Awal Mula

1217 Kata
Flashback "Suka ya?" "Suka apaan sih?" Ayana tidak berani menatap sang teman. Dia seperti tertangkap basah sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin diketahui. "Nggak usah bohong!" "Nggak ada." Ayana masih berusaha untuk menyembunyikannya. "Suka aja, nggak ada yang larang kok." Yola sudah senyum-senyum sendiri. Kini mereka sedang ada diruang club himpunan programmer kampus. Banyak sekali mahasiswa dari fakultas informatika yang bergabung. Apalagi di kampus ini setiap mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti club atau organisasi agar mahasiswa menjadi aktif. "Nggak ada kok." Ayana senyum-senyum sendiri. Dia menunduk dalam melihat sosok senior yang luar biasa. Penampilannya memang terlihat biasa saja, tidak seperti mahasiswa yang lain. Tapi itu pula yang menjadi daya tarik dari sang senior. Sang senior bernama Alfi. Kacamata bertengger di hidung mancungnya. Dia seperti laki-laki yang memiliki hobi membaca Pertemuan selesai. Ayana dan Yola bersiap untuk segera keluar dari ruangan club. Tapi sebelum itu terjadi, seseorang memanggil dirinya. "I-iya, Kak." Ayana gugup luar biasa. Dia tidak menyangka bahwa sosok senior yang dikagumi secara diam-diam mengetahui namanya. Padahal banyak sekali anggota dari klub ini. "Apa kamu mau ikut partisipasi dalam festival kampus?" tanyanya. "Saya Kak?" Ayana sedikit tidak yakin. Selama beberapa semester dia bukan orang yang terlalu aktif di kegiatan club. Paling dia hanya datang, berbaur dan mengisi agenda wajib saja. "Iya. Tapi kalau teman kamu juga mau ikut, silahkan." Ayana menatap Yola. Dia seakan meminta jawaban apakah ingin ikut atau tidak. "Oke, Kak. Kita ikut." Yola begitu semangat. Dia malah tersenyum penuh arti. "Baguslah. Ini yang akan kita lakukan di festival kampus." Alfi memberikan beberapa lembar informasi kepada Ayana dan Yola. Setiap klub harus menunjukkan hal-hal menarik yang berhubungan dengan klubnya dalam festival kampus. Contohnya seperti club pecinta budaya Jepang, maka mereka menampilkan hal-hal yang berhubungan dengan Jepang. Begitupun dengan klub lainnya. "Boleh minta kontaknya?" Yola menyenggol Ayana. "Kak Alfi minta kontak tu," ujarnya. "Eh i-iya, Kak." Ayana salah tingkah sendiri. Dia langsung mengambil ponsel dan memberikan kode barcode nomor kontaknya. "Terima kasih. Nanti saya masukkan ke dalam grup ya." "Oke, Kak." Lagi dan lagi, Yola menjawab dengan semangat. Sedangkan Ayana seperti orang yang diliputi rasa kebingungan luar biasa. Apa yang sebenarnya terjadi? "Ciee," goda Yola. Kali ini Ayana tidak bisa lagi menyembunyikannya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Apalagi sang teman begitu semangat menggoda dirinya. "Kamu kok langsung setuju buat gabung?" tanya Ayana. Kini ia sudah tidak tersenyum lagi. Sebenarnya hatinya berbunga-bunga. Ayana sudah bergabung dengan klub dari semester satu. Sekarang dia sudah semester lima. Perasaan kagum kepada senior sudah dari semester satu. Ayana kagum karena dia melihat sosok Alfi sebagai sosok yang begitu pintar. Siapa yang tidak akan kagum dengan orang pintar? Pada umumnya orang akan kagum walau tidak semua. Yola tertawa. "Apa mau ditolak aja?" "Jangan!" Ayana menjawab dengan cepat. "Nah itu, nggak usah jual mahal segala." Ayana tersenyum malu. Mereka memutuskan untuk segera keluar dari ruangan club. Apalagi sekarang sudah cukup sore, sehingga lebih baik untuk segera meninggalkan kampus menuju ke kosan. *** Ayana berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Dia sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Baru juga beberapa menit, ia sedikit kaget dengan ponsel yang tiba-tiba berdering. Mode hening sudah hilang sejak dia sampai di kos. Jadi dering ponselnya sedikit mengagetkan. Ayana mengambil ponsel di atas meja. Dia melihat siapa yang menghubungi dirinya. Ternyata salah satu abangnya. "Apa?" ujar Ayana langsung setelah menerima panggilan dari sang abang. "Salam dulu woi!" Abang ketiga Ayana menegur. Ayana langsung mengucap salam, sang abang kemudian menjawab salam tersebut. "Kenapa?" tanya Ayana. Ia bertanya seakan sang abang menghubungi Ayana jika ada perlunya saja. "Ini ada titipan dari Bang Raihan." "Oh ya?" Ayana yang awalnya berbaring langsung duduk. Raihan adalah abangnya yang pertama. Raihan juga sudah menikah dengan tinggal di kota lain. "Iya. Ambil sini," suruh Fajar. "Idih... Abang dong yang ngantar ke sini. Jelas-jelas dia yang punya motor." Fajar tertawa. "Iya iya, nanti abang kesana." Ayana dan Fajar memang berada dikota yang sama. Mereka sama-sama masih kuliah. Fajar sedang menempuh pendidikan pascasarjana di kampus yang sama dengan Ayana. Padahal Fajar hanya tua dua tahun dari Ayana. Tapi karena dia memang maka sekarang dia sedang kuliah S2. "Jam berapa?" "Lima belas menit lagi." "Oke. Aku tunggu di depan." "Iya." Panggilan sudah terputus. Ayana langsung menggunakan gamis dan hijab instan. Dia menunggu sang abang didepan. Sebenarnya lima belas menit masih lama, tapi Ayana ingin duduk saja di depan kos. Apalagi banyak orang yang berjualan di depan kosnya. Agar tidak bosan menunggu, Ayana membawa ponsel. Dia melihat sosial media atau juga aplikasi-aplikasi lain. Notifikasi muncul di ponselnya. Ayana mengerutkan kening. Tapi hanya sebentar saja karena dia mengerti bahwa kontaknya sudah masuk ke dalam grup klub himpunan programer untuk acara festival kampus. Tapi tunggu, bagaimana cara Yola untuk masuk ke dalam grup? Ayana bukan admin sehingga dia tidak bisa langsung masuk. Apa Kak Alfi punya kontak Yola? Sepertinya tidak. Ayana menunggu, kali saja sebentar lagi Yola juga masuk ke dalam grup. Tapi sudah beberapa menit berlalu tidak ada. Ayana mencari kontak sang senior yang ada di dalam grup. Ayana sedang berpikir apakah ia mengirim pesan untuk memasukkan Yola ke dalam grup atau tidak. Bingung karena takut dianggap mencari-cari kesempatan. Ayana hanya kagum, dia juga tidak ingin menjalin hubungan apapun. "Auuuu, sakit." Ayana meringis karena tiba-tiba ada yang menyentil dahinya. "Melamun aja," ujar Fajar. "Ya jangan disentil juga. Sakit tau." Ayana cemberut. Fajar hanya bisa geleng-geleng kepala. "Makanya jangan melamun." "Iya iya." Fajar memberikan bingkisan kepada sang adik. "Apa isinya?" Ayana penasaran. "Nggak tau." "Kok bisa dititipin ke abang?" Fajar langsung menjelaskan jika kemarin ia ada kegiatan ke luar kota. Jadi Bang dia bertemu dengan Raihan sebentar dan berakhirlah dengan titipan untuk Ayana. Sedang asik berbicara dengan Fajar. Sebuah pesan masuk di room chat dengan sang senior. Tentu saja Ayana langsung kaget. "Diam dulu!" ujar Ayana kepada sang abang agar tidak cerewet. Dia mau fokus membaca pesan dari sang senior. Fajar terdiam dan tidak banyak bicara. Mungkin saja penting. 08776787xxx Assalamu'alaikum Ayana. Ini saya, Alfi. Oh ya, saya belum memasukkan teman kamu ke dalam grup karena tidak punya kontaknya. Tanpa sadar Ayana tersenyum saat membaca pesan tersebut. Fajar bisa melihatnya dan tentu saja menaruh kecurigaan. Ayana membalas sebagaimana mestinya. Dia juga mengirim kontak Yola. "Siapa?" tanya Fajar setelah Ayana tidak melihat ponsel lagi. "Apanya?" Ayana pura-pura tidak mengerti. Ia juga sudah menyimpan ponsel ke dalam kantong gamis. "Ingat ya, jangan pacaran!" Fajar langsung mengingatkan sang adik. "Iya iya. Aku juga nggak mau pacaran kok." Ayana dididik dengan bekal ilmu agama sejak kecil. Jadi ia tahu bahwa dalam agamanya tidak diperbolehkan untuk berpacaran. "Kamu kesini buat sekolah, jangan macam-macam." "Iya lo. Aku nggak bakal macam-macam." Ayana berkata dengan serius. Dia juga ingat dengan kedua orang tuanya dirumah. Jika Ayana melakukan hal-hal buruk disini, pasti kedua orang tuanya akan sedih. Apalagi saat Ayana memilih untuk kuliah dikota ini, kedua orang tuanya tidak setuju. "Nggak usah mikirin cowok dulu. Nanti kalau udah siap, pasti jodohnya datang dengan berbagai cara." "Iya, Abangku yang ganteng." Fajar tersenyum. Ia percaya bahwa sang adik tidak akan bermacam-macam. Fajar tidak melarang jika adiknya ingin berkumpul dengan teman kuliah. Hanya saja dia tidak ingin sang adik berpacaran karena banyak hal yang bisa saja terjadi saat pacaran. "Ini tambahan uang saku." Fajar memberikan dua lembar uang berwarna merah. "Nggak usah." Ayana menolak karena abangnya juga masih mahasiswa. "Ambil, Aya!" Fajar tidak menerima penolakan. Akhirnya Ayana mengambil uang tersebut dan mengucapkan terima kasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN