Sebuah pukulan mendarat di pipi William. Bogem mentah Rangga membuat pria bule tersebut mengucurkan darah dari hidungnya.
“Pak Rangga!” jerit Hellena terkejut.
Sementara itu, suasana menjadi gaduh. Sebagian segera menolong William yang terluka, sebagian lagi mencoba untuk menenangkan Rangga.
Dan di sana, seorang perempuan mematung melihat suami yang jarang berinteraksi dengannya tiba-tiba menyelamatkan dia dari William.
Rangga berusaha mengatur napas sambil melihat Nadira dengan tatapan penuh amarah.
Tapi saat itu juga, Nadira sadar akan apa yang telah terjadi. Dia pun langsung berjalan dan mendekati Rangga.
“Sedang apa kau di sini?” gusar Rangga bertanya pada sang istri.
“A ... aku ....”
Belum sempat Nadira memberi penjelasan, Rangga telah berbalik dan meninggalkannya dengan wajah yang memerah menahan amarah.
Entah dia marah karena William, entah pula dia marah karena gagalnya sidang tadi siang.
Namun saat ini, Nadira mengejar pria tersebut. Bagaimanapun, misi agar dia mendapatkan adik kandung untuk Rio harus dipenuhi. Maka dari itu, dia mengejar Rangga.
“Rangga!” panggilnya lagi sampai mereka menuju tempat parkir.
Pria itu berhenti dan berdiri di samping mobil miliknya. Dadanya kembang-kempis, bahunya naik-turun. Dia berusaha untuk mengatur napas setelah berjalan cepat penuh emosi tadi.
“Rangga, aku ....”
“Tak perlu berterima kasih! Aku melakukannya demi diriku sendiri, karena orang lain masih mengenalmu sebagai istriku!” ucapnya dengan rahangnya yang masih mengeras.
“Aku ... bisa jelaskan ....”
“Aku juga tak peduli apa hubunganmu dengan William, Nad! Yang aku permasalahkan adalah karena kau tidak datang di sidang hari ini.”
Nadira menggeleng. “Aku tak bisa bercerai denganmu sekarang, Rangga!” Dia mendekat pada pria tersebut dan memegangi ujung jas hitam yang dipakai Rangga.
Sambil mendongak, sambil dia menatap melihat ke wajah suami yang saat ini sedang sangat membencinya tersebut.
“Jadi ... kau bersikeras seperti ini? Jangan kira karena nenekku ada di pihakmu maka kau bisa memanfaatkan aku!” timpal pria tersebut sambil membuka pintu mobilnya.
“Minggir!” Dia menepis tangan Nadira hingga perempuan itu terjerembap.
Sementara Rangga langsung masuk mobil dan mengendarainya untuk pergi dari tempat tersebut.
Nadira yang masih tersungkur di atas aspal menatap mobil itu pergi. Tangannya mengepal meremas bagian depan rusuk dan saat itu juga dia merasakan sakit di area dadanya.
“Uhuk! Uhuk!” Cairan merah segar terlihat di telapak tangannya.
Tak ingin ada orang lain yang melihat, maka Nadira juga meninggalkan tempat tersebut menggunakan taksi.
Interaksi suami dan istri tersebut, sebenarnya tak luput dari pantauan Hellena. Rangga telah pulang terlebih dahulu meninggalkan dirinya, tapi dalam pikiran Hellena tersimpan sesuatu yang lain setelah ia melihat pertengkaran suami dan istri tersebut.
“Kenapa Nadira bersikeras ingin memiliki anak dari Rangga terlebih dahulu baru bercerai? Apa dia akan memanfaatkan anak tersebut?”
**
“Pak Rangga! Pak Rangga!”
Tidak biasanya bagi Rangga untuk bangun terlambat. Tapi kali ini dia merasa begitu tak ingin menatap matahari pagi apalagi sampai beraktivitas.
“Pak Rangga! Bangun!”
Akan tetapi, guncangan di tubuhnya membuat dia tersadar dan kembali merasakan kelelahan yang belum benar-benar ia hilangkan.
“Apa ...?” timpalnya dengan suara parau.
“Tuan William akan menjadi investor utama Pasaraya Fortuna Mall! Perjanjian mereka memang belum disepakati, tapi rencana tersebut sudah bulat. Aku mendengar informasi ini dari sumber yang akurat!” cerocos Hellena pagi itu.
“Pak, kita harus berbuat sesuatu! Karena jika tidak seperti itu, maka Pasaraya IJ milik kita akan kalah saing dengan mereka!”
“Bapak tahu, pembicaraan Nadira dengan Tuan William kemarin pasti ada kaitannya terhadap keputusan tersebut. Anda tidak tahu saja, setelah Anda pergi, Nadira kembali masuk dan memeriksa kondisi Tuan William yang baru saja Anda pukul. Sia-sia saja Anda membelanya!”
Untuk kalimat terakhir yang diucapkan oleh Hellena, sudah jelas jika itu hanyalah fitnah belaka. Tapi ia benar-benar tak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rangga. Terutama tatapan yang diselimuti amarah saat melihat ada pria lain di sekitar Nadira, hal itu membuat Hellena cemburu karena Rangga sama sekali tak pernah seperti itu padanya.
Dan benar saja!
Apa yang dikatakan Hellena barusan sangat berdampak pada Rangga. Pria tersebut meremas selimutnya dan wajahnya langsung tegang. “Aku melakukan itu bukan untuk melindungi Nadira! Melainkan untuk diriku sendiri! Setidaknya di mata orang yang melihat saat itu, aku ada usaha untuk menghalangi orang lain agar tidak menyentuh istriku sembarangan. Tapi jika dia tak bisa menjaga diri, sudah bukan urusanku lagi.”
“Oh, baiklah ....”
Rangga pun langsung berdiri dan mengempaskan selimut yang baru saja ia remas hingga teronggok di lantai.
“Kenapa kau masih di sini! Keluarlah! Nanti aku menyusul!” titah Rangga pada sekretarisnya.
“Baik, Pak!”
Saat keluar dari kamar Rangga, ada sedikit rasa lega dalam hati perempuan itu. Karena ia telah berhasil sekali lagi mengompori Rangga. Ya, meski dia harus melakukan sedikit kebohongan sambil menutupi faktanya.
**
Rangga tiba di kantornya bersama dengan Hellena.
Seperti biasa, para karyawan akan menundukkan kepala untuk menyapa lalu mereka lanjut bekerja. Tapi ada yang aneh hari ini.
Beberapa dari mereka menyapa, tapi beberapa lagi seakan agak gugup saat melihat pria tersebut dan seakan menghindari kontak mata dengan bos mereka.
“Ada apa dengan mereka?” gumam Hellena bertanya-tanya.
Mereka pun sampai di depan ruangan milik Rangga.
Dia membuka pintu dan dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang tak pernah ia duga akan datang secara langsung ke kantornya.
Seseorang perempuan, berambut didominasi putih sebahu, duduk tepat di bangku milik Rangga.
“Nek ... ada apa? Seharusnya kau bilang padaku jika ingin bertemu, biar aku yang datang ke rumahmu!” ucap pria tersebut dengan perasaan yang gusar.
Karena jika sampai sang nenek datang ke mari seperti ini, dipastikan jika ada sesuatu yang tak disukai oleh neneknya dan harus disampaikan secara langsung padanya.
“Baca itu!” Perempuan tua itu menunjuk pada dokumen yang ia geletakkan di atas meja kerja Rangga.
Dengan ragu, Rangga mengambil dokumen tersebut dan membukanya. Tentu saja, di samping Rangga ada Hellena yang juga ikut campur ingin tahu.
‘Surat Pengunduran Diri Direktur Utama IJ Group Company’
“Apa ... maksudnya ini, Nek? Nenek meminta aku untuk ....”
“Aku tidak memintamu untuk mundur! Bukankah surat itu kamu sendiri yang mengirim?”
Rangga tak mengerti, dia tak merasa menulis surat seperti itu.
“Bukankah dengan mengajukan perceraian sama artinya dengan mengajukan pengunduran diri?” Sang nenek masih ingat dengan perjanjian mereka dulu.
Pria itu menghela napas dan menahan kekesalan. “Nek, aku bisa jelaskan ....”
Saat itu juga, Rangga menerima sebuah pesan dari sebuah nomor istrinya. Pesan yang membuat ia semakin muak dan benci kepada Nadira.
[Maaf! Aku yang mengatakan semua pada nenek!] ~ Nadira