Perjodohan

1118 Kata
Berhari-hari Antoni menimbang dan memikirkan keputusan akhir untuk jawaban yang akan diberikan kepada bu Ana dan pak Hanung, perihal permohonan menikahi puteri sulungnya itu. Dia juga meminta banyak saran dan nasihat pada orang-orang yang paling dekat dengannya, seperti teman, kerabat dan saudara. Hanya yang dipercaya olehnya saja, karena tidak semua orang bisa dipercaya di dunia ini, meskipun orang tersebut telah akrab dengan kita. Bahkan bu Ana sampai menelpon dan menanyakan jawaban tersebut kepada Antoni beberapa kali, karena sudah hampir satu bulan, Antoni belum juga memberi jawaban. Dan sebenarnya, selama masa pertimbangan dan pemikiran tersebut, Antoni banyak mencari tahu informasi tentang puteri sulung bu Ana itu, secara diam-diam, lewat media sosial terutama. Dari sekedar nama lengkap gadis itu saja, Antoni sudah bisa melacak banyak akun-akun media sosial miliknya. Dari sana, dia berusaha menggali informasi tentang Rima, yang ternyata cukup tertutup. Kebanyakan yang dimuat di halaman media sosialnya adalah gambar-gambar yang bukan menyangkut tentang dirinya. Foto pribadi pun hanya satu-dua dan dia tampak jarang mengunggah atau membuat postingan di media sosial. Dan untuk bisa mendapatkan informasi itu, Antoni harus rela memakai akun sosial media pribadinya untuk meminta Friend request pada Rima, meskipun nanti resikonya adalah Rima curiga kenapa Antoni meminta semua pertemanan akun sosmed kepadanya. Tapi hal itu berhasil, karena semua friend request-nya dikonfirmasi oleh gadis itu dan Antoni pun tidak memakai nama asli untuk kebanyakan akun media sosialnya, mayoritas adalah nama karangan yang cukup keren, seperti Mr. Anonym, Unknown people, dan anehnya, Rima malah mengkonfirmasi nama-nama akun tidak jelas tersebut. Apa mungkin gadis itu senang dengan hal-hal yang misterius? Pikir Antoni. Tetapi, entahlah, hal itu tidak terlalu penting. Yang perlu dia pikirkan sekarang adalah bagaimana cara memberi keputusan yang tepat untuk jawaban pada bu Ana. Urusan tersebut bahkan sempat mengganggu Antoni saat melakukan pekerjaan wajibnya, yaitu memasak di restoran sebagai koki. Dia sempat diprotes oleh manager restoran karena kedapatan melamun saat membuat menu Gado-gado, mungkin karena managernya belum tahu bahwa Antoni tengah mengalami pergulatan batin yang lumayan pelik. Sementara beberapa rekan kerja yang mengetahui permasalahan yang dialaminya, bisa memaklumi dan tidak heran. "Bagaimana dengan keputusanmu? Sudah clear?" Amar menanyai Antoni pada minggu keempat sejak bu Ana mengunjungi rumah mereka, di suatu malam saat mereka sedang makan bersama. Sengaja dia mengajak adiknya makan bersama untuk membahas tentang permintaan bu Ana, karena biasanya mereka jarang makan bersama-sama, dan lagi, Antoni beberapa kali menghindar setiap kali ditanya soal hal itu. Dan benar saja, sampai saat mereka makan bersama pun, Antoni masih banyak terdiam dan tampak kebingungan mengambil keputusan. "Kau kan sudah berusia dua puluh tujuh tahun, dan itu sudah lumayan dewasa. Harus sedikit berani mengambil keputusan. Harus tegas," Amar menyunggingkan senyuman geli melihat ekspresi lucu adiknya yang diam saja, "Bahkan ukuran tubuhmu sudah menyamaiku, lebih besar malah! Lagipula usia kita hanya terpaut tiga tahun saja," lanjutnya. Bukannya menjawab, Antoni malah terus memasukkan nasi ke mulutnya hingga penuh dan membuatnya hampir tersedak. Pemandangan itu membuat kakaknya geleng-geleng kepala. Wilda, istri Amar yang menyaksikan pemandangan tersebut hanya terkekeh geli, lalu meneriaki suaminya agar menyodorkan minum pada Antoni. "Untung bukan sambal. Kalau sambal, sudah pasti menangis kau, hahaha..." Antoni hanya melotot saat ditertawai kakaknya, sembari mencoba menenangkan diri dari nasi yang memenuhi mulutnya tadi, dan bersiap memberi jawaban untuk pertanyaan Amar barusan. Setelah menghabiskan segelas air, dia berkata, "Ini tidak mudah, kak, berat. Kalau tidak berat, aku pasti sudah memutuskan dengan cepat. Lagipula, aku tidak yakin sudah siap berumah tangga," "Tapi, usiamu sudah lumayan..." "Kau juga baru menikah beberapa bulan yang lalu," Antoni menahan tawa, dan itu membuat Amar mendecak karena adiknya itu malah menyindirnya. "Ampun dah," Lalu, selanjutnya mereka malah beradu argumen konyol, dan melupakan tentang permintaan bu Ana. *** Akhirnya keputusan diambil oleh Antoni setelah lebih dari satu bulan mengambil waktu untuk mempertimbangkan dan berpikir matang. Dia memutuskan untuk menyanggupi permintaan bu Ana, serta bersiap untuk selanjutnya. Bersiap menghadapi apapun yang terjadi setelah mengambil keputusan ini, dan bersiap dengan masa depannya yang sudah menanti. Dia merasa tidak perlu terlalu cemas, meskipun perasaannya cukup kacau, teraduk-aduk antara gelisah, ragu dan khawatir. Bu Ana begitu girang bukan main ketika mendengar jawaban dari Antoni, dia bahkan sangat bergembira layaknya orang yang sedang mendapat hadiah kupon undian senilai milyaran rupiah. Dia pun sangat berterima kasih kepada Antoni. Lalu setelah itu, dia mengajak Antoni bertemu dengan Rima di rumah keluarganya yang terletak di sebuah kawasan perumahan elit, untuk membicarakan perihal perjodohan puterinya dengan Antoni. Rima datang memenuhi undangan ibunya untuk datang ke rumah mereka. Penampilan Rima yang sedikit "terbuka'' sempat mengagetkan Antoni (secara tersembunyi), dan membuat pemuda itu tidak nyaman karena Rima datang dengan mobil mewahnya, ini sedikit membuat Antoni merasa enggan dengan gadis itu. Dan Rima, sama sekali tidak ramah ketika melihat pada Antoni, wajahnya tampak datar serta pelit senyuman. Lalu jangan lupakan dengan sikap acuhnya, sungguh tidak mengenakan bagi Antoni, seorang wanita berparas menawan namun kurang dalam beretika. Lihat bagaimana tepatnya Antoni menebak reaksi Rima setelah ibunya menjelaskan tentang maksudnya mengundang mereka berbicara secara pribadi? Gadis itu tampak sangat ingin meledak namun tetap ditahannya. Suaranya tidak meninggi meskipun wajahnya tampak seperti udang rebus yang baru diangkat dari panci, seperti mengeluarkan uap panas. Nada bicaranya pelan, namun penuh protes dan penentangan, juga jangan lupakan bahwa dia melirik ke arah Antoni dengan wajah kesalnya tersebut. Rupanya dia sudah mengetahui siapa Antoni. "Kau! Kenapa mau saja?! Apa maksudnya semua ini, hah?!" Gadis itu mendelik pada Antoni, dengan sorotan tajam. Tetapi, bu Ana segera menyanggah, "Ibu yang meminta, Rima. Bukan Antoni. Ibu yang menginginkan agar kau dan Antoni menikah, karena Antoni adalah pemuda yang dikenal sangat dekat oleh ayah dan ibu, dia anak yang baik. Ibu yakin, dia bisa menjaga dan membimbingmu, dibandingkan dengan Rayhan yang tampak main-main padamu! Ibu ingin yang terbaik untukmu, Rima," Bu Ana terbatuk di ujung kalimat, sementara Rima diam saja, tidak membantah lagi. Justru, dia sedikit merasa bersalah pada ibunya tersebut. Rima masih terdiam ketika ibunya bertanya lagi tentang keputusannya, mau menerima perjodohannya dengan Antoni atau tidak. Namun, bagi Rima, jawaban iya atau tidak nanti yang akan diberikannya, tetap saja dia harus mau menikah dengan laki-laki asing itu. Sampai, akhirnya dia lebih memutuskan untuk berkata "iya" saja dengan permintaan ibunya tersebut. Tapi dengan satu syarat tersembunyi yang telah dipikirkannya selama beberapa jam berada di rumah ibunya. Dia punya rencana yang baik menurutnya. Mendengar jawaban Rima, akhirnya bu Ana tampak senang, senyumnya terlihat mengembang, dia pun memeluk puteri sulungnya dengan suka cita. Meskipun begitu, Antoni tetap merasakan sesuatu yang tidak mengenakan. Ada yang mengganjal pada hatinya, perihal perjodohan ini, apalagi dia akan menikah dengan "terpaksa" bukan keinginan sendiri. Padahal, dia pernah berpikir ingin menemukan wanita yang dicintainyai, untuk kemudian menjalin pernikahan dengan rasa suka-sama suka, bukan malah sebaliknya, dengan paksaan begini...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN