I love you

1289 Kata
Hari ini Antoni merasa kecewa sekali dengan sikap Rima, sekaligus tersinggung dengan ucapan ketika malam tadi gadis itu megatai dirinya dengan kata "pengganggu". Rasanya, tidak ada gunanya bagi Antoni untuk peduli pada Rima yang sama sekali tidak menyukainya, bahkan gadis itu malah membencinya seperti musuh, walaupun tidak begitu parah. Dia memutuskan untuk tidak peduli lagi pada istrinya itu mengingat usahanya selama dua bulan untuk mencoba berbuat baik tetap saja sia-sia. Rima malah semakin tidak suka ketika Antoni menasihati ini dan itu kepadanya, karena dianggap sangat mengganggu juga melanggar peraturan yang telah mereka sepakati, yaitu agar tidak mencolek privasi masing-masing, walaupun sebenarnya Antoni tidak pernah setuju dengan peraturan yang dibuat tersebut. Itu hanya peraturan yang dibuat secara sepihak dan Rima-lah yang memaksa untuk dia menyetujui perturan gila itu. Masa bodoh-lah dengan gadis yang susah diatur, lebih baik dia mengurusi dirinya sendiri. Mulai hari itu, Antoni memutuskan untuk tidak terlalu mempedulikan istri palsunya tersebut, dia lebih memilih fokus dan mengutamakan urusannya sendiri. Pada sore hari sepulang kerja sekitar pukul 18.12, Antoni pergi bersama kedua teman dekatnya di tempat kerja yaitu Aisyah dan Erlangga. Mereka mengunjungi FoodFestival di daerah Jalan Warung Jambu, dimana terdapat banyak makanan khas daerah dari seluruh negeri yang dijajakan di acara tersebut. Mereka yang bekerja di bidang masak-memasak, tentu sangat antusias dengan acara yang diadakan satu kali dalam satu tahun itu. Ketiganya asyik mencicipi beberapa menu yang belum pernah mereka temui. Bahkan Erlangga sampai mencicipi enam jenis makanan sekaligus, mulai dari yang berbentuk camilan kering, kue basah, sup, makanan manis dan makanan yang dipanggang. Mungkin acara ini sudah sepetti surga bagi para pecinta kuliner, termasuk dia, Antoni dan Aisyah. Lalu mereka "berpesta" memakan menu-menu yang dipesan tersebut, dengan menggelar tikar di tempat para pengunjung yang juga sedang menikmati menu yang dijajakan di FoodFestival itu. "Kau terlihat seperti sedang tidak baik-baik saja, ada apa?" Celetuk Aisyah, kepada Antoni yang sedang menikmati makanan sejenis sate. Meskipun sekarang dia tampak lebih baik daripada tadi pagi. Sebelum Antoni membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Aisyah, Erlangga sudah menimpali lebih dulu. "Dia tidak apa-apa. Kenapa kau mengungkit yang sudah lewat?" Dengan wajah masam, "Tapi dia tadi terlihat murung," ujar Aisyah lagi. Antoni belum menjawab, dia masih diam meskipun dalam hatinya dia ingin sekali menceritakan sesuatu yang menjadi penyebab dirinya merasa kurang nyaman akhir-akhir ini. Tetapi, dia menahan untuk tidak bercerita sekarang. "Memang kalau boleh jujur, kau berbeda setelah menikah, Toni. Tidak seceria dulu, ketika masih lajang," ujar Erlangga lagi, seketika Antoni tersedak makanan yang sedang dia kunyah dalam mulutnya, dan itu membuat kedua temannya kaget, dan beberapa orang menoleh pada mereka. Buru-buru Erlangga menyodorkan air minum ke tangan Antoni. "Buset! Hati-hati dong, kalau makan, Toni!" Seru Erlangga dengan dahi berkerut, karena bukan satu kali saja dia melihat Antoni makan dengan gaya yang "mengerikan", tetapi kemudian Aisyah menampik kata-katanya barusan, "Dia tersedak karena ucapanmu, tahu." "Eh? Benarkah begitu?" Erlangga menoleh pada Antoni yang sedang membersihkan mulutnya yang tadi sedikit belepotan karena makanan, dengan tisu. Antoni diam sejenak, tidak langsung menjawab. Dia harus berhati-hati saat ini, mengingat dia memang merasa sedang membutuhkan tempat untuk menceritakan keluh-kesahnya saat ini seraya berharap mendapat sedikit solusi atau arahan untuk hidupnya. "Memang benar. Tapi aku tidak mau menceritakannya sekarang, bukan saat yang tepat. Mungkin nanti," ujar Antoni pada akhirnya. Lantas ucapannya itu membuat Aisyah dan Erlangga menatap dengan sorot penasaran tentunya. Tetapi, "Aku mohon kalian mengerti. Bukannya aku tidak percaya," tambah Antoni, menjawab ekspresi wajah kedua temannya. Aisyah dan Erlangga tertegun sejenak, kemudian menganggukan kepala tanda mengerti. "Itu hakmu, Antoni. Kami tidak memaksa. Hanya saja, jika kau ada kesulitan, kau bisa bicara pada aku atau dia, siapa tahu kami bisa memberimu sedikit jalan. Sebagai teman tentu kita bisa saling membantu," jelas Aisyah, seraya tersenyum, begitu juga dengan Erlangga. "Terima kasih," Kata Antoni. Setelah itu, mereka memutuskan untuk segera pulang ke rumah masing-masing karena waktu telah menunjukkan pukul 20.40 malam. Itu waktu yang sudah cukup larut bagi mereka yang bekerja full time. Namun sebelum pergi dari acara itu, mereka sepakat untuk berfoto bersama, sebagai pengisi memori waktu saat ini. Ketika Antoni sampai di rumah, suasana tampak gelap karena lampu-lampu belum dinyalakan. Dia menghela napas agak panjang, karena tahu bahwa tidak ada siapapun di rumah. Dia tahu Rima pergi keluar lagi. Tetapi, dia merasa sudah tidak perlu peduli lagi pada gadis itu. Biarkan saja semaunya. Dia segera melangkah masuk dan membuka pintu dengan kunci cadangan, lalu menyalakan lampu-lampu. Setelah itu, dia segera membersihkan diri dan pergi tidur untuk beristirahat, karena tubuhnya lumayan terasa lelah hari ini setelah pergi ke festival tadi. Lelah yang menyenangkan tepatnya. Sementara itu, sepuluh menit kemudian Rima baru sampai di rumah. Dia diantar oleh Rayhan dengan mobil pribadi, karena Rayhan baru saja menemuinya tadi siang setelah beberapa hari mendiamkan Rima. Itu menjadi obat rindu bagi dirinya juga Rima yang sedikit merasa lebih baik di saat dia sedang terkena masalah saat sekarang ini. "Aku ingin kita seperti dulu, Rima. Bukan seperti ini," Rayhan menatap kekasihnya, sebelum turun dari mobil. Dia menggenggam tangan Rima dengan lembut seraya menciumnya sebanyak dua kali. "Aku juga harap ini segera berakhir, aku lelah berpura-pura di depan satu pihak. Mungkin aku akan mengajukan perceraian suatu saat nanti," Rima menatap ke dalam mata Rayhan yang hitam menawan. Rasanya dia ingin menangis sekarang, mengingat kenyataan bahwa dirinya begitu sulit untuk hidup bersama lelaki pujaan hatinya, apalagi ditambah status pernikahannya dengan Antoni. Lalu Rayhan tersenyum seraya mengusap kepalanya, mencium kening, pipi dan bibirnya dengan agak lama. Lembut dan hangatnya sentuhan dari Rayhan, membuat Rima sedikit emosional. Dia merangkul leher Rayhan dengan erat, entah kenapa, dadanya terasa sesak hingga akhirnya dia terisak di pelukan kekasihnya. Seperti ada sesuatu yang ingin diluapkan oleh perasaannya. Dan Rayhan pun mencoba menenangkannya dengan sikap hangat dan lembut yang biasa dia tujukan pada gadis itu. "Kenapa kau menangis? Aku di sini, sayang," Ujarnya, dengan nada lembut, lalu membelai rambut Rima yang begitu halus. Rima merasa sangat bersedih atas semua yang menimpanya saat ini, tentang kesulitan untuk hubungannya dengan Rayhan, lalu dipaksa menjalani pernikahan palsu, karir dan image-nya yang jatuh... Dia merasa cukup lelah dengan hidupnya yang sudah tidak sama seperti dulu, pada saat dia belum menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak dicintainya, (belum). Dia terus terisak di pelukan Rayhan, seolah ingin menumpahkan semua beban yang menggelayuti batin juga pikiran. Tanpa berkata-kata. "Jika kau ingin berkeluh kesah, larilah padaku, Rima. Aku siap mendengarkanmu, memberimu sedikit penenang atau, kau mau jadikan aku pelampiasan kekesalanmu juga tak apa, Rima. Aku mengerti perasaanmu," Rima melepaskan diri dari pelukan Rayhan secara perlahan, lalu mulai menyeka air mata yang membasahi wajahnya, dibantu oleh Rayhan. "Aku akan membantumu untuk mendapatkan agensi yang bagus, sayang. Tunggu dan bersabarlah, aku akan mengusahakannya," Rayhan menatap Rima sambil memegangi dagu gadis itu. "Terima kasih," ujar Rima. Rayhan tersenyum simpul, "Masuklah, istirahat. Agar kau tidak mudah sakit," Rima mengangguk, lalu pamit masuk ke rumah. Setelah memastikan Rima benar-benar masuk rumah, barulah Rayhan melajukan mobilnya untuk meninggalkan tempat itu. Rumah terasa begitu sepi ketika Rima membuka pintu. Tetapi dia bisa melihat sandal milik Antoni yang biasa dipakai untuk bekerja, kembali terpahang rapi di rak khusus alas kaki yang terletak di samping kiri pintu. Itu artinya Antoni sudah pulang ke rumah dan sepertinya sudah pergi ke alam mimpi. Syukurlah, dia tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tidak penting jika begitu. Dan kekhawatiran tentang adanya masalah tambahan ternyata tidak terjadi. Tetapi dia sedikit merasa heran karena biasanya Antoni dan dia tetap berbicara dalam sehari setidaknya satu kali walaupun permbicaraan itu selalu menuju pada pertengkaran. Sementara hari ini mereka sama sekali tidak bicara sepatah katapun, saling bertemu pun tidak. Apa Antoni marah padanya, karena pertengkaran malam tadi? Ah, sudahlah! Dia tidak ingin peduli dengan hal tersebut. Itu bukan urusannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN