Harap-harap cemas.
Rangga duduk di bangku pengadilan sambil menunggu kedatangan Nadira. Hatinya benar-benar semakin terbakar begitu melihat kedekatan perempuan tersebut dengan seorang dokter muda di rumah sakit.
Pintu ruang sidang terbuka, Rangga segera menoleh.
“Bagaimana? Apa dia hadir?” tanya orang yang baru datang.
Karena ternyata bukan Nadira, maka wajah Rangga begitu masam saat itu. Dia tak menjawab pertanyaan dari sekretarisnya tersebut.
“Sidang akan dimulai lima menit lagi,” ujar pengacara perceraian yang membantu Rangga.
“Aduh! Kenapa dia tidak hadir! Sepertinya dia sengaja!” Hellena terus mengomel.
Sementara Rangga sendiri masih tak bicara apa pun dan membombardir pesan kepada sang istri yang hendak ia ceraikan tersebut.
“Kalau Nadira tidak hadir, biarkan saja! Masalah saham dan perusahaan bisa dibicarakan dengan Nyonya besar. Yang menjadi cucu nyonya besar, kan, Anda. Bukan Nadira! Jadi aku yakin walau kalian bercerai, nyonya besar tak akan mengambil hak Anda atas perusahaan,” tutur Hellena yang meminta agar Rangga tak perlu khawatir meski Nadira tak datang.
Karena hal yang paling ditakutkan oleh Rangga jika bercerai dari Nadira adalah ancaman dari neneknya. Di mana, dia hanya bisa menjadi pimpinan perusahaan bila menikah dengan Nadira. Jika mereka bercerai, maka hak Rangga atas perusahaan juga hilang.
Sementara jika Nadira sendiri yang menyetujui perceraian, maka hal tersebut tidak akan membuat Rangga kehilangan haknya.
“Jadi bagaimana, Pak? Kita jalani saja sidang perceraian tanpa kehadiran Bu Nadira?” tutur sang pengacara bertanya.
Tapi Rangga hanya mendesahkan napas panjang dan mencoba menghubungi Nadira lagi. Kali ini dia menelepon berulang kali meski tetap tak ada jawaban.
Hingga akhirnya, hakim sidang perceraian datang dengan jajarannnya.
Semua hadirin dipersilakan untuk duduk dan hakim secara resmi membuka persidangan.
“Dengan ini, sidang kasus perceraian, saya buka ....”
Palu dilayangkan untuk mengetuk sebagai tanda dimulainya sidang. Akan tetapi, sebelum suara dari palu sidang itu terdengar, Rangga berdiri dan memberi interupsi.
“Maaf, Yang Mulia! Saya ingin membatalkan perceraian!”
**
Geram seorang Hellena saat mengetahui perceraian Rangga dibatalkan sendiri oleh pria tersebut. Susah payah dia membujuk agar persidangan tetap berjalan dan mereka cerai, tapi ternyata Rangga malah berubah pikiran.
“Sebenarnya Anda ini kenapa? Jangan bilang malam saat Anda tidur dengan Nadira, Anda benar-benar menidurinya? Lalu Anda menyimpan perasaan untuk Nadira?” tanya Hellena dengan nada merajuk.
Rangga tak menggubris pertanyaan Hellena.
Keduanya sedang dalam perjalanan untuk menuju ke acara perjamuan, tapi pikiran Rangga masih tak tenang karena perceraiannya yang telah ia gagalkan.
“Pak Rangga, Anda harus berpikir jernih! Akhir-akhir ini saya melihat Anda kurang fokus dan melakukan hal-hal tak semestinya. Sebaiknya, Anda tidak bertemu dengan istri Anda sementara waktu,” tutur Hellena. Karena baginya, kejadian saat Rangga melindungi Nadira saja sudah sangat janggal dan membuatnya terguncang.
“Anda harus ingat mendiang kedua orang tua Anda yang telah tiada! Kita akan tetap hidup untuk membalaskan dendam mereka! Nadira tak boleh bahagia di saat kita menderita,” lanjut perempuan itu lagi penuh dengan hasutan dan provokasi.
“Sudahlah! Aku tidak mau membahasnya lagi! Sebaiknya kita fokus pada perjamuan saat ini.” Rangga tak ingin marah pada Hellena, tapi ia juga tak suka jika perempuan itu terus membicarakan urusan pribadi rumah tangganya. Untuk itu dia mengalihkan topik.
“Oh, baiklah! Di acara perjamuan ini, kita akan bertemu dengan berbagai investor dan kabarnya, investor besar dari Prancis tertarik untuk menanam modal di pasaraya Indonesia. Dia adalah Tuan William, kita harus mendekatinya terlebih dahulu untuk mendapatkan dia,” ulas Hellena.
Rangga mengangguk, dia juga sudah mendengar pasal hal tersebut.
Semua tamu datang berpasangan. Begitu pula Rangga dengan Hellena, sudah biasa jika sekretaris menjadi pasangan tamu untuk bos mereka.
Acara ini digelar sebagai pertemuan para pengusaha dan investor. Maka dari itu, tidak aneh bila ini bukanlah perjamuan makan biasa.
Makanan kelas atas yang dibuat oleh para chef dan juga ahli pastri dan baking tersaji di atas meja bertaplak putih-emas.
Lampu-lampu gantung dan bunga hiasan berwarna marun membuat pesta ini terkesan sangat mewah.
“Rangga! Apa kabar?” Seorang perempuan paruh baya menyapa pria tersebut.
Rangga membalas salam dengan tangannya, tapi perempuan itu malah langsung merangkul Rangga dan menepuk punggungnya.
“Ya ampun, aku sudah lama tidak bertemu denganmu!” Perempuan tersebut menatap pada Rangga setelah ia melepas pelukan.
“Tante Yola, apa kabar? Kita memang jarang bertemu semenjak tante tinggal di Australia,” timpal Rangga berusaha tetap ramah pada sahabat dari mendiang mamanya tersebut.
“Pertemuan terakhir kita saat itu, kita sedang dalam suasana berduka. Aku senang melihat kau baik-baik saja sejauh ini. Awalnya aku enggan hadir pada perjamuan kali ini, tapi ... ada untungnya juga karena bisa bertemu denganmu.”
“Saya merasa terharu. Saya juga senang bertemu dengan tante.”
Kemudian, Yola menatap pada seorang perempuan yang berdiri di bagian kiri belakang Rangga. Perempuan itu agak menempel dengan Rangga tapi tidak terlalu dekat.
“Dia ... Nadira, bukan?” tanya Yola yang mengira Hellena sebagai istri dari Rangga.
“Ah, anu ... ini ....”
Ucapan Rangga langsung disela oleh Hellena. “Saya Hellena, Bu Yola! Saya adalah sekretarisnya Pak Rangga. Setiap pergi ke mana pun, hanya saya yang bisa dan mengerti untuk mengurus segala keperluannya, karena Bu Nadira sendiri sepertinya agak kurang paham mengenai ....”
“Ah, Tante! Maaf, saya dan sekretaris saya harus menemui seseorang. Kita bicara lagi nanti!” potong Rangga, yang entah kenapa dia sadar jika Hellena berniat untuk menjelekkan Nadira dan Rangga tak menyukai hal tersebut.
“Oh, baiklah! Baiklah! Silakan!”
Belum sempat ketiga orang tersebut berpisah, seorang pria ikut bergabung dengan obrolan tersebut.
“Wah, Rangga? Apa kabar?”
“Om?” sapa Rangga balik. Dia merasa ingin segera pergi, tapi jika begini rasanya juga tak sopan.
“Mama ternyata telah bertemu dengan Rangga duluan?” sapa pria tersebut yang ternyata merupakan suami dari Tante Yola. “Kau juga, Rangga! Kenapa kau tinggalkan Nadira tadi?” tanya pria tersebut yang membuat Rangga tercengang.
“Nadira? Ma ... maksudnya?” Rangga agak gugup.
“Bukannya kamu bilang Nadira tidak pernah hadir acara seperti ini?” Tante Yola mulai agak curiga.
“Saya permisi dulu, Tante!” Tak ingin terjebak lebih lama, Rangga memutuskan untuk pergi. Tentu saja, Hellena juga mengikuti.
Keduanya berjalan dan menatap ke arah pintu masuk. Benar saja, di sana ada seorang wanita berjalan dengan anggun menggunakan gaun sutra biru muda yang sangat mengikat perhatian orang di sekitar dengan pesonanya. Rambut hitam sepinggang panjang tergerai dengan sedikit ikatan kecil yang dikumpulkan di tengah kepala. Riasan tipis yang senada dengan bajunya, juga sepatu dengan hak tinggi yang menopang tubuh jenjangnya.
Semua orang tak melepas perhatian mereka, termasuk Rangga.
“Tampaknya, Bu Nadira tidak datang sendirian!” sinis Hellena yang bicara di samping Rangga. Dia memang selalu ingin menjatuhkan Nadira, terutama di mata suami Nadira sendiri.
“Bukankah ... pria itu ... Tuan William?” Rangga agak terkejut, karena ternyata Nadira telah bersama dengan investor nomor satu yang ia incar.
Hellena juga baru sadar dengan siapa pria yang bersama dengan Nadira itu. Dia sangat kesal, karena hal tersebut membuat Nadira jadi mendapat perhatian dari Rangga.
“Anda ... mau menghampiri siapa, Pak?” tanya Hellena. Entah kenapa walau dia tahu Rangga mengincar William, tapi sekarang Hellena tak ingin melihat Rangga mendekati investor tersebut karena ada Nadira.
Rangga telah berada di dekat William dan Nadira. Dia berdiri beberapa meter di belakang William.
“Pak! Jangan ke sana dulu!” Hellena berhasil meraih lengan Rangga. Untungnya Rangga diam di tempat dan tak benar-benar menghampiri.
Tapi Hellena merasa ada yang aneh dengan Rangga, karena pria itu menatap ke satu arah terus-menerus. Begitu Hellena mengikuti arah pandang Rangga, ia pun mendapati jika tangan dari Tuan William terus berusaha menyentuh bagian belakang tubuh Nadira.
Melihat hal tersebut, seakan menjadi kesempatan bagi Hellena untuk semakin mengompori Rangga.
“Aku dengar Nadira kini menjadi ketua tim pengembangan produk baru di perusahaannya. Dia pasti ingin mendekati Tuan William agar mendapatkan dana untuk pengembangan produk tersebut. Ya, melihat riwayatnya, dia pernah menggoda pria di sana-sini demi uang. Pasti saat ini dia juga melakukan hal yang sama. Kita tidak boleh kalah dengannya untuk mendapatkan investasi dari Tuan William ....”
Hellena sibuk mengatai Nadira, tapi ia tak menyadari jika Rangga semakin maju dan semakin dekat dengan mereka.
“Pak Rangga ...,” panggil Hellena yang baru sadar bosnya menjauh.
Namun pada saat itu, sepertinya Hellena harus merelakan jika William tak akan pernah menjadi investor di perusahaan Rangga karena bosnya sendiri yang merusak hubungan mereka.
‘Bug!’