Dia cuek?

1104 Kata
Rayhan merasa sudah lama sekali tidak berbicara dengan Rima, walaupun kenyataannya mereka hilang komunikasi baru dua hari. Tetapi, dia sangat merindukan Rima sekarang, sehari saja tidak berbicara dengan gadis pujaannya itu, dunianya terasa sunyi. Sebenarnya, tidak seharusnya dia marah pada Rima, karena gadis itu tidak punya salah apapun padanya. Sebenarnya Rayhan kecewa pada bu Ana, karena tidak pernah merestui hubungannya dengan Rima. Apalagi tentang perkataan bu Ana dua hari yang lalu, yang sangat berbanding terbalik dengan kenyataan. Sejak satu tahun yang lalu, Rayhan ingin melamar Rima, karena dia sangat ingin hidup bersama gadis itu. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaaannya yang mendalam terhadap Rima, kecuali dirinya sendiri. Tetapi kenyataan pahit yang harus diterimanya adalah, bahwa bu Ana tidak pernah dan tidak akan pernah menyetujui hubungan mereka, apalagi jika sampai ke jenjang pernikahan. Bu Ana terlalu membencinya, sehingga hubungan Rima dan dia tidak sampai ke jenjang pernikahan, sekalipun Rima juga sangat mencintainya. Ada satu hal yang membuat bu Ana begitu membenci Rayhan dan keluarganya, yaitu hal yang terkait dengan masa lalu mereka. Hari itu, ketika Rayhan berusia enam tahun, ibunya mengajak dia pergi ke tempat kerja sang ayah, dengan menaiki mobil keluarga mereka. Saat itu Rayhan merasa sangat gembira dan bahagia, karena ini adalah pertama kalinya dia pergi ke sana. Tetapi, di perjalanan, kejadian tak terduga datang menghampiri. Ketika ibunda Rayhan hendak melajukan mobilnya setelah lampu merah usai, tanpa sengaja, mobil menyenggol badan seorang wanita yang berjalan di sampingnya, bersama seorang pria dan anak perempuan yang terlihat seumuran dengan Rayhan. Rupanya, senggolan tersebut cukup keras, hingga menyebabkan si wanita jatuh dan...pingsan. Rayhan ingat betul, bagaimana ekspresi ibunya saat peristiwa tersebut terjadi. Begitu panik. Juga ekspresi anak perempuan dari si wanita yang terjatuh, yang menangis berteriak-teriak. Singkat cerita, ibunda Rayhan bertanggungjawab dan membawa wanita itu ke rumah sakit dan keluarga mereka juga yang menanggung biaya pengobatannya. Ketika berada di rumah sakit dalam beberapa jam saja, Rayhan kecil terus memperhatikan pada ekspresi sang ibunda yang cemas, juga anak perempuan yang tak henti-hentinya menangis, yang kemudian dia mengenalinya sebagai Rima. Wanita yang menjadi korban tidak disengaja itu, ternyata sedang mengandung empat bulan. Dia memang selamat, tetapi tidak untuk kandungannya yang gugur dan harus dikeluarkan. Wanita tersebut syok bukan main, alhasil, dia pun menjadi marah dan menuntut ibunda Rayhan untuk dipenjara. Rayhan yang masih kecil, tentu tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi dengan keluarganya. Dia hanya terdiam melihat kejanggalan-kejanggalan yang terlihat di depan mata : ibunya yang tampak semakin panik, teriakan si korban wanita yang marah sekaligus menangis, juga kegaduhan-kegaduhan lainnya. Tetapi, dari semua itu, dia cukup mengerti bahwa ada hal yang kurang baik yang sedang terjadi. Dan Rayhan hanya bisa terdiam menyaksikan semuanya, sebelum akhirnya dia menangis saat melihat sang ibunda yang hendak pergi dari rumah bersama dua orang petugas negara di kanan-kiri, dengan lengan yang terikat tali besi. "Akh!" Rayhan mengacak rambutnya dengan kasar. Dia baru menyadari bahwa dirinya telah banyak melamun sejak pertengkaran dengan bu Ana pada sore itu. Dia telah berpakaian rapi dengan kemeja warna cokelat tua dan celana jeans biru-nya, untuk selanjutnya pergi ke tempat kerja. Lalu menyambar jaket di atas kursi kayu dan segera keluar dari apartemennya, untuk memulai aktivitas hari ini. Dia berpikir untuk menghubungi Rima pada jam makan siang, karena sudah sangat merindukan kekasihnya tersebut. Lupakan tentang bu Ana dan Antoni yang menyebalkan itu, dia hanya peduli pada Rima. *** Kemana dia? Rima memeriksa setiap sudut rumah, mencari keberadaan Antoni yang tidak biasanya belum terlihat bangun. Padahal, Rima sering mendengar suara di seluruh rumah saat pukul 6.00 pagi, sebagai pertanda bahwa Antoni telah bangun. Suara di ruang tengah, dapur, kamar mandi. Tetapi sekarang justru rumah tampak sepi. Lalu Rima mengetuk pintu kamar Antoni beberapa kali, yang ternyata kosong dan tidak terkunci. Karena penasaran, dia pun masuk ke dalamnya, melihat-lihat sejenak. Kamar itu tampak rapi dan minim barang, udaranya netral, tidak bau ataupun wangi. Juga tidak terlihat berantakan. Ternyata rajin apik juga dia Pikir Rima. Lalu dia keluar dari ruangan tersebut. "Sudahlah." Rima menjatuhkan dirinya ke atas sofa ruang tamu. Lagipula, bukan urusannya jika Antoni pergi kemana pun. Jadi, untuk apa dia harus mencari dan peduli? Sedetik kemudian, dia baru menyadari bahwa sandal Antoni yang biasa terpajang di rak khusus alas kaki, tidak ada. Dia ingat, itu adalah sandal yang biasa dikenakan Antoni ketika pergi bekerja. Lalu dia pergi ke garasi untuk memeriksa sepeda motor Antoni yang ternyata tidak ada. Tumben dia berangkat sangat pagi? Tetapi kemudian Rima menyadari sesuatu, mungkin Antoni sedang marah padanya akibat pertengkaran mereka semalam. Tapi, siapa peduli? Biarkan saja jika dia marah, itu bukan urusan bagi Rima. Daripada memikirkan tentang Antoni yang tidak ada gunanya, lebih baik dia pergi ke dapur untuk membuat sarapan, karena perutnya sudah protes minta diisi. Ketika dia membuka kulkas, di sana terlihat ada sepotong puding cokelat yang berukuran cukup besar. Pasti itu Antoni yang membuat, Rima tahu bahwa suaminya penyuka puding dan kawan-kawannya. Dia mencicipinya sepotong kecil dengan menggunakan sendok, dan rasanya seperti biasa, selalu menggugah selera, walaupun hanya olahan makanan biasa. Tetapi dia tidak ingin memuji pemuda itu sekarang, karena dia sedang sangat dongkol ditambah dengan Antoni yang menghilang pagi-pagi secara tiba-tiba. Aka n sangat merepotkan jika ibunya datang berkunjung secara tiba-tiba pula, lalu menanyakan dimana Antoni, tentu dia akan dicurigai lagi. Ah! Lelaki menyebalkan! Rima berdecak hampir tersedak puding. Dia melempat sendok ke lantai, kesal antara hampir tersedak dan karena apa yang dialaminya saat ini. *** Tetapi hari ini, Antoni cukup tidak fokus dengan pekerjaannya, seperti kemarin, tetapi tidak begitu parah. Lagipula, dia tidak akan membiarkan suasana hatinya yang hancur, mengganggunya dalam melakukan pekerjaan. Cukup satu kali saja dia merasakan kesal akibat tidak fokus bekerja, selanjutnya, dia berharap tidak akan pernah merasakannya lagi, karena sangat tidak mengenakan. Tetapi tentang peekataan istrinya tadi malam... Terasa cukup menusuk baginya dan tersinggung, mungkinkah karena dia merasa dengan kata "pengganggu" yang diucapkan Rima. Bagian tersebut memang sempat membuatnya merasa bersalah pula, pada Rima. Walaupun Antoni tidak ingin merasa seperti itu, tetapi hati dan perasaan cukup sangat sulit dikendalikan, pada kenyataannya. Ah, sepertinya ucapan Rima ada benarnya juga. Mengingat jika sekarang Rima banyak mengatakan bahwa dia menjadi sulit bertemu dengan pacarnya setelah menikah dengan orang asing pilihan ibunya, yaitu Antoni sendiri. Rima juga cukup merasa terkekang dengan keberadaan Antoni di dalam hidupnya. Tetapi jika mengingat bu Ana, perasaannya menjadi berbeda. Dia ingat bahwa keputusan mengabulkan permintaan bu Ana adalah untuk menolong bu Ana juga, sebagai salah satu bentuk ucapan rasa terima kasihnya pada jasa mertuanya tersebut. Di antara bu Ana dan Rima, tentu Antoni lebih memilih berada di pihak bu Ana. Apapun resikonya, karena bu Ana sangat baik padanya, juga sudah seperti orang tuanya pribadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN