemu merah karena perhatian kecil yang Marvi berikan kepadanya. "Em... Aku, aku mau ke sana!" Minzy menunjuk sebuah spot yang dipenuhi dengan bunga Mawar. Marvi hanya mengangguk setuju dan mengikuti kemana istrinya itu ingin pergi. "Hati-hati, jangan berlari!" Ujar Marvi ketika Minzy mempercepat langkahnya. "Iya!" Sahut Minzy. Marvi tersenyum melihat Minzy yang tampak bahagia. Kemudian ia mengambil ponsel miliknya dan membuka kamera. Cekrek. Satu jepretan foto berhasil Marvi ambil. Foto Minzy yang sedang berjongkok memegang bunga di hadapannya. "Honey, lihat kemari!" Panggil Marvi. Minzy berbalik dan, Cekrek. Jepretan kedua. Minzy langsung berdiri dan berjalan menghampiri Marvi. "Aaah kenapa tidak bilang kalau kau akan memotretku?... Hapus, mukaku pasti jelek." Protesnya. Marvi menujukan fotonya. "Kau cantik, tetap cantik." Ucapnya. Minzy tersenyum malu mendengar pujian itu keluar dari mulut Bos arogan yang sekarang menjadi suaminya. "Ayo, kita harus mengambil foto berdua!" Ajak Minzy seraya mengambil alih ponsel Marvi. "Senyum okay? 1... 2... And," Cekrek. Selfie pertama mereka telah berhasil. "Wajahmu lebih putih dariku, ck. Menyebalkan." Ucap Minzy seraya menyerahkan ponsel pada Marvi kembali. Marvi hanya tersenyum gemas. "So cute." Ucapnya. "Vi, apa aku boleh memetik strawberry ini?" Tanya Minzy. Marvi mengangguk. "Tidak akan ada yang akan melarang istri seorang Marvi." Ucapnya dengan bangga. Minzy memutar bola matanya. "Aish... Sombong sekali, tapi... Ini serius, aku akan memetiknya jadi pastikan tidak ada masalah jika aku melakukannya. Okay?" Marvi mengusap wajah Minzy dengan lembut. "Lakukan saja," Minzy langsung memetik satu buah strawberry yang paling besar dan paling merah. Kemudian langsung memakannya. "Emh... Rasanya sangat manis," ucap Minzy. "Benarkah?" Tanya Marvi. Minzy mengangguk dengan ekspresi yang meyakinkan. Kemudian ia memetik satu dan memberikannya pada Marvi. "Coba makan yang ini," ucap Minzy. Marvi menerima strawberry itu dan tanpa ragu langsung memakannya. 1... 2... 3... "Ya! Ini-aishh... Ish, asam... Kau, sudah mulai berani berbohong..." Ujar Marvi. Minzy tertawa lepas melihat ekspresi wajah Marvi yang tampak lucu menurutnya. "Hahaha... Maafkan aku Tuan Mar- aaah, ampun..." Mohon Minzy ketika Marvi menangkap tubuhnya dan membuatnya geli dengan membuat pinggangnya geli, kemudian. Dan mata mereka bertemu. Membuat keduanya terdiam, saling memandang satu sama lain. Detak jantung mereka seakan seirama, sama berdetak cepat. "Marvi, berhenti menatapku." Ucap Minzy bersemu malu seraya membenarkan posisinya berdiri. Marvi masih memeluk pinggang Minzy dengan senyuman dan enggan untuk berhenti menatap. "Aku suka melihat wajahmu yang malu-malu," ucap Marvi. ~Chup... Marvi mengecup kening Minzy sebentar dan kembali menatap manik mata indah istrinya. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, kau milikku, hanya milikku." Kata Marvi. Minzy hanya diam mencerna setiap kalimat yang Marvi ucapkan baru saja. "Aku... Aku ingin ke pondok itu," ucap Minzy yang langsung saja berlalu dari hadapan Marvi. Marvi hanya tersenyum seraya mengikuti langkah Minzy. "Dia sangat menggemaskan setiap aku menggodanya." Ucapnya bergumam pelan. Minzy berucap takjub seraya masuk ke dalam sebuah pondok kecil yang terbuat dari bahan kayu. Kemudian ia duduk di sebuah kursi goyang yang berada di depannya. "Tolong foto aku di sini," pinta Minzy pada Marvi. "Okay, bersiaplah. 1... 2... 3!" Cekrek. "Apa aku terlihat cantik?" "Iya, sepulang dari sini aku cetak fotonya untuk aku tempel di kamar kita." Minzy hanya tersenyum dan kembali mengedarkan pandangan mencari spot foto lainnya. "Kemari," panggil Marvi. Minzy beringsut turun dari kursi dan berjalan menghampiri Marvi. "Ada apa?" "Peluk aku." "Hn?" "Peluk, aku mohon..." Minzy mengangguk dan memeluk tubuh Marvi yang sedikit bergetar. Minzy baru sadar bahwa Marvi tidak memakai jaket, dia hanya memakai kaos hitam polos pendek. Marvi pasti kedinginan, cuaca saat ini sedang tidak baik, tidak terlalu banyak sinar matahari karena sedang musim hujan, awan mendung menutupi cahayanya. "Kau pasti kedinginan..." Ucap Minzy seraya mengeratkan pelukannya. Begitupun dengan Marvi. "Aku baik-baik saja, ayo! Kau mau melihat bunga apa lagi?" Minzy menggelengkan kepalanya with pout. "Kenapa kau tidak memakai jaket? Kau pasti sudah kedinginan sejak tadi." "Aku tidak tahu akan sedingin ini. Tapi ayo, kau terlihat sangat senang dan itu membuatku menghangat. Hatiku menghangat." Minzy menarik tangan Marvi. "Lebih baik kita pulang. Aku sudah bermain cukup lama." Marvi tidak bergerak dari tempat. "Tidak, kita masih punya waktu. Apa kau mau naik perahu di danau sana?" Minzy menyipitkan matanya. "Ck, kau sangat sulit diberi tahu. Aku sudah puas menikmati taman ini. Lagi pula, kita bisa datang ke sini lagi nanti. Benarkan?" Marvi merangkul bahu Minzy dan mencium pelipisnya dengan gemas. "Apa kau mengkhawatirkan kesehatanku?" "Apa kau bisa berhenti mencium aku?" Marvi tertawa pelan. "Tidak, aku sangat suka mencium kamu. Hey, jawab aku... Apa kau mengkhawatirkan aku?" "Aku... Aku tidak mengkhawatirkan kamu. Tidak sama sekali." Jawab Minzy. "Baiklah kalau kau tidak mau mengakuinya." "Marviiii! Diam..." Marvi lagi-lagi tertawa pelan. "Tubuhmu bergetar karena kedinginan, entah sejak kapan kamu menahan hawa dingin di sini. Harusnya kau memberitahuku sejak awal, tuan arogan." Ucap Minzy. "Kau hanya perlu memelukku agar aku tidak kedinginan." Ucap Marvi. Minzy langsung memberikan sebuah cubitan pada perut Marvi. "Kau selalu menggodaku," "Tapi kau suka, benarkan?" "Aku marah. Jangan bicara padaku." Kesal Minzy yang berjalan mendahului Marvi dengan langkah kesal. "Sayang, tunggu aku!" Panggil Marvi. ***** Marvi tersenyum bahagia melihat Minzy menikmati makanan di hadapannya. Melihat sang istri makan dengan lahap membuat Marvi merasa kenyang sendiri. "Kalau aku punya anak yang makannya lahap kayak kamu, aku bakalan seneng banget." Ucap Marvi. Minzy melambatkan suapannya, "Aku kayak orang kelaperan yah?" Marvi terkekeh pelan. "Enggak sayang, that's okay, aku suka liat kamu makan dengan lahap." Minzy mengangkat bahu tak peduli dan kembali menikmati makanannya, lalu beralih pada es krim sebagai hidangan penutup. Sedangkan Marvi, ia hanya memesan kopi dan croissant. "Vi," Panggil Minzy. "Gimana bisa kamu suka aku dalam waktu singkat?" Marvi menggelengkan kepalanya. "Udah cukup lama loh menurut aku, cuma baru bilang semalam, iya kan? Dari awal aku melihat kamu di lobi kantor, i think i'm in love with you," "Terus kenapa kamu suka nyebelin di kantor, galak juga?" "Karena aku gugup, aku bingung jadi ya begitulah... Ayolah, maafkan aku, okay?" Minzy tersenyum hambar, "Halah, sok-sokan gugup." "Ya! Aku serius, aku suka kamu jadi aku gugup, bukannya itu wajar?" "Tapi kamu nyebelin! Suka marah-marah," sahut Minzy. Marvi memajukan wajahnya dan menatap Minzy dengan puppy eyesnya, "I'm so sorry... please forgive me," mohonnya. Minzy terdiam, ia terpaku pada mata indah Marvi yang menatapnya dalam dan hangat. Mata indah nan tajam itu seakan menarik Minzy lebih jauh lagi. "G-Gak pa-pa, orang galaknya bukan ke aku doang kok," Minzy gugup. Marvi tersenyum. "Tapi cintanya sama kamu doang, my wife..." "Apa sih! diem deh," "Aku suka gangguin kamu," Minzy terlihat memutar bola mata sebal mendengar itu. "Makan es krimnya yang bener dong, santai aja, aku gak bakalan minta kok. Inu sampe blepotan gitu," Marvi mengusap sisa es krim di sudut bibir Minzy. Tindakan itu membuat tubuh Minzy membeku, kemudian terasa seperti ada aliran listrik ketika tangan Marvi mengusap sudut bibirnya dengan lembut. Tak hanya sampai di sana, Marvi kini mengusap seluruh permukaan bibir Minzy dengan pelan. "i want it," ucapnya. Mata Minzy membelalak kaget. "Ya!! Dasar m***m! Gak tahu tempat banget ya tuhan..." Marvi terkekeh pelan, "Di mobil boleh?" Minzy menggelengkan kepala dengan cepat. "Di rumah?" "No." "Di Kam--" "Marvi, biarin aku habisin es krim ini dengan tenang, please..." Marvi tersenyum dan mengangguk, "Berarti di kamar boleh," "Ish, dasar." Ujar Minzy. Drrt... Drrt... Ponsel Minzy yang ia simpan di atas meja bergetar. Belum sempat Minzy melihatnya, Marvi sudah mengambil ponselnya terlebih dahulu. "Itu HP aku yaaa... main ambil aja," protes Minzy. Marvi mengernyitkan dahinya, "William siapa?" "Itu dari William?" Marvi mengangguk dengan ekspresi wajah yang sedikit tidak nyaman. "Dia chat apa? Bilang apa?" Tanya Minzy antusias, pasalnya William adalah teman pertama yang ia dapatkan ketika bekerja. Marvi mendengus kesal, "Ucapan selamat," "Itu doang? Masa?" "Terus kamu berharap dia ngirim text apa?" tanya Marvi tak suka. Minzy terdiam. "Ya aku kira--" "Aku suami kamu loh, aku gak suka." Minzy mengernyit heran, "gak suka apa sih? Emang aku ngapain?" "Kamu seneng banget dapet pesan dari cowok lain, aku gak suka. Pokoknya, setelah ini, kamu gak boleh terlalu deket sama cowok." Kata Marvi. "Tapi William--" "Cowok manapun dan siapapun, mau temen atau bukan." "Kok kamu--" "Sayang aku gak suka, nurut yah? Okay? Aku gak mau marah sama kamu," Minzy terdiam, "Terserah deh," Dan keadaanpun kembali hening dengan Marvi yang mulai sibuk dengan ponsel Minzy, membaca semua pesan yang sedikit mencurigakan. Minzy terlihat santai karena memang tidak ada hal yang salah yang dirinya lakukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN