Pura-pura

1478 Kata
Pada hari ketiga pernikahan Antoni dan Rima, bu Ana datang ke tempat tinggal mereka, untuk berkunjung. Tentu Rima telah mengancam suaminya untuk bersikap wajar di depan ibunya, setelah sang ibu menelepon bahwa dia akan berkunjung ke rumah mereka. Dengan malas dan enggan, Antoni terpaksa mengiyakan dan menuruti permintaan Rima yang sangat menyebalkan baginya tersebut. Benar saja, sekitar pukul 08.03 terdengar klakson mobil yang datang, di halaman rumah. Antoni segera membuka gerbang lebih dulu, sebelum Rima melakukannya. Terlihat wajah ceria bu Ana yang turun dari mobil dan segera memeluk Antoni, seraya mengedarkan pandangannya ke arah sekeliling halaman, menanyakan di mana Rima, lalu masuk ke dalam rumah setelah Antoni memintanya. Di ruang tamu, Rima telah bersiap menyediakan hidangan berupa suguhan untuk ibunya yang baru datang. Antoni harus siap berakting sekarang, setidaknya meskipun dia bukan aktor profesional, atau istrinya akan mengamuk nanti. Mereka duduk bertiga di ruang tamu. "Bagaimana tinggal di sini? Apakah nyaman? Jika tidak, ibu akan mencarikan rumah baru untuk kalian?" Kata bu Ana, bertanya pada Antoni dan di Rima yang duduk bersebelahan di atas sofa di depannya, karena memang dia yang memintanya. Baik Rima maupun Antoni, mereka merasa kurang nyaman saat itu, dan tampak canggung, namun mereka tetap berusaha untuk bersikap wajar dan normal. "Nyaman, bu. Kami senang di sini, lingkungannya menyenangkan," jawab Rima. Antoni hanya menyetujui ucapannya dengan melayangkan senyuman pada bu Ana. "Benar? Syukurlah kalau begitu. Ibu hanya bertanya saja. Dan...bagaimana dengan...?" Bu Ana tidak meneruskan ucapannya dan malah menatap kepada Rima dan Antoni, seraya tersenyum menggoda. Antoni dan Rima saling pandang sesaat, lalu menatap balik bu Ana dengan tatapan tidak mengerti, "A-apa bu?" Rima agak terbata, dia sedikit gemetar karena takut ibunya melayangkan pertanyaan yang tidak bisa dijawabnya. "Tidak, kok. Lupakan," ucap bu Ana akhirnya, dengan tertawa pelan. Tetapi ada rasa lega di hati Rima dan Antoni. Lalu selanjutnya bu Ana hanya meminta Antoni untuk memasak bersama dia dan istrinya, bertiga di dapur, apalagi dia begitu penasaran ingin dibuatkan menu khusus oleh menantunya tersebut. Antoni mengusulkan tiga jenis ide masakan sekaligus yang akan dibuat oleh mereka. Dia begitu bersemangat ketika bereksplorasi dengan alat-alat memasak dan bahan-bahan makanan di dapur, sementara istrinya malah terlihat canggung dan cenderung mencemaskan sesuatu. Karena pada dasarnya Rima memang khawatir tentang dia dan Antoni yang berpura-pura akur di depan ibunya, takut curiga atau ketahuan. Dan jika ibunya tahu tentang hal yang sebenarnya terjadi, entah bagaimana reaksinya. Tetapi begitu melihat Antoni yang cukup bisa diajak bekerja sama, dia bisa sedikit merasa lega. *** Antoni sangat kaget ketika dia baru hampir selesai mandi, terapi Rima malah menggedor-gedor pintu kamar mandi dari luar, sangat berisik, sampai membuat Antoni hampir kesal. "Perutku sakit! Cepat buka! Aku tidak tahan!" Teriak Rima dari luar, padahal ini baru pukul 04.54 pagi, tetapi rumah mereka sudah bising. Antoni segera keluar dari kamar mandi, yang langsung diserbu oleh Rima untuk memakai selanjutnya. Gadis itu tidak tahan dengan perutnya yang mulas setelah memakan masakan bersantan buatan suaminya pada saat makan malam tadi. Padahal hari ini adalah hari mereka mulai masuk ke tempat kerja masing-masing setelah melewati waktu cuti yang cukup lama. Sebenarnya Antoni-lah yang akan masuk kerja hari ini, sedangkan Rima yang seorang model, merupakan pekerja freenlance yang berarti jam kerjanya tergantung dari adanya panggilan untuk pemotretan. Dia bersyukur masih bisa bersantai di rumah dan belum ada gangguan sebelum nantinya satu minggu ke depan dia harus menjalani sesi pemotretan selama beberapa minggu penuh untuk sebuah brand busana besar dalam negeri, yaitu F&F Style, brand busana yang berasal dari kota Banjarmasin. Dan dia harus bersiap untuk semua itu, sebelum hari H dimulai. Selain itu, dia juga akan sibuk, menginap atau sampai tidak pulang ke rumah selama berhari-hari, seperti banyaknya sesi pemotretan yang telah dialami, istirahat pun mungkin akan berkurang. "Coba kau tidak masak dengan santan, aku pasti tidak akan sakit perut!" Seru Rima, seraya menghempaskan tubuh ke sofa, ketika Antoni sedang memakai sepatunya. Dia hanya bergeleng-geleng mendengar ucapan gadis itu, mana dia tahu kalau masakannya akan membuat istrinya sakit perut? Lalu berdiri setelah selesai memasang sepatu, "Tadi aku sudah belikan obat sakit perut. Minum saja biar lebih aman dan supaya kau tidak lelah bolak-balik ke kloset. Aku pergi dulu," Setelah itu, Antoni mulai mengeluarkan sepeda motornya dan berangkat bekerja seperti biasa. Rima tidak menjawab, dia hanya memutar bola matanya dengan sebal. Beberapa menit kemudian, telepon genggam di kamarnya berbunyi, tanda ada panggilan masuk, membuatnya harus beranjak dari sofa setelah menenangkan diri akibat sakit perut. Dilihatnya nama Rayhan terpampang jelas di layar benda berbentuk persegi panjang tersebut. Senyumnya segera membentuk, dan dia menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan. "Hei, pagi," sapa Rima dengan penuh nada kelembutan dan mesra. Dan Rayhan di seberang sana tampak bersemangat juga, "Bagaimana kabarmu? Pagi ini? Apa kau ada waktu?" "Mau ke mana?" "Mengajakmu pergi, cantik. Tapi nanti sore saja, ya. Aku akan sibuk setengah hari ini." Rayhan tersenyum dengan lembut, "Baiklah, aku tunggu ya." *** Antoni masih sibuk berkutat di dapur hingga jam istirahat siang, meskipun sebenarnya pada jam istirahatpun para karyawan restoran tidak seluruhnya bisa berjeda waktu, karena pasti akan selalu ada pelanggan yang masuk. Jadi, mereka hanya bisa bergantian saja ketika jam istirahat. "Toni, makan dulu! Sebelum perutmu keroncongan," Teman kerjanya, Erlangga, sudah memegang piring berisi satu porsi ikan bakar dengan nasi yang terlihat mengepul, yang sengaja disodorkannya ke depan wajah Antoni, untuk menggodanya, lalu menyuapkan makanan tersebut dengan gaya makan yang...berlebihan bagi Antoni. "Apaan sih, aku belum lapar," ujar Antoni yang masih sibuk memotong wortel di atas meja kerjanya. Karena pada kenyataannya dia memang belum merasa lapar, dia terlalu rindu dengan dapur restoran ini, hingga membuatnya terlalu bersemangat sampai tidak ingat dengan makan siang. "Ayolah, jangan mencari penyakit, Toni!" "Iya, baiklah," Akhirnya Antoni menuruti permintaan Erlangga untuk segera menjeda pekerjaannya dan pergi makan siang. Dia membeli makanan instan di tempat terdekat dari restoran, kemudian menyantapnya bersama Erlangga di kursi para pelanggan di dalam restoran, sambil berbincang santai seperti selama ini mereka melakukannya. "Bagaimana dengan istrimu? Eh, maksudku, rasanya sudah menikah? Kukira kau tidak akan mendahuluiku, lho!" Erlangga terlihat begitu bersemangat membahas soal pernikahan yang menurutnya mengagumkan tersebut, lebih tepatnya, pernikahan Antoni beberapa hari yang lalu, yang digelar begitu menakjubkan. Mungkin karena mertuanya adalah bos mereka sendiri yang notabene pebisnis besar. Belum tahu saja dia, seperti apa sebenarnya hubungan Antoni dengan istrinya, meskipun tentu saja Antoni tidak akan menceritakan hal tersebut. Belum, mungkin tidak akan pernah diceritakan. "Ya begitulah, seperti pengantin pada umumnya. Normal," ujar Antoni, meskipun sebenarnya pernikahannya dengan Rima itu jauh dari kata normal. "Lalu bagaimana dengan..." Erlangga mengedipkan satu matanya, membuat Antoni mengerutkan dahi, bingung. "Apa?" "Malam pertamamu," bisik Erlangga, diikuti oleh tawanya yang tertahan di ujung kalimat. Sontak Antoni mendengus seraya mengarahkan sendok yang dia pegang pada temannya itu. "Dari dulu otak mesummu tidak berubah!" "m***m itu wajar, Toni. Kalau tidak m***m justru aneh, tidak normal," Erlangga menyuap banyak-banyak nasi ke dalam mulutnya, diiringi tawaannya yang masih berlanjut secara pelan. Dia sudah terlanjur membayangkan tentang Antoni di "malam pertama", yang merupakan salah satu "ritual penting" bagi seorang pengantin baru, kata beberapa orang sih begitu. Maklum, Erlangga sudah lama mengenal Antoni, sejak mereka pertama bekerja di restoran, lima tahun yang lalu. Dia tahu betul bahwa Antoni adalah laki-laki yang terkenal agak kalem dan tidak neko-neko, jarang dekat dengan perempuan, bahkan sebelum menikah dengan Rima pun, orang-orang di tempat kerja dan lingkungan sekitar tahu bahwa Antoni jarang terlihat menjalin hubungan dengan wanita manapun. Malah, orang-orang yang sudah akrab dengan Antoni mengetahui bahwa Antoni hanya pernah menjalani hubungan asmara satu kali saja sebelum menikah, karena memang pemuda itu selalu menolak ketika ada orang yang ingin menjodohkannya, sekalipun orang tersebut (yang menjodohkan) sudah akrab. Dan perjodohannya dengan Rima pun hampir ditolak olehnya jika tidak terpaksa. "Istrimu cantik sekali ya, mirip...selebriti Cinta Laura kiehl. Alisnya panjang dan lurus, rambutnya cokelat dengan postur badan yang ramping, dambaan banyak perempuan," "Semua perempuan itu cantik Angga, tanpa dilihat fisiknya sekalipun. Tidak ada yang ganteng," Antoni melahap bola ikan tuna yang terselip di antara menu ayam goreng dan nasi ramesnya yang ternyata sangat lezat, membuatnya menyuapkan makanan tersebut dua kali bersama nasi ke dalam mulutnya. "Awas tersedak, Bang!" Erlangga sedikit ngeri melihat gaya makan temannya barusan, begitu bersemangat sampai menurutnya terlihat seperti kesetanan. Tetapi antoni sedikit tidak peduli dan beberapa detik kemudian, barulah dia menyadari gaya makannya yang mungkin "berbahaya". "Maaf, hehe. Habisnya enak sih, bola..." Kata-kata Antoni terhenti karena Erlangga dengan sigap mencomot bola ikan yang tersisa dua biji di atas piringnya. Dia berdecak melihat kelakuan temannya tersebut. "Ini ya? Iya enak!" Seru Erlangga, mengabaikan wajah merajuk Antoni. Lalu Antoni malah "menyerang balik" ikan bakar di atas piring milik Erlangga. "Apa-apaan ini?!" Dan mereka malah saling menyerang makanan satu sama lain, yang membuat beberapa pengunjung restoran menoleh dan membuat beberapa rekan kerja mereka yang lain tertawa geli melihat kelakuan seperti anak kecil itu, yang sebenarnya sudah sering dilakukan kedua lelaki itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN