Pacar Rima

1038 Kata
Antoni merasa rumah terlalu sepi ketika Rima jarang pulang selama beberapa minggu ini, dan dia juga kadang menyesal ketika memasak makanan di rumah, pasti terbuang, karena tidak ada istrinya yang ikut memakan. Karena Rima adalah orang yang sangat anti dalam hal membuang-buang makanan, jadi dia selalu menghabiskan makanan yang tersedia di rumah, hingga tidak tersisa, meskipun tubuhnya tetap terlihat sangat ramping. Rima hanya pulang tiga kali saja dalam satu minggu, tidak lebih, padahal awalnya Antoni merasa akan nyaman berada sendirian di rumah. Tidak ocehan dan omelan dari mulut gadis yang cerewet itu, tidak ada perang adu mulut ataupun orang yang berteriak. Memang benar, rumah menjadi tidak berisik, tetapi rasa sunyi juga membuat rumah terasa tidak nyaman. Tetapi melarang Rima untuk menginap di tempat kerjanya, adalah hal yang juga tidak mungkin dilakukannya, dan tidak akan bisa, karena dia sudah bisa menebak bagaimana reaksi Rima. Antoni sempat berpikir untuk mengajak teman-temannya menginap di rumah, tetapi dia ragu, karena takut ada hal yang tidak diinginkan terjadi, misalnya kehilangan barang. Bukannya dia curiga dan berniat menyangka hal yang buruk, tetapi dia hanya berniat untuk waspada. Apalagi, Rima mempercayakan rumah mereka padanya, jadi dia harus bisa menjaga tanggung jawab tersebut. "Kenapa tidak pulang setiap hari saja, sih?" Antoni protes ketika Rima pulang ke rumah pada hari minggu, dia berani mengatakannya dengan santai dan cuek, karena kalimat tersebut hanya kata-kata iseng. "Aku sibuk! Capek kalau pulang setiap hari. Lagipula kau kan laki-laki, tidak akan takut jika kutinggal sendirian." Rima yang sedang sibuk menuangkan yogurt ke dalam gelas pun, melirik pada Antoni yang sedang memakan salad di atas meja makan, karena heran dengan kalimat protes suaminya barusan. Padahal, ketika pertama kali dia berangkat, Antoni tersenyum dengan ekspresi senang di wajah, karena dia akan jarang berada di rumah. Dan sekarang malah protes? Dia sedikit merasa kebingungan. "Jangan bilang kau..." Rima tidak meneruskan ucapannya, karena menyadari dia baru saja akan mengatakan hal yang bakal membuat dirinya malu. "Apa?" Rupanya Antoni terlanjur sudah mendengar. "Kau penakut," Rima berbohong, dia sengaja membelokkan ucapannya. Antoni mendengus sebal, "Enak saja. Kalau penakut, aku tidak akan mau tinggal sendirian di sini." Ujarnya. Disusul dengan tawa dari Rima. "Lalu untuk apa kau ingin aku pulang setiap hari?" "Sepi." Ujar Antoni dengan jujur. Karena memang kenyataannya begitu, sesuai dengan yang diucapkannya. Dan dia tidak tahu bahwa ucapannya tersebut membuat Rima tertegun, karena menyangka hal lain. Namun, baru saja Rima akan menimpali, Antoni sudah berbicara lebih dulu, "Rumah seperti rumah hantu. Biasanya suara teriakanmu yang seperti speaker masjid terdengar di sini," Rima mendelik dan menoleh pada Antoni, setelah mendengar ucapan pemuda itu barusan. Dan sebelum Rima mengamuk, Antoni sudah berlari keluar dari dapur. "Kau tidak mencuci mangkuk bekas saladmu!" Teriak Rima. Sementara Antoni dengan santainya melangkah ke halaman depan rumah, mengabaikan teriakan Rima yang begitu nyaring tersebut. Dia bersiap mengambil selang air untuk mencuci sepeda motor kesayangannya yang dipakai untuk pergi bekerja setiap enam hari dalam satu minggu. Tetapi ketika dia sedang asyik mengguyur motornya dengan air, tiba-tiba saja terdengar suara klakson mobil yang membuatnya terpaksa harus menoleh. Dia mengerutkan dahi, melihat mobil warna silver tidak dikenal tersebut, seolah ingin segera diberi izin untuk masuk. Antoni pun menjeda kegiatannya dan segera membuka pintu gerbang untuk mobil asing tersebut. Lalu mobil itu melenggang masuk ke halaman rumah dan tak lama setelah itu, seorang pria turun dari mobil tersebut. Usianya mungkin satu atau dua tahun lebih tua dari Antoni, dan tingginya pun seperti setara, dia berpakaian rapi plus dengan kacamata hitam. Selanjutnya dia melangkah ke arah Antoni seraya membuka kacamata hitamnya itu, "Selamat siang, tuan Antoni Wijaya. Apa Rima ada di dalam? Oh iya, perkenalkan, aku Rayhan, kekasihnya Rima," dia mengulurkan tangan. Tetapi Antoni tidak menyambutnya setelah mendengar kalimat akhir yang dikatakan oleh Rayhan. Dia justru langsung mendengus dengan sebal, "Mau apa kau ke sini?" Ujarnya tanpa basa basi, membuat Rayhan melebarkan mata mendengar ucapan tersebut. "Wow, kau cukup galak ya, tidak kusangka, Bung," Antoni tidak menimpalinya lagi dan malah mengabaikannya, untuk kembali melanjutkan aktivitas mencuci motornya tadi. Tetapi Rayhan justru mengikutinya, berjalan ke dekatnya, "Apa aku boleh masuk?" "Silahkan kalau kau tidak malu," jawab Antoni dengan nada datar namun penuh dengan sarkasme. Rayhan hanya mendecak sambil menggedikkan bahu, lalu berjalan ke arah tangga rumah dan dia menekan bel dua kali. Antoni merasa sangat sebal saat itu, berani sekali orang itu datang ke rumah orang yang sudah menikah? Dasar tak tahu malu! Apalagi ketika Rima muncul dari balik pintu dan dengan raut yang begitu bahagia memeluk Rayhan, membuat hati Antoni terbakar. Ingin sekali dia melempar sesuatu ke arah dua orang tersebut. Bom misalnya. Tetapi jika rumah ini meledak, dia juga akan ikut mati dong? Setelah usai mencuci sepeda motornya, Antoni langsung masuk ke dalam rumah, dan dia memang sengaja mempercepat kegiatannya, untuk memeriksa Rima dan Rayhan di dalam, takut kalau-kalau mereka melakukan hal yang tidak diinginkan atau kelewat batas, mungkin, bisa saja kan? Tetapi Rima dan Rayhan hanya sedang mengobrol di ruang tamu, bercengkrama dengan akrab seperti jarang bertemu, dan pemandangan tersebut membuat Antoni semakin sebal dan agak terbakar matanya. Dia berjalan dengan langkah kasar dan gelagat sebal, ketika melewati mereka di ruangan tersebut. Rima hanya memutar bola matanya menyaksikan tingkah pemuda itu, dan Rayhan tampak berbisik-bisik pada Rima. Antoni ingin sekali berbalik dan memarahi mereka, tetapi dia berusaha menahan dirinya dan tetap diam di ruang tengah sambil menyalakan televisi, menonton acara berita ditemani dengan snack kentang goreng. Dan dia sengaja meningkatan volume suara televisi, agar obrolan Rayhan dan Rima yang menurutnya sangat menyebalkan tersebut, tidak terdengar. "Dia galak juga ya? Tidak kusangka lho!" Ujar Rayhan, mengingat wajah ketus Antoni yang cemberut tadi, yang tidak ramah sama sekali. Dan Rima justru menanggapinya dengan santai, "Sok galak, padahal biasa saja dia itu. Aku tahu kok," jawab Rima seraya mendengus sebal. "Tadi ketika kusapa, dia malah marah padaku," "Karena kau adalah pacarku, tentu dia sebal kan? Wajar? Coba kalau kau adalah temanku, mungkin dia tidak akan marah ataupun bersikap galak." "Jadi, dia cem..." Rayhan tidak meneruskan kata-katanya, karena suara klakson mobil terdengar jelas dari halaman depan sana. Bahkan Rima pun sampai terperangah mendengar suara klakson tersebut. Masalahnya adalah, klakson mobil tersebut begitu familiar dan tidak asing, baik di telinga Rayhan maupun Rima. Bahkan Antoni pun ikut mendengarkan, dia mengecilkan volume televisi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN