“A-APA …!? berpura-pura menjadi pacar kamu?” Rere membelalak kaget.
Raka yang duduk di depannya mengangguk santai. “Ya. Aku rasa kamu satu-satunya orang yang bisa melakukannya. Toh, kamu sudah terlatih dalam menipu dan berpura-pura.”
Jleb.
Rere meremas gelas minumannya lebih erat. Kegelisahan dengan cepat membelit hati.
“Kamu hanya perlu melakukannya sementara waktu. Hingga aku terbebas dari jerat perjodohan itu,” ucap Raka lagi.
Kali ini Rere merasa sedikit tertarik dan terkejut dengan penuturan Raka.
“Perjodohan?” tanya Rere.
Raka termenung. Ingatannya kembali melayang pada kejadian dua minggu yang lalu. Raka baru saja pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan study-nya di Paris, Perancis. Ia pulang bersama sang mama tercinta. Sampai kemudian Raka bertemu dengan Om Satyo. Sosok yang sudah membantunya dan sang mama selama ini. Om Satyo adalah sahabat dari mendiang papa Raka di masa lalu.
Selama ini om Satyo banyak membantu secara moril dan juga finansial. Awalnya semua baik-baik saja. Raka bahkan memang snagat menghormati Om Satyo dan keluarga besarnya. Hubungan mereka pun cukup harmonis. Di awal kepulangannya, Raka banyak menghabiskan waktu bersama om Satyo. Mereka sering pergi memancing bersama, bermain golf bersama dan melakukan banyak kegiatan olahraga lainnya.
Sang mama pun juga sangat akrab dengan istri om Satyo.
Raka seperti mendapatkan keluarga baru yang sangat peduli pada dia dan sang mama yang memang hanya selalu berdua saja.
Tapi semua itu berubah saat anak perempuan om Satyo muncul. Sosok perempuan itu juga menempuh pendidikan di luar negeri. Ia menempuh pendidikan di Colombia University, Amerika Serikat.
Anak perempuan om Satyo itu bernama Jessica. Awalnya tidak ada yang aneh. Raka bahkan cukup senang menghabiskan waktu bersama Jessica. Mereka bercerita tentang pendidikan masing-masing. Berkisah tentang pengalaman mereka menempuh pendidikan di negara yang berbeda. Terakhir kali keduanya juga sempat hangout bersama.
Raka sama sekali tidak memiliki kecurigaan. Dia juga mau-mau saja saat sang mama memintanya untuk mengantarkan Jessica ke sana ke mari.
Bencana itu datang saat keluarga besar om Satyo mengadakan acara makan malam yang mengundang Raka dan sang mama. Kehangatan acara makan malam yang penuh nuansa kekeluargaan itu tiba-tiba berubah.
Wacana tentang perjodohan itu tiba-tiba mencuat.
Sialnya, sang mama malah menyetujuinya.
Di sisi lain, sosok Jessica juga tidak menolak.
Raka jelas menjadi panik. Ia sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Jessica. Raka bahkan sudah menganggap Jessica seperti adiknya sendiri.
Raka tidak menginginkan perjodohan itu.
Dia tidak mau dijodohkan.
Lagipula jaman sudah sangat modern. Peradabaan sudah berganti. Raka merasa sangat konyol dengan keputusan perjodohan yang baginya terasa tidak masuk akal dan sangat-sangat menggelikan.
Dan akhirnya …
Raka mengemukakan sebuah alasan untuk menolak perjodohan itu.
Ia mengaku sudah memiliki seorang pacar.
Pengakuan Raka jelas membuat semua orang terkejut dan juga kecewa. Akan tetapi keluarga om Satyo tampak berusaha menerima semua itu. Namun, yang jadi masalah adalah …
Mama Raka tidak memercayai alasan Raka yang terdengar konyol. Toh, selama ini sang mama memang tidak pernah melihat Raka menjalin hubungan istimewa dengan siapa-siapa.
Akhirnya sang mama mencurigai kebohongan itu dan mendesak Raka untuk berkata jujur.
Raka tetap pada kebohongannya dan mengatakan bahwa dia memang benar-benar sudah memiliki seorang pacar. Dan itulah awal mulanya kenapa Raka kembali mencari Rere.
Karena ia merasa Rere bisa dimanfaatkan.
Ia bisa menggunakan Rere sebagai tameng untuk menyelamatkan diri dari perjodohan.
Alasan lainnya adalah …
Karena Raka sangat tahu bahwa Rere tidak akan bisa menolak permintaannya. Perempuan itu mempunyai ‘hutang’ tidak tersirat kepada Raka. Dan sekarang Raka sedang memanfaatkan situasi itu untuk kepentingan pribadinya.
“Kamu tidak perlu mengetahui detailnya. Kamu hanya perlu memainkan peran kamu dengan sebaik mungkin,” tukas Raka kemudian.
Rere termangu sejenak. Tapi kemudian dia langsung bangun dari duduknya. “Nggak! Aku nggak bisa!”
Deg.
Raka terkejut.
Dia tidak menyangka bahwa Rere akan menolak permintaannya seperti itu.
“A-aku tahu bahwa aku memiliki kesalahan terhadap kamu! Aku juga mengerti bahwa aku mempunyai tanggung jawab atas segala perbuatan aku. Tapi … ini semua tidak benar. Aku tidak mau melakukannya!” tegas Rere.
Raka terdiam cukup lama, tapi kemudian ia langsung tersenyum kecut dan menatap tajam.
“Kamu benar-benar hebat ya, Re! Harusnya dalam keadaan seperti ini … kamu adalah pihak yang seharusnya tidak bisa menolak keinginan aku sama sekali.”
Rere menatap Raka dengan mata sayu. “Jadi ini alasan kamu kembali muncul?”
Raka mengangguk. “Ya. Ini alasannya.”
“Kamu tiba-tiba kembali muncul hanya untuk meminta aku memainkan drama yang kamu buat?”
“Benar sekali,” jawab Raka santai.
Rere merasa sesak hingga sedikit kesulitan menghela napas. Dia menatap Raka dengan bola mata yang sudah terasa panas. Raka tidak tahu apa yang sudah Rere lalui selama ini. Bagaimana Rere melewati hari demi hari dalam rasa bersalah yang membelenggunya. Dalam rasa khawatir akan sebuah dosa yang belum sempat ditebus. Rere terkurung dalam rasa gamang dan rasa bersalah yang menyiksanya selama bertahun-tahun.
Sekilas kehidupan Rere tampak normal-normal saja. Ia menjalani kehidupannya dengan baik. Melewati masa kuliah dengan sungguh-sungguh. Memulai karirnya sebagai seorang jurnalist dan tetap terlihat ceria di mata orang-orang sekitar.
Namun saat malam datang. Saat sepi menyapa.
Pikirannya selalu terjebak pada sosok Raka yang menghilang. Rere cemas setiap harinya. Ia memikirkan bagaimana kehidupan Raka setelah mengetahui kebenaran bahwa Rere adalah pelaku yang sudah membuatnya celaka. Rere setiap harinya juga selalu bertanya-tanya.
Apakah Raka masih membencinya?
Apakah Raka terpukul dengan kenyataan yang sudah diketahuinya?
“Lalu memangnya apa? Apa kamu mengharapkan hal yang lain dari kemunculan aku?” tanya Raka.
Deg.
Rere tertegun dan langsung menundukkan pandangannya.
Sementara itu Raka malah tertawa sumbang, menatap Rere dengan sorot mata penuh kebencian, lalu kembali berkata.
“Apa jangan-jangan kamu berharap aku muncul dan berkata bahwa aku sudah memaafkan kamu …? atau jangan-jangan kamu berharap bahwa aku sudah melupakan semuanya dan ingin memperbaiki hubungan kita?” tanya Raka lagi.
Lidah Rere seakan kelu.
Nyatanya Rere memang sedikit banyak sudah merajut harap. Apalagi terakhir kali Raka memang mengaku mencintainya. Raka tidak peduli bahwa Rere sudah menipunya sebagai putri.
Namun ternyata …
Kenyataan bahwa Rere yang sudah mencelakai Raka sepertinya sudah mengubah hati lelaki itu.
Dendam dan kebencian kembali menguasai Raka.
Hal itu terlihat jelas dari sorot matanya.
Raka tersenyum kecut dan bangun dari duduknya. Dia berjalan mendekati Rere, lalu berbisik pelan.
“Kamu itu pembunuh, Re! Kamu sudah berencana untuk membunuh aku!”
Deg.
Bola mata Rere langsung bergetar bersamaan dengan rasa sesak yang menghimpit d**a.
“Sekarang waktunya bagi kamu untuk menebus semua dosa kamu! Aku tidak sedang memberikan kamu pilihan untuk mau melakukan atau tidak,” bisik Raka lagi.
Rere masih membeku. Kedua kakinya bagai terpaku ke tanah. Raka pun melanjutkan kalimatnya.
“KARENA KAMU HARUS MELAKUKANNYA …!!! kamu tidak berhak untuk MENOLAK-nya …!”
.
.
.
Bersambung …