Menyebalkan

1055 Kata
Detik berikutnya, Antoni sudah mematikan televisi karena sudah tahu siapa yang datang, dari suara mobilnya, itu adalah ibu mertuanya. Lalu Antoni berjalan ke ruang tamu, bergabung dengan Rayhan dan Rima. "Kalian harus bersiap kena caci maki, termasuk aku juga pasti kena," ujar Antoni, pada Rayhan dan Rima, dengan nada serius. Rayhan hanya mendesah kesal, juga Rima, dia terlihat tegang. Rima mengatur posisinya dari Rayhan, agar tidak terlalu dekat. Sementara di luar, bu Ana yang sudah mengenali mobil Rayhan yang terparkir pada halaman rumah, sudah naik pitam sejak pertama kali melihatnya. Dengan cepat, dia berjalan ke arah pintu, dan membukanya dengan kasar, tanpa mengingat untuk mengetuk lebih dulu. Begitu dilihatnya Rayhan berdiri bersama Rima dan Antoni, tatapannya menjadi tajam kepada mereka bertiga. "Kenapa kalian tegang? Kaget aku datang?" Ujarnya dengan nada penuh penekanan dan amarah yang siap meledak. Tidak ada satupun di antara mereka yang menatap pada wajah bu Ana secara langsung, mereka hanya memandang ke arah lantai. Bahkan Antoni pun hanya menatap meja di depan mereka. "Jawab! Kenapa kau izinkan dia datang ke sini, Rima?!" Bu Ana menunjuk pada Rayhan, yang berdiri di sebelah kanan Rima. Rima sendiri, merasa sangat gemetar, dia terbata-bata hendak membuka mulutnya untuk menjawab, sebelum bu Ana kembali berkata pada Rayhan. "Kau tidak perlu datang ke sini, nak. Rima sudah menikah dengan laki-laki yang berani meminangnya, dibanding denganmu yang hanya bisa mengajaknya bermain-main di belakang. Dia bisa menjaga puteriku dibanding dirimu." Jelas Rayhan sangat terbakar telinganya ketika mendengar ucapan tersebut, karena berbanding terbalik dengan fakta. Dia mengeraskan rahangnya, dan satu tangannya mengepal. "Bukan salahku. Tapi ibu-lah yang tidak pernah memberi izin padaku untuk meminang Rima." Jawab Rayhan, menatap bu Ana dengan hati yang dongkol, lalu pergi ke arah pintu, dan dengan kasar menyetir mobilnya untuk meninggalkan rumah mereka. Antoni terperangah mendengar ucapan Rayhan barusan. Apa maksudnya? Tetapi sebelum dia menanyakan keheranannya tersebut, bu Ana sudah menegurnya, "Kenapa kau izinkan dia masuk, Toni? Dia itu pengganggu!" Ujarnya, seraya menjatuhkan diri ke sofa rumah yang lembut dan empuk, lalu menarik napas perlahan. Rima ikut duduk di sofa, sementara Antoni mengambilkan air minum beserta tekonya untuk ibu mertuanya tersebut, lalu ikut duduk bersama mereka. "Rayhan tidak seburuk yang kau kira, bu..." Rima tak mau kalah, dia tetap membela Rayhan beberapa menit kemudian. "Kau tidak tahu tentang dia, Rima! Kau telah dibutakan oleh cinta! Ingat Rima, kau itu sudah menikah dengan laki-laki yang baik." Bu Ana sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran puterinya yang masih saja menaruh perasaan pada Rayhan, yang jelas-jelas bukan dari keluarga baik. Dia tahu persis siapa keluarga Rayhan, yang menurutnya tidak baik untuk Rima. Tetapi ucapan "lelaki baik" yang dilontarkan bu Ana tadi, justru membuat Antoni sedikit tidak enak saat mendengarnya, dia merasa tidak pantas disebut orang baik. "Jawab Toni, kenapa kau izinkan anak itu masuk?" Bu Ana masih mengingat pertanyaan yang belum dijawab oleh Antoni beberapa menit lalu. Antoni berdehem pelan, bersiap untuk menjawab pertanyaan ibu mertuanya. "Dia hanya datang untuk mengucapkan selamat pada aku dan Rima, bu. Juga salam perpisahan untuk Rima," katanya, dengan berbohong tentunya. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya terjadi, bahwa hubungannya dengan Rima sangat buruk, dan bahwa Rima masih berpacaran dengan Rayhan. Itu bisa jadi malapetaka besar. Rima pun tidak menyangka ketika mendengar penjelasan Antoni barusan, pada ibunya. Karena dia mengira bahwa kesabaran Antoni telah habis dan suaminya itu telah bersiap untuk melaporkan kelakuannya pada ibunya sendiri. Tetapi ternyata tidak, Antoni masih bisa diajak berkompromi. Syukurlah, dia merasa lega. Sementara bu Ana hanya mengangguk samar dan menarik napas, atas kejadian ini. "Ibu tidak suka pada anak itu, bapak juga. Kalian belum tahu betul tentang keluarganya, apalagi kau, Toni," Dari jawaban tersebut jelas, bahwa Antoni tidak perlu lagi bertanya tentang keheranannya pada pernyataan Rayhan tadi, bahwa bu Ana tidak mengizinkan Rima dinikahi oleh pemuda itu. Rima hanya terdiam tanpa mengatakan apapun. "Ibu takut jika berdekatan dengan anak itu," sambung bu Ana lagi. Membuat Antoni tertarik untuk mendengarkan dengan khidmat, begitu juga dengan Rima, meskipun dia sedang jengkel. "Keluarganya memiliki masalah dengan bapak, sudah sejak lama. Dan kalaupun Rima menikah dengan Rayhan, keluarganya pasti tidak akan setuju. Itulah sebabnya ibu lebih setuju Rima menikah dengan kau, Toni. Karena nantinya akan bermasalah jika kami merestui Rima dan Rayhan," Tetapi Antoni justru penasaran tentang masalah apa yang ada di antara keluarga Rima dan keluarga Rayhan, meskipun dia segan untuk menanyakannya. "Tapi, bu..." ujarnya, terhenti tiba-tiba, "Kenapa Toni?" "Rima itu menyebalkan," Dia berkata jujur, tidak berpikir apakah bu Ana akan curiga dengan ucapannya tersebut, tentang hubungan pernikahannya sekarang atau tidak. Lantas, Rima mendelik ke arahnya, saat pandangan mereka beradu. Bu Ana hanya tertawa kecil mendengar pernyataan Antoni tersebut, "Ibu tahu, tetapi lama-lama juga pasti kalian akan saling menyukai. Pegang ucapan ibu jika salah," Rima bergidik samar mendengar kalimat yang diucapkan ibunya itu. Mana mungkin dia akan jatuh cinta pada koki bawel yang menyebalkan itu? Sementara dia tahu, hatinya begitu mencintai Rayhan. Hanya ada Rayhan di dalamnya. Bukan makhluk menyebalkan semacam lelaki bernama Antoni Wijaya itu. "Cubit saja jika dia menyebalkan, Toni. Atau kau bisa membawanya ke kamar, lalu..." bu Ana tidak meneruskan ucapannya dan malah tertawa lebar. "Apaan sih, bu!" Sergah Rima dengan wajah cemberut. Dia tidak suka mendengar ibunya bercanda seperti demikian, sangat mengganggu di telinganya. Sementara Antoni hanya mengikuti bu Ana yang tertawa, dengan senyuman samar. Padahal dalam batinnya dia merasa agak miris, jika mengingat bagaimana hubungannya dengan puteri sulung bu Ana tersebut. Jangankan bermesraan, berbicara saja mereka sudah seperti akan berperang. Tak terhitung betapa seringnya mereka beradu mulut dan membuat rumah berisik, mungkin para tetangga juga ada yang sering mendengar teriakan mereka itu. Saling acuh, dan bertengkar, sudah seperti anjing dan kucing yang menjadi musuh bebuyutan. Apalagi, baik Antoni maupun Rima, tidak memiliki perasaan satu sama lain, mungkin belum, bisa juga tidak akan pernah. Bu Ana pamit setelah sore hari, menyisakan Rima dan Antoni yang segera masuk ke kamar masing-masing. Rima merasa sangat bersalah pada Rayhan saat ini, atas kejadian tadi. Apalagi, ibunya menyinggung tentang keluarga Rayhan, di depan Antoni pula. Jelas itu membuat Rayhan malu dan merasa Rayhan telah dipermalukan. "Arrrgh!" Dia melempar bantal ke lantai dengan resahnya. Betapa hidupnya rumit saat ini, setelah menikah dengan Antoni yang merupakan orang asing baginya. Lalu dia memutuskan untuk pergi keluar, mencari ketenangan atau hiburan, tanpa sepengetahuan dan izin Antoni tentunya. Toh, dia memang tidak memerlukan izin dari Antoni.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN