Rima bodoh

1202 Kata
Antoni yang terbangun pada pukul 19.05 malam pun, merasa kesal ketika menyadari Rima pergi keluar tanpa bilang kepadanya. Tetapi dia ingat, bahwa selama ini, gadis itu memang jarang izin jika pergi keluar. Sepertinya memang dia tidak peduli tentang apakah Antoni akan mengizinkannya pergi atau tidak. Antoni mengusap wajah, mencoba menenangkan diri, lalu dia ingat bahwa dia belum menunaikan ibadah shalat magrib dan isya, karena tertidur setelah ibu mertuanya pamit pulang dari rumahnya. Segera dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menunaikan kewajibannya, yang hanya butuh waktu beberapa menit saja. Setelah itu, dia baru merasa lebih tenang, lalu selanjutnya dia menghubungi Rima lewat pesan instan, menanyakan di mana gadis itu sekarang. Sambil menunggu balasan pesan, dia membuka-buka buku resep masakan yang diterimanya dari Erlangga hari rabu lalu. Dia senang ketika menemukan resep yang menarik di buku yang dia baca, untuk kemudian dipraktikkannya di dapur. Berpetualang dengan resep dan bahan makanan adalah salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidupnya. Rima hanya memutar bola mata dengan malas ketika muncul notifikasi pesan yang ternyata setelah dilihat, itu adalah pesan dari Antoni. -kau di mana? Sudah malam, besok kau berangkat kerja lagi, nanti kelelahan. Dia ingin mengabaikan dan tidak ingin membalasnya, tetapi nanti Antoni yang bawel malah akan terus mengirim pesan, lalu menelponnya. Jadi dia hanya membalasnya singkat saja. -aku segera pulang, cerewet! Tidak usah menungguku! "Siapa, Rima?" Ujar salah satu temannya yang sedang ikut berkumpul dengan Rima, di klub malam dekat alun-alun kota. Lalu yang lainnya tertawa pelan, sebelum Rima menjawab, "Jika melihat ekspresi wajahnya, pasti dia dapat pesan dari suaminya," Ujar perempuan yang satunya, karena melihat gelagat Rima yang sebal saat memeriksa pesan, dan mereka adalah beberapa dari kawan dekat Rima. "Benarkah? Tapi dia tidak berbeda jauh dengan Rayhan..." "Hanya saja, Rayhan itu keren, sedangkan suami Rima sweet menurutku," "Mungkin karena lebih muda dari Rima," "Yes. Mungkin juga, aku pernah melihatnya di hari pernikahan Rima," "Kenapa kau tidak memberikannya pada orang lain jika tidak suka? Padaku misalnya?" Celetuk salah satu di antara mereka, sambil tertawa kecil. "Aduh! Kalian diamlah. Aku sedang kesal, tahu!" Rima lalu meneguk satu gelas bir di meja yang ada di depannya, rasanya pikirannya sedang kacau sekali, gara-gara kejadian tadi sore, Rayhan jadi enggan untuk dihubungi olehnya, untuk beberapa saat. "Wow, tumben aku bertemu nona Rima si supermodel, di klub malam ini," Suara seorang perempuan yang begitu familiar di telinga Rima, terdengar dari arah kanan tempat dia berdiri. Rima dan dua temannya menoleh pada perempuan yang berbicara tadi, dengan nada malas, karena orang yang berbicara tadi adalah orang yang sama sekali tidak disukainya, bahkan melebih rasa tidaksukanya pada Antoni. Kedua teman Rima juga tampak tak suka dengan orang tersebut. "Memangnya kenapa? Ini bukan klub milik nenek moyangmu, kan?" Rima dengan santai meneguk birnya seraya menghadapkan wajahnya ke depan perempuan itu. Jadi, dia minum tepat di depan wajah perempuan tadi. Membuat perempuan tersebut harus menggeser jarak karena jarak Rima dan dirinya terlalu dekat. Sedangkan Rima sengaja berbuat demikian. Hubungannya dengan perempuan itu memang sangatlah tidak baik, di mana Rima sering bertengkar meskipun dulu mereka berada dalam satu agensi permodelan yang sama. Dan karena suatu pertengkaran tersebutlah, Rima dan dia seolah menjadi musuh, seperti saingan. "Kenapa kau berada di sini, gadis urakan? Bukankah kau besok harus pergi bekerja lagi? Kenapa kau tidak bekerja dengan totalitas? Bukankah kau beruntung sudah mendapat kontrak itu, setelah merebutnya dariku?" Kata perempuan itu, dengan penuh rasa sebal terhadap Rima, matanya menatap tajam dengan sorot penuh kebencian. "Kau iri padaku?" Rima menyunggingkan senyum dengan sinis, "Jika kau iri, akui saja, sayang," Ucapan Rima tersebut ternyata membuat hati perempuan itu terbakar, dengan sigap dia meraih gelas berisi alkohol di belakang Kedua teman Rima, dan menyiramkannya pada wajah gadis itu. Sontak orang-orang yang melihat adegan tersebut, langsung terdiam karena kaget. "Tutup mulutmu jalang!" Ujar si perempuan, setengah berteriak. Para pengunjung lain berbisik-bisik dan beberapa petugas klub menghampiri mereka. Dan adegan tersebut malah menjadi tontonan, beberapa orang bersiap untuk melerai jika terjadi hal yang lebih parah. Rima terlihat mengusap wajahnya yang basah karena alkohol, lalu dia berkata, "Jalang? Siapa sebenarnya yang pantas disebut jalang? Kau atau aku? Pecundang?" Plakk! Rima menampar wajah perempuan itu dengan cukup keras, dan sontak saja, orang yang ditampar merasa tidak terima, lalu selanjutnya dia menjambak rambut Rima, sehingga perkelahian di antara keduanya tidak bisa terhindarkan. Beberapa orang langsung mencoba melerai mereka. Sementara di rumah, Antoni mendesah kesal, karena dia sudah berkali-kali melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 20.57 malam, sementara Rima belum juga menampakkan batang hidungnya. Dicobanya untuk menelepon istrinya tersebut, tetapi tidak ada jawaban. Sial! Batinnya, seraya melempar majalah ke dekat televisi. Rima membuatnya kesal. Bukan karena apa-apa, masalahnya adalah bu Ana telah meminta Antoni untuk menjaga Rima lebih ketat sejak Rayhan datang ke rumah mereka kemarin. Dan Antoni justru merasa "dituntut" oleh mertuanya itu, karena jika dia tidak bisa menjaga Rima, dia pasti kena marah nantinya. Ini beban juga bagi Antoni, apalagi, Rima itu orang yang cukup keras kepala dan egois. Jadi tidak mudah melakukan tugasnya tersebut. Lalu dia terduduk lagi di sofa, mencoba menunggu lagi dengan sabar. Tak lama, beberapa menit kemudian, terdengar suara klakson mobil di depan rumah, membuat Antoni segera berlari ke arah pintu dan membuka gerbang. Ternyata ada dua mobil yang masuk, mobil milik Rima dan satu lagi entah milik siapa, Antoni tidak pernah melihatnya. Setelah mobil itu terparkir, para pengemudi yang merupakan dua teman Rima yang tadi klub malam bersamanya pun, segera turun. Namun, Antoni cukup kaget ketika melihat Rima yang harus dipapah saat berjalan. Kedua temannya meminta Antoni untuk membantu memapah gadis itu dan Antoni memilih untuk menggendong Rima yang setengah sadar, ke dalam rumah, lalu menurunkannya di sofa ruang tamu yang berukuran cukup besar. Lalu Antoni juga membukakan sepatu yang dipakai Rima dan mengambilkan bantal untuk kemudian dipasangkannya di belakang kepala Rima, agar posisi gadis itu lebih nyaman. "Maaf, apa dia berkelahi?" Ujar Antoni, dengan nada suara tenang dan berusaha untuk bertanya dengan ramah pada kedua teman Rima di depannya. Salah satu dari mereka mengangguk, "Benar. Tetapi bukan Rima yang memulai duluan, tapi orang yang berkelahi dengannya. Dia terkena cakar tadi," Antoni mengusap wajah seraya menghela napas, "Baiklah, terima kasih banyak ya. Maaf merepotkan kalian." Ujarnya. Lalu beberapa menit kemudian, kedua gadis itu izin pamit untuk pulang, kepada Antoni. Terdengar erangan dari mulut Rima yang membuat Antoni segera mengambil kotak P3K. Dia menuangkan cairan anti-septik ke dalam semangkuk air, untuk membersihkan beberapa luka cakar yang disertai bercak darah, yang terlihat di wajah Rima. Dengan hati-hati, dia menempelkan kapas pada luka tersebut untuk dibersihkan. Rima yang setengah sadar pun, meringis karena wajahnya terasa perih. Membuat Antoni lebih memelankan gerakan tangannya saat membersihkan luka istrinya itu. "Sakit! Aduh, kau kasar sekali!" Ujar Rima, disertai dengan ringisan. "Diamlah. Ini salahmu sendiri, kan?" Antoni segera menutup luka di wajah Rima dengan plester kain, lalu dia membawanya ke kamar, meskipun Rima mengerang pelan, menolak untuk digendong. Lalu dia segera memasangkan selimut untuk Rima, agar gadis itu beristirahat. Dipandanginya sejenak wajah Rima yang sudah terpejam. Gadis yang menyebalkan. Batinnya. Dengan helaan napas, lalu dia melangkah keluar dari kamar itu, untuk beristirahat juga. Dia cukup merasa tenang sekarang, karena Rima sudah pulang, walaupun dalam keadaan yang kacau, setidaknya sudah terlihat di depan matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN