Pengganggu?

1079 Kata
Antoni memutuskan untuk pulang pada pukul 21.00 bahkan lebih, ketika restoran tempatnya bekerja hampir tutup, karena dia sudah berpikir bahwa di rumah pasti sepi tidak ada siapapun, sementara Rima pergi bekerja dan sudah pasti tidak akan pulang beberapa hari. Ya, lebih baik seperti itu baginya, menghabiskan waktu di tempat kerja juga merupakan hal yang cukup menyenangkan. Apalagi, itu merupakan tempat favoritnya. Barulah pada pukul 21.41, Antoni sampai di rumahnya. Tetapi, dia sedikit merasa heran ketika melihat rumah yang terang benderang oleh lampu-lampu yang telah dinyalakan. Apakah Rima tidak bekerja? Buru-buru dia memarkirkan sepeda motornya di teras rumah dan segera masuk rumah, yang ternyata pintunya tidak terkunci. Perlahan, dia mendorong pintu dan masuk, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tepat di depan kamar Rima, dia berhenti. Lalu mengetuk-ngetuk seraya memanggil nama istrinya. Tetapi belum ada jawaban setelah satu menit dia di depan pintu tersebut. "Jangan ganggu aku!" Terdengar suara Rima setelah itu. Nadanya gusar dan penuh kekesalan. "Rima, kau baik-baik saja? Aku ingin melihatmu! Aku mencemaskanmu seharian!" Ujar Antoni, dengan nada tinggi pula, meskipun dia tidak begitu ingin marah. "Sudah kubilang jangan menggangguku! Pergi!" Teriak Rima dengan kencangnya. Tak disangka, hal tersebut justru membuat Antoni hampir naik pitam. Lantas, dia mengusap wajah, untuk menyingkirkan segala kekesalan yang mulai menghinggapi pikirannya. Kemudian dia memilih untuk pergi ke kamar mandi, membersihkan diri. Pikirannya sedang tidak tenang sekarang, lelah dan seluruh tubuh terasa begitu gerah. Biasanya guyuran air yang dingin dan menyegarkan bisa lebih menenangkan pikirannya. Sementara itu, Rima bangkit dari tempat tidurnya, untuk memunguti beberapa barang yang tadi dia lemparkan ke lantai, sebagai pelampiasan kekesalannya hari ini. Karena hari ini adalah hari yang begitu mengecewakan bagi dirinya, kesialan menimpanya dengan cara yang cukup menyakitkan. Rima telah dipecat dari agensi yang menaunginya, akibat insiden datang terlambat kerja pada hari ini, juga luka di wajahnya, ikut andil dalam keputusan atasannya, untuk memecat gadis itu. Kontrak kerja juga dihanguskan, belum lagi kabar miring yang akan berseliweran, terkait luka di wajahnya. Sialan! Kenapa hidupku jadi seperti ini? Batinnya, seraya mengacak rambut yang sudah berantakan sedari tadi. Hari ini dia merasa sangat frustasi dan kalah, karirnya sedang jatuh. Lalu dia beringsut ke arah cermin besar yang berada di meja rias, dipandanginya wajah yang terpantul, menyororoti luka-luka yang tertutup plester kain di bebeberapa area pipi. Dia sungguh menyesali pergi ke klib saat malam itu, jika akhirnya akan jadi seperti ini. Seharusnya aku tidak pergi, seharus aku tidur! Andai saja pikiranku sedang tidak kalut waktu itu! Andai saja ibu tidak bertengkar dengan Rayhan! Andai aku tidak memiliki suami sekarang! Semuanya menjadi kacau setelah aku menikah! Sesalnya dengan geram. Rasanya dia ingin menghajar kaca di depannya sekarang, karena saking kesal dan frustasinya dia. Lalu terdengar suara ketukan pintu di luar kamar. Dengan malas, dia beranjak ke arah tersebut. Ketika pintu dibuka, tampak Antoni berdiri di sana. "Kau sudah makan? Apa kau tidak bekerja hari ini?" Ujar Antoni dengan wajah datar namun nada bicaranya tampak ramah. Rupanya dia telah menjadi lebih tenang setelah tadi sempat hampir emosi pada Rima. Tetapi sebaliknya, Rima yang sedang justru sekarang sedang emosi pun, malah menatapnya dengan jengkel. "Sudah kubilang, kau tidak perlu perhatian padaku. Lagipula aku tidak ingin makan sekarang, aku hanya ingin mati!" Sergahnya, seraya memalingkan muka dan menghela napas kesal. Antoni mengernyitkan dahi, menatap tidak mengerti pada wanita di depannya. "Itu tidak mungkin Rima. Ibu sudah menitipkanmu padaku, dan itu artinya aku harus bertanggungjawab. Memangnya apa yang terjadi padamu?" Antoni berusaha menahan amarah yang kembali membakar dirinya. Baru beberapa menit dia merasa lebih tenang, sekarang sudah akan meledak lagi. Entah mengapa, begitu sulit bagi dia untuk tidak emosi saat berhadapan dengan Rima. "Kau tahu tidak? Sejak aku menikah denganmu, hidupku menjadi begitu rumit dan kacau! Kau membuat hidupku hancur, Antoni! Sekarang aku dipecat dari agensiku, akibat insiden kemarin, dan itu tidak terjadi jika aku tidak menikahimu! Rayhan tidak perlu marah padaku, dan membuatku kehilangan kendali diri!" "Kenapa kau harus masuk ke dalam kehidupanku, Antoni?!" "Apa? Jadi kau menyalahkanku?! Kau pikir semua masalahmu karena aku?!" Antoni sudah tidak mampu menahan emosinya lagi sekarang, amarahnya sudah tersulut dan meledak setelah mendengar kata-kata Rima barusan. "Ya! Karena kehadiranmu di hidupku, menjadi halangan bagiku, juga hubunganku dengan Rayhan!" Setelah itu, Rima menutup pintu dengan kasar, meskipun Antoni masih berdiri di depan sana. Dia sudah benar-benar dongkol dan frustasi atas apa yang terjadi padanya hari ini. Kehidupannya yang rumit, karirnya yang jatuh, juga hubungannya dengan Rayhan yang entah bisa bertahan atau tidak. Tadi sore, dia mendapat pesan dari Rayhan, tentang hubungan mereka. Rayhan mengajukan agar hubungan mereka diakhiri saja, karena dia mengatakan sudah terlalu sering merasa sakit hati oleh ibu Rima. Tentu Rima enggan untuk mengabulkan permintaan tersebut, karena dia belum rela untuk kehilangan Rayhan, orang yang telah bertahun-tahun menjalin hubungan dan menghabiskan waktu bersamanya. Justru yang dia inginkan adalah menyingkirkan Antoni yang menjadi suaminya sàat ini, bukan Rayhan yang sangat dicintainya. "Aarrgh!" Rima melompat dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Kepalanya terasa berat. Pikirannya begitu kalut, dia merasa ingin mati saja sekarang juga. *** Antoni sendiri sedang merasa dongkol pada Rima saat ini, akibat perkataan gadis itu tadi. Bisa-bisanya dia mengatai dia orang yang membuat hidupnya hancur. Terkadang, dia tidak mengerti dengan jalan pikiran Rima yang menurutnya kurang dewasa, dia merasa Rima begitu egois. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tanpa memikirkan bagaimana perasaan ibunya, setidaknya begitu. Padahal Antoni sendiri sudah rela menikah dengan dia demi bu Ana yang begitu baik terhadapnya, malah gadis itu yang bersikap sebaliknya. Apakah Rima merasa bahwa pernikahan ini hanya membebankan dirinya seorang? Kenapa pula aku harus menikah dengan perempuan menyebalkan semacam dia? Sial! Jika sedang dalam kondisi seperti ini, terkadang ada rasa penyesalan yang muncul di hati Antoni, mengingat pernikahannya yang begitu kacau lagi palsu ini. Jika tidak ingat kepada bu Ana, rasanya dia sudah ingin menyerah saja. Dia ingin mengajukan cerai saja dari pernikahannya ini, dan membongkar yang sebenarnya terjadi di antara dia dan istrinya, agar dia bisa hidup lebih tenang. Lepas dari semua kepalsuan yang terasa membelenggu diri. Bugh! Antoni memukul tembok di dekat tempat tidurnya dengan kasar, sehingga meninggalkan bekas kemerahan pada punggung jari tangannya. Dia terduduk di tempat tidur, menghembuskan napas dengan sebal. Tetapi perlahan, dia merenungi dan mencerna kembali tuduhan Rima tadi. Setelah dipikir-pikir, mungkin ada benarnya juga. Saat Rima bilang bahwa Antoni adalah penganggu di kehidupan gadis itu, juga penghalang hubungannya dengan Rayhan. Antoni merasa bersalah sekarang, karena telah merusak hubungan orang lain. Tetapi, dia juga tidak mungkin menolak permintaan bu Ana. Sungguh hidup yang rumit. Keluh Antoni.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN